Selma, pewaris utama keluarga konglomerat terpandang, dikhianati di malam pengantinnya. Dengan mata kepalanya sendiri, Selma menyaksikan suami yang dia cintai malah beradu kasih di atas ranjang bersama saudari tirinya.
Hati Selma semakin pedih mengetahui ibu tiri dan kedua mertuanya juga hanya memanfaatkannya selama ini. Semua aset keluarganya direnggut sepihak.
"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."
Di tengah laut yang disertai badai dan hujan deras, Selma dibuang oleh suami dan adik tirinya, lalu tenggelam.
Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, seorang perempuan sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapannya dengan suara mekanis yang bergema di kepala Selma.
[Ding! Sistem Waktu Eri Aktif. Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]
IYA!
Begitu Selma membuka mata, dia terbangun di tubuhnya saat berusia 16 tahun. Di kesempatan keduanya ini, Selma berjanji akan menghancurkan semua orang yang mengkhianatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Percaya Sama Selma
Gedung tua di belakang Mirelle High tampak sepi, hanya angin yang menembus celah jendela pecah dan debu yang menari di udara keemasan sore. Dindingnya kusam, catnya terkelupas dan lantainya dipenuhi serpihan kaca serta kertas-kertas lama.
Di sudut paling dalam, Selma berdiri dengan punggung menempel di tembok retak. Napasnya pelan, tapi matanya tajam seperti kaca yang baru diasah. Tongkat bantunya digenggam erat di tangan kanan.
Di hadapan Selma, ada Martha, Desy dan Kimmy berdiri membentuk setengah lingkaran, menatap tak suka pada gadis itu.
"Kita nggak bakalan basa-basi," sahut Desy.
"Kalau nggak mau basa-basi langsung aja, Kak, nggak perlu disampein kalau nggak bakalan basa-basi," sahut Selma berani. Ketiga kakak senior tersebut mengeluarkan tawa singkat yang tipis.
"Kamu punya pacar tapi kamu masih sempet yah caper sana-sini," kata Kimmy dengan suara tinggi bernada ejekan.
"Bukan caper, kakak-kakak, tapi memang aku terlahir punya pesona yang nggak bisa bikin orang lain berpaling. Kakak-kakak ini malah keliatan banget sih kalau iri sama aku," ujar Selma tanpa jeda.
Martha memicingkan mata. Gadis ini benar-benar tidak ada takutnya. Kimmy mengeluarkan gunting dari saku blazernya, mengayunkannya pelan di udara.
"Nggak ada yang iri sama kamu, Selma. Kita cuma nggak suka sama orang yang sok kayak kamu," ucapnya sambil tersenyum miring.
Selma tak bergerak. Matanya menatap tajam, berganti dari satu wajah ke wajah lain, tanpa gentar dan tanpa mundur.
"Yupss, kamu bisa boongin orang lain kalau rambut merah ini asli," Desy mendekat dan meraih ujung rambut merah tembaga yang jatuh di pundak Selma, memutarnya di jari seperti benang. "Tapi kita nggak segampang itu percaya sama kepalsuan kamu."
Selma menegakkan tubuh, sedikit mengangkat dagunya. Cahaya sore menimpa wajahnya, membuat warna matanya berkilau kemerahan seperti bara yang siap menyala. "Tapi ini memang rambut asli aku kok," dia mengeluarkan hape dari saku dan memperlihatkan fotonya waktu bayi bersama mama dan papanya.
"Nih, papa aku warna rambutnya dark brown terus mama aku warna rambutnya light auburn, makanya aku lahir dengan warna rambut kayak gini." Selma memanyunkan bibir sekilas. “Warisan genetik orang tua aku emang seestetik itu, kakak-kakak.”
Ketiga senior itu terdiam. Selma maju selangkah dan membuat mereka mundur ke belakang setapak. Tongkat Selma bergeser pelan dari lantai. Suara gesekannya terdengar jelas di ruangan hening itu.
"Kalau kalian berani motong rambut aku…aku bakalan tuntut kalian dengan alasan pembullyan. Berani?" nadanya datar tapi menusuk.
"Aku sambil rekam loh percakapan kita dari tadi," sahut Selma lagi sambil mengedikkan bahu
"Huh! Kamu pikir kita takut!" seru Desy.
Martha mengangkat satu alisnya, memandang Sepma remeh. Jumlah mereka bertiga tentu merebut hape Selma hal yang mudah.
"Kamu mau lawan kita nggak bakalan bisa kamu aja kalah jumlah Selma, kita bisa rebut hape kamu!" ujar Kimmy.
Selma tersenyum miring. "Yahhh, gapapa kalian mau rebut kek, mau dirusak sekalian, nggak bakalan ngaruh"
"Aku udah kirim back up rekamannya ke email aku kok." Selma semakin menyeringai. Dia belajar dari kesalahan di malam pengantinnya sebelum dipukul Debora. Harusnya dia melakukan yang sama, mengirim back up rekaman segera ke email atau apa gitu. Hanya saja waktu itu dia hanya kepikiran untuk mengirim ke pengacaranya, mana disampaikan pula pada orang-orang yang memang mau menyingkirkan Selma.
Sekejap, udara di ruangan itu menegang. Angin berhenti.
Martha, Desy dan Kimmy saling pandang antara ingin menantang dan ragu, sementara Selma tetap di tempatnya dengan berdiri tegak, menatap lurus ke arah mereka, tatapan yang terlalu tenang untuk situasi semacam itu.
Gunting di tangan Kimmy masih terangkat setengah, tapi genggamannya mulai goyah karena tatapan Selma yang… menakutkan.
Sementara itu, suara mekanis menggema di kepala Selma.
[DING]
[Misi bagian dua selesai]
Mata gadis itu berbinar, dia tersenyum lebar. "Yessss sisa satu lagi."
Selma kemudian menghela napas ringan. "Padahal aku emang nyariin Kak Martha buat nyampein sesuatu soal Kak Damian, tapi karena keadaannya gini, yaudah nggak jadi," kata Selma dengan menekuk bibirnya.
Spontan Martha menurunkan tangannya yang terlipat di dada. "M-maksud kamu apa?"
"Aku nggak bakalan spill kalau aku masih dikurung di sini." Selma menoleh ke arah jendela, dagunya mendongak.
"Nggak ada yang ngurung kamu," kata Martha.
"Tha, jangan kepancing," kata Kimmy.
"Iya, dia aja berani deketin Damian," tambah Desy.
"Kalian diem dulu!" bentak Martha pada kedua antek-anteknya. Melirik tajam sebentar lalu kembali menatap Selma dengan sedikit kelembutan.
"Aku nggak deketin Kak Damian," kata Selma mengelak. Toh, memang Damian yang menghampirinya dan mereka cuma ngobrol santai.
Martha mengembuskan napas tipis. "Okay, let me hear your pov, Selma."
"Fineeeeee, aku nggak tahu informasi apa yang Kak Martha denger sampai dateng ngelabrak aku, tapi yang pasti aku tahu ini pasti soal Kak Damian, kan?"
Martha menarik napas tipis sekilas. "Iya… karena itu. Katanya kamu ngobrol bareng sama Damian soal rambut kamu."
"Iya, tadi pas kelas olahraga aku emang ngobrol sama Kak Damian, termasuk rambut sih tapi itu cuma basa-basi aja."
"And then?"
"Tadi sih kebanyakan bahas Kak Martha."
"Soal aku?"
"Iya, dia juga ngaku kalau dia nembak aku waktu aku grade 10 buat pengalihan isu doang." Yap, Selma juga baru mengetahui fakta itu tadi ketika di gimnasium.
"Pengalihan isu apa maksudnya?" Martha terkejut. Kimmy dan Desy juga saling melemparkan lirikan bingung.
"Yaaaaa, biar Kak Damian dikira nggak ada something sama Kak Martha."
"Kenapa gitu?"
"Aku juga nggak tahu, Kak. Kenapa nggak Kak Martha aja yang minta jawabannya sendiri ke Kak Damian. Soalnya aku tanya alasannya apa, dia cuma bilang rumit."
"Aku bisa ngobrol secara privat sama dia aja nggak pernah ada waktu. Damian selalu ngehindarin aku," ungkap Martha.
Selma mengulum bibir. "Tapi kayaknya Kak Damian itu justru keliatan naksir sama Kak Martha. Senyumannya terpancar waktu ngomong soal Kak Martha."
Sebuah lampu pijar menyala terang yang tak kasat mata muncul di kepala Selma sekilas. Dia ada ide.
"Aku bakalan bantu Kak Martha ketemu sama Kak Damian dan ngobrol berdua, tapi ada syaratnya."
"Oke, apa?"
"Masalah kita yang tadi cukup selesai sampai di sini," ujar Selma.
Tanpa pikir panjang Martha menyetujui meski kedua temannya di belakang sempat heran.
"Okeee, aku setuju." Martha mengulurkan tangan lembutnya yang diterima oleh Selma dengan senyum cerah.
"Terus kamu mau ngapain?" tanya Desy, suaranya kini lebih lembut.
"Kita ke lapangan tempat anak-anak klub Lacrosse latihan," Selma menyunggingkan senyum. "Pasti Kak Damian ada di sana."
"Kamu mau Martha nyamperin Damian? Itu mah malah bikin nama Martha makin dicap cewek yang suka ngejar dan makin dikatain cinta bertepuk sebelah tangan," protes Kimmy.
"Relaaaax… Kak Kimmy, aku ngerti kok gimana posisi Martha, soalnya aku juga dicap cewek posesif yang nempelin pacar mulu, yah walaupun sekarang udah enggak yah." Selma berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. "Let’s go kakak-kakak, aku nggak sabar mau pulang ke rumah nih sebenernya."
Martha kemudian menoleh pada Desy dan Kimmy. "Aku tahu kalian khawatir sama aku, tapi kita coba aja percaya sama Selma sekarang."
Mereka bertiga pun akhirnya menyusul Selma.
yg datang kyrann pasti