Kisah ini tampak normal hanya dipermukaan.
Tanggung jawab, Hutang Budi(bukan utang beneran), Keluarga, cinta, kebencian, duka, manipulasi, permainan peran yang tidak pada tempatnya.
membuat kisah ini tampak membingungkan saat kalian membacanya setengah.
pastikan membaca dari bab perbab.
Di kisah ini ada Deva Arjuno yang menikahi keponakan Tirinya Tiara Lestari.
Banyak rahasia yang masing-masing mereka sembunyikan satu sama lain.
____________
Kisah ini sedang berjuang untuk tumbuh dari benih menjadi pohon.
Bantu aku untuk menyiraminya dengan cara, Like, Komen dan Subscribe kisah ini.
Terimakasih
Salam cinta dari @drpiupou 🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Kampus, ancaman?, Tiara tertekan
Beberapa saat yang lalu mobil Tiara telah sampai di gerbang kampus, langit terllihat mendung, hawa dingin menghampiri kulitnya, padahal ia telah mengenakan jaket yang melapisi blouse putih nya.
Tas hitamnya tersampir dibahu, tangan kanannya menggenggam ponsel tanpa niat membuka notifikasi pesan yang masuk tanpa henti.
Suasana kampus mulai bising dengan keriuhan Mahasiswa dan Mahasiswi yang duduk berkelompok diujung dekat koridor kampus.
Bisikan sinis mengalun indah ditelinga Tiara, tapi ia tak terlalu peduli.
Langkahnya semakin teguh kearah kelas pagi yang ada di gedung A,
Suara bisikan mereka mengandung nada penghinaan.
"Drama Queen banget serius deh, liat aja kepalanya berhijab tapi... Tingkahnya —iuhh banget,"bisik salah satu mahasiswi itu.
Lagi dan lagi Tiara tidak peduli, ia sudah biasa mendengar berbagai cibiran selama ini, memang banyak yang tidak menyukainya.
Entah apa alasan mereka membenci Tiara.
Pandangannya lurus tak beralih, tapi genggaman tangan Tiara pada ponsel mengerat.
Jantung nya berdetak kencang, seiring dengan irama langkah kakinya.
**.
Dari luar Tiara bisa menangkap berbagai suara yang memenuhi ruang kelas.
Saat Tiara memasuki ruangan, kebisingan yang mulanya riuh mendadak hening.
Berbagai pasang mata menatap kearahnya.
Ada yang mendelik sinis, ada pula yang tertawa cekikikan embari berbisik menatap Tiara hina.
Tiara tak berusaha membalas, karena ia tau itu percuma.
Langkah nya berhenti sejenak, ia memejamkan mata untuk beberapa detik.
Lalu kembali melangkah dan memutuskan mengambil kursi paling depan.
Sebelum mendarat kan tubuhnya ke bangku kosong itu,
Bruukkkk....
Tiara jatuh dengan gaya yg tidak estetik.
Seorang mahasiswi dengan dandanan menor menubruknya, entah sengaja atau tidak.
"awwwwhhh, hati-hati dong!, punya mata nggak... Jalan pake mata?!,"pekik Tiara sembari meringis menahan sakit di lututnya.
"Mata untuk melihat, kaki untuk berjalan, selalu aja bego!."cibirnya sambil menyeringai kearah Tiara.
Tiara melotot, giginya beradu menghasilkan bunyi ngilu ditelinga pendengar.
Kemarahan nyaris merenggut kesadarannya.
Tapi detik berikutnya ia sadar, ia tak boleh lepas kendali.
Tiara menarik nafas, lalu menghembuskan nya perlahan—Tak ingin terlibat masalah lebih jauh, akhirnya ia mengabaikan Mahasiswi yang menabraknya tadi.
Hufftt sudahlah, sabar Tiara,"batin Tiara.
Bunyi sepatu pantofel bergema dari arah luar, pertanda dosen pagi ini datang tepat waktu.
Saat dosen yang bernama Jhon itu memasuki ruang kelas, suara cibiran dan penghinaan terhadap Tiara ikut menghilang.
"Haii, selamat pagi semua, kali ini kita ada sesi kuis yah,"seru sang dosen.
Lain halnya dengan Tiara yang tidak menanggapi ucapan sang dosen, ia sedang sibuk membuka pesan dari Cecil dan beberapa pesan lain nya.
Saat asik membaca pesan dari Seseorang—ia berdiri dari duduknya, tanpa sepatah katapun melewati sang dosen yang bersiap membagikan kertas kuis untuk sesi Minggu ini.
Sang dosen hanya memutar bola matanya, seperti sudah terbiasa akan tingkah laku Tiara.
Tiara meninggalkan ruang kelas—entah apa yang ingin dilakukan Tiara.
Saat ingin melangkah kan kakinya, ponselnya bergetar, di iringi notifikasi yang beruntun.
Tiara mengabaikan nya.
Drrttt .. drrttt....
Ponselnya kembali bergetar, kali ini bukan pesan... Melainkan telpon dari seseorang.
Tubuh Tiara membeku seketika, saat membaca nama yang tertera dilayar ponselnya.
Cucuran keringat di keningnya mendadak muncul tanpa bisa dihentikan.
Dengan tangan yang gemetar ia menjawab.
"ha—lo....... jangan macam-macam!,"bentaknya saat mendengar sang penelepon berbicara.
"Apa?!, kamu gila!!!."umpat Tiara.
Sesak menyerang dadanya....Embun hampir keluar dari pelupuk matanya.
"Sudah aku katakan, kita sudah sepakat—kita bicarakan ini di apartemen.....aku akan kesana setelah kampus!!!."Bentaknya.
"Ahkkkkkk.....Brakkkk...."
Tiara memekik sembari melempar ponselnya ke lantai.
"Sialan,"Suara lirihnya terdengar tajam.
Jemarinya memilin ujung blouse nya, wajahnya memerah.
Tungkai kakinya sedikit nyeri, membuat Tiara berjalan tertatih tatih.
Dengan sekuat tenaga Tiara perlahan melangkahkan kaki nya ke arah kantin.
Dilihatnya jam yang tertera di ponselnya–menujukkan pukul 9.00.
Masih ada waktu panjang sebelum pertemuan dengan Cila.
Tiara kembali melihat ke ponselnya sambil terus menerus melihat ke berbagai arah.
"Lama banget sih," Matanya menyusuri segala penjuru kantin, ia menggigit sudut bibirnya sambil terus bergumam.
Banyak pasang mata yang melihat kearah nya, namun Tiara sibuk dengan ponselnya.
Setelah lima menit menunggu, akhirnya yang Tiara melihat orang itu mendekat kearahnya.
"Heii, Ra..."sapa seorang pria.
"Hmm, lama banget sih dari mana aja..." Keluhnya kesal.
"Biasa, habis masuk kelas pagi, kamu kenapa sih?!,"tanyanya bingung.
Bagaimana nggak bingung, saat ini Tiara gemetar sembari mengusap wajahnya berulang kali.
"Nggakpapa Nathan, aku cuma lagi pusing aja."jawab Tiara berkilah, sambil mengusap keringat diwajahnya.
"Hmmm, oke gimana kamu udah cek ke dokter—kamu bilang pengen ditemenin sama aku. Emangnya Om Deva nggak nemenin kamu?,"rentetan pertanyaan yang sederhana tapi— tak mampu dijawab oleh Tiara.
"Batalin aja, aku pulang dulu,"Tiara yang mendadak badmood memutuskan pulang tanpa mendengar jawaban dari Nathan.
"Lah... dodol banget dah belum juga duduk.. minum juga belum udah main tinggal aja,"keluhnya kesal.
"hufffttt... Sabar, nasib punya sepupu kurang waras kaya dia."sambung Nathan yang kini menatap kepergian Tiara sembari mengusap dada.
...****************...
Tiara kini melangkah menuju parkiran, ia ingin pulang dan beristirahat. Dengan langkah tertatih Tiara mencoba untuk menahan rasa mual yang mendadak menderanya.
Huekk......uhhh.... Hwuekkk....
Ia menutupi mulutnya dengan kedua tangan.
matanya berkaca-kaca, bahunya merosot. Kakinya tidak dapat ia gerakan lagi.
Tiara terpaksa duduk di sekitar parkiran, perlahan tangannya beralih ke tas hitamnya mencoba menghubungi seseorang, seketika tangan nya berhenti.
"Aduhhh, ponsel aku kan rusak.... Gimana ini."bisiknya lirih.
Tiara mencoba mencari seseorang yang bisa membantunya, namun nihil.
"Bertahanlah Tiara"–batinnya
Tak ada yang mencoba membantunya, mereka malahan memandang sinis kearah Tiara.
"Udah aku bilangkan, kamu nggak bakal bisa sendiri—kali ini jangan menolak!,"ucap seseorang yang tiba-tiba menghampiri Tiara.
Tubuhnya membeku saat menatap orang itu menggendongnya ala bridal style.
Banyak pasang mata menatap kearah mereka, seperti ingin tau apa yang sedang terjadi.
"gawat"-batinnya.
Tetapi tidak menolak karena tenaganya telah terkuras.
"Kamu ngapain disini, aku kan udah bilang setelah kampus aku bakal ke sana."bisiknya setelah sekian lama terdiam.
"Emangnya bisa?, kita kedokter sekarang kamu harus di periksa Ra."ucapnya sambil menuju ke arah mobil Tiara.
"Enggak!, aku mau pulang.... Kamu cukup antar aku ke mobilku."Tolaknya di imbuh dengan perintah.
"Keras kepala banget sih, nggak pernah berubah."jawab orang itu. "Berat banget Ra, hahahaha."sambungnya sambil tertawa.
"Ihhh, kamu ini ngeselin—maaf yah aku tadi udah bentak kamu di telpon... Padahal kan–"
"husssh, udah diem sekarang masuk dulu kemobil... Kamu beneran udah berat sekarang."memotong ucapan Tiara.
Tiara membuka mobilnya dalam keadaan masih di dekapan orang itu.
Dengan gerakan lembut orang itu mendudukan Tiara.
"Kamu bisa nyetir sendiri kerumah?,"wajah nya terlihat gusar.
"Bisa, kamu tenang aja... Aku bakal selalu baik-baik aja."ucapnya meyakinkan orang itu.
Tiara menutup pintu mobil dan segera menjalankan mobilnya, dari dalam mobil Tiara masih bisa melihat orang itu.
"Makasih, kamu memang temen yang baik"-bisiknya.
...****************...
Tak..Tak..Takk
Suara high heel beradu dengan lantai marmer terdengar dari arah lorong mansion, aroma parfum tercium diudara meninggalkan kesan mendalam.
Wanita itu menurungi tangga, Surai nya berayun mengikuti gerak tubuhnya.
Ia berjalan dengan irama ketukan senada sambil tersenyum kearah
Sang papa.
Wanita itu mendekati sang papa yang sudah menunggu di ruang keluarga, guci emas antik berjajar disudut ruangan dan dinding penuh dengan foto keluarga besar sang pemilik mansion.
Terpajang foto sang putri keluarga dengan balutan gaun hitam seksi berdiri di pertengahan tangga.
"Ada apa pa?,"tanya nya lembut.
Senyumnya tak pernah luntur dari bibirnya.
"Bagaimana, kelanjutan proyek perusahaan kita yang dipusat kota?,"tanya pria paruh Baya yang dipanggil papa oleh sang wanita cantik itu.
"Ah... Peu importe pa... Je ne veux pas m'immiscer dans les problèmes de la compagnie du centre-ville.(Ah... Sudahlah pa... Aku tidak ingin ikut campur masalah perusahaan pusat kota)
"Baiklah, gimana pekerjaan kamu?,"ucapnya penuh pasrah karena sang anak menolak.
"Baik—tidak ada masalah yang harus papa khawatikan, aku ingin menemui My Lily setelah ini."jelasnya, wanita itu tau jika sang papa menghawatirkan dirinya.
"Ya sudah sayang, papa berangkat ke kantor dulu."pamit sang papa.
Drrttt .. drrrttt...
Handphone nya bergetar.
Terlihat wanita itu membuka dan membaca pesan yang masuk di ponselnya sambil menyeringai.
"Ah, kau pikir dirimu pintar, sayang sekali... kamu bertemu dengan orang yang salah"-gumamnya lirih.
Keren Thor... semangat terus ya