NovelToon NovelToon
Rumah Hantu Batavia

Rumah Hantu Batavia

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri
Popularitas:844
Nilai: 5
Nama Author: J Star

Dion hanya ingin menuntaskan misinya di Rumah Hantu Batavia, tapi malam pertamanya di penginapan tua itu berubah menjadi teror yang nyata. Keranda tua terparkir di depan pintu, suara langkah basah menggema di lorong, keran bocor, pintu bergetar, dan bayangan aneh mengintai dari balik celah.

Saat ponselnya akhirnya tersambung, suara pemilik penginapan tidak kunjung menjawab, hanya dengkuran berat dan derit pintu yang menyeret ketakutan lebih dalam. Sebuah pesan misterius muncul, “Hantu-hantu yang terbangun oleh panggilan tengah malam, mereka telah menemukanmu.”

Kini Dion hanya bisa bersembunyi, menggenggam golok dan menahan napas, sementara langkah-langkah menyeramkan mendekat dan suara berat itu memanggil namanya.

”Dion...”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seorang Psikopat

Pukul enam belas lewat tiga puluh, Dion berdiri sendirian di ruang properti Rumah Hantu Batavia. Pandangannya menyapu ruangan yang dipenuhi berbagai barang, seolah sedang memikirkan sesuatu dengan serius.

’Apa yang perlu dipersiapkan untuk menghabiskan malam bersama seorang pembunuh? Kartu identitas, ponsel, pengisi daya, korek api, pisau lipat, palu serbaguna… Benar, jangan lupakan boneka ini juga.’ Dion menyelipkan boneka yang muncul di depan cermin pada malam sebelumnya ke dalam tasnya. Setelah memastikan semua kebutuhan telah lengkap, ia menutup ritsleting tas dan meninggalkan ruangan.

“Dinda, kamu bisa pulang lebih awal hari ini, dan jangan lupa mengunci pintu saat pergi. Ada urusan yang harus diselesaikan, jadi Mas pergi dulu.”

“Mas, ini baru pukul tujuh belas. Apakah Mas hendak bepergian atau ada hal lain?”

“Kunci sudah Mas letakkan di meja ruang properti, sampai jumpa besok pagi.”

Menyadari Dion berusaha menghindari pembicaraan lebih jauh, Dinda hanya mengangguk lemah. “Baiklah.”

Namun ketika Dion berbalik, gadis itu tanpa sengaja menjatuhkan sejumlah pamflet Rumah Hantu dan berlari menuju ruang properti.

“Gadis ini…” Dion bergumam pelan.

Angin sore mengacak-acak pamflet yang berserakan di meja. Dion menggelengkan kepala, lalu mengambil sebuah kerikil untuk menahannya, sambil menghela napas panjang. ’Semoga saja ia tidak melihat namaku di berita esok pagi.’

Di balik ketenangan wajahnya, hati Dion terasa kacau. Misi Sulit pada malam sebelumnya telah membuka sebuah dunia baru, membuatnya sadar akan tingkat bahaya yang terkandung dalam setiap tugas yang diberikan oleh tablet hitam itu.

’Misi Uji Coba pasti lebih berisiko dibandingkan Misi Harian, aku harus jauh lebih waspada malam ini.’

Menjelang malam, Dion mengayuh sepedanya menuju Apartemen Seroja. Informasi pada Misi hanya mencantumkan nama lokasi, tanpa petunjuk jelas. Untuk menemukannya, Dion mengandalkan Google Maps dan sebuah keluhan daring yang dipublikasikan sembilan bulan lalu. Meski begitu, ia tetap menghabiskan dua jam sebelum akhirnya mencapai tujuan.

’Apa ada orang yang rela tinggal di tempat yang begitu gersang dan terpencil?’

Jalan menuju gedung apartemen berkelok-kelok, dipenuhi semak liar yang merambat hingga ke bahu jalan. Penerangan nyaris tidak ada, di sela-sela cabang pohon, Dion sesekali melihat siluet sebuah bangunan kusam berwarna abu-abu.

Sepanjang perjalanan, ia sempat bertanya kepada beberapa orang, namun kebanyakan dari mereka bahkan tidak pernah mendengar nama Apartemen Seroja. Pada akhirnya, seorang pria tua berusia sekitar enam puluh tahun menunjukkan arah yang benar. Dengan nada ramah, pria itu memberi peringatan jika tempat itu berhantu dan terkutuk, sehingga orang-orang memilih menghindarinya bahkan pada siang hari.

Dion tidak menjawab, jika bukan demi misi yang muncul di tablet hitam itu, siapa yang mau dengan sukarela menghabiskan malam di lokasi seperti itu?

Jam telah menunjukkan pukul delapan belas lewat lima puluh, sementara perintah misi mengharuskannya berada di sana sebelum pukul dua puluh tiga malam. Masih ada waktu untuk melakukan pengamatan singkat, menyusuri jalan setapak yang kian menjorok ke dalam hutan, Dion terus bergerak. Setelah beberapa lama, akhirnya ia tiba di depan bangunan yang disebut-sebut berhantu itu.

Halaman apartemen dikelilingi tembok tinggi berwarna abu-abu dengan hanya satu pintu gerbang sebagai akses masuk. Gerbang besi tampak tua dan berkarat, namun sebuah kunci gembok yang terlihat baru terpasang rapat di sana.

’Aneh, kuncinya baru, tapi gerbangnya sangat tua. Tunggu… apa ini?’

Di antara jeruji besi, menempel selembar kertas putih yang tertahan oleh kawat tipis. Dion sempat mengira itu hanyalah pamflet, tetapi ketika menyorotkan senter ke arah kertas tersebut, menyadari itu adalah pemberitahuan orang hilang.

Liana Utami, perempuan 27 tahun, tinggi 157 cm, bertubuh kurus. Memiliki tahi lalat di bawah mata kanan, biasanya mengenakan pakaian berwarna merah. Jika Anda memiliki informasi apa pun, harap menghubungi Pak Raka, dan akan diberikan imbalan berupa uang.

Pemberitahuan itu tertera lengkap dengan nomor kontak dan alamat Pak Raka. Hal yang menarik perhatian Dion, adalah alamat tersebut sama dengan lokasi apartemen terkutuk ini.

’Ini benar-benar aneh.’

Indera Dion seakan berdenyut, menandakan firasat buruk. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan memotret pemberitahuan itu sebelum melangkah masuk ke kompleks.

Tempat ini jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Bangunan utamanya memiliki tiga lantai, sedangkan di sisi samping tampak dua bangunan kecil yang kemungkinan berfungsi sebagai gudang dan ruang pompa air.

’Berdasarkan catnya yang mengelupas, aku yakin tempat ini setidaknya berusia dua puluh hingga tiga puluh tahun.’ Namun yang mengejutkan, kondisinya tidak seburuk yang ia duga. Area itu bersih tanpa sampah berserakan, bahkan rumput di halaman tampak terpangkas rapi.

Setelah memarkir sepedanya di halaman, Dion melangkah menuju gedung utama dengan ransel tersampir di punggung.

“Halo, apakah ada orang di sini?”

Koridor panjang yang ia masuki tampak gelap, dan sekitar sepuluh detik kemudian, sebuah pintu dekat tangga terbuka sedikit.

“Selamat sore,” ucap Dion sambil mendekat, tapi sosok di balik pintu tampak tidak bersahabat. Pintu itu hanya terbuka sempit, dan cahaya di dalam ruangan padam. Dion hanya dapat menangkap bayangan seorang perempuan dengan mata yang terlihat memerah, seakan kurang tidur, dan wajahnya terlihat sangat lelah.

“Aku ingin bertanya, berapa tarif untuk menginap semalam di sini?” Dion berusaha berbicara dengan nada selembut mungkin. Namun jawaban yang ia terima bukan kata-kata, melainkan suara cekikikan lirih, sebelum pintu menutup keras di hadapannya.

“Hah?” Dion tertegun. Sebelum sempat mencerna kejadian itu, ia mendengar langkah kaki dari lantai dua.

Lampu koridor menyala otomatis ketika mendeteksi gerakan, dari atas tangga seorang pria paruh baya dengan kaki pincang muncul menuruni tangga perlahan.

Ia menatap Dion dan berkata, “Kamu ingin menginap di sini? Berapa lama rencanamu tinggal?”

“Anda pemiliknya?” tanya Dion, sedikit lega karena akhirnya ada seseorang yang bersuara normal.

“Ya, berapa lama?”

Dion berjalan mendekat, “Aku hanya butuh satu malam.”

“Hanya semalam?” Pria pincang itu mengamati Dion dari ujung kepala hingga kaki, seolah meneliti sesuatu. “Baiklah, berikan kartu identitasmu, dan pembayarannya dilakukan di lantai dua.”

Dion hendak mengikuti pria itu menaiki tangga ketika ada suara keras terdengar dari luar. Bunyi logam bergemerincing, seperti gerbang besi yang digedor paksa.

Pria pincang itu seketika mengerutkan dahi, wajahnya mengeras, dan penuh ketidaksenangan. Ia berhenti di tengah anak tangga, Dion pun terpaksa menunggu.

Tidak lama kemudian, masuklah seorang pria paruh baya lain. Penampilannya kusu, pakaian compang-camping, langkah gontai, dan wajah letih, serta di tangannya tergenggam setumpuk kertas.

“Tama, sudah berapa kali aku bilang? Pacarmu tidak ada di sini! Jika kamu terus keras kepala, aku akan menghubungi polisi!” seru pria pincang itu, berdiri di tengah tangga, dan menghadang jalannya.

Pria yang baru datang itu tidak menggubris, terus melangkah pelan menaiki tangga dengan kepala tertunduk.

“Hei, aku bicara padamu!” Dengan emosi memuncak, pria pincang itu mengayunkan kakinya. Tendangannya menghantam tubuh pria tersebut, membuatnya terhuyung dan menabrak dinding. Tumpukan kertas yang dia bawa terlepas, berhamburan di seluruh anak tangga, dan salah satu lembaran kertas jatuh tepat di dekat kaki Dion.

’Ini… sama persis dengan pemberitahuan orang hilang yang kulihat di luar,’ pikir Dion sambil menunduk, matanya menyipit. Ia meraih kertas itu diam-diam, menyimpannya sebelum kembali mengamati pertengkaran di hadapannya.

Pria yang ditendang itu tidak melawan, lalu bangkit perlahan, gerakannya kaku dan tanpa ekspresi, seolah tidak lagi memiliki semangat hidup. Dengan sikap menyerah, ia memunguti lembaran-lembaran kertas yang berserakan. Sosoknya membuat Dion merinding, seperti melihat mayat hidup yang merayap tanpa suara.

“Jangan pedulikan dia, orang itu sudah gila.” Pria pincang itu akhirnya menyerah, lalu melambai pada Dion, memberi isyarat untuk naik.

’Gila?’ Dion melangkah menaiki tangga, melewati pria aneh yang masih memungut kertasnya. Sesaat ia melirik sekilas, ’Informasi misi memang menyebutkan adanya seorang psikopat, mungkinkah orang ini yang dimaksud?’

1
Gita
Membuat penasaran dan menegangkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!