NovelToon NovelToon
Prahara Rumah Tangga Pelakor

Prahara Rumah Tangga Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Selingkuh / Mengubah Takdir
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: misshel

Sania pernah dihancurkan sampai titik terendah hidupnya oleh Irfan dan kekasihnya, Nadine. Bahkan ia harus merangkak dari kelamnya perceraian menuju titik cahaya selama 10 tahun lamanya. Sania tidak pernah berniat mengusik kehidupan mantan suaminya tersebut sampai suatu saat dia mendapat surat dari pengadilan yang menyatakan bahwa hak asuh putri semata wayangnya akan dialihkan ke pihak ayah.

Sania yang sudah tenang dengan kehidupannya kini, merasa geram dan berniat mengacaukan kehidupan keluarga mantan suaminya. Selama ini dia sudah cukup sabar dengan beberapa tindakan merugikan yang tidak bisa Sania tuntut karena Sania tidak punya uang. Kini, Sania sudah berbeda, dia sudah memiliki segalanya bahkan membeli hidup mantan suaminya sekalipun ia mampu.
Dibantu oleh kenalan, Sania menyusun rencana untuk mengacaukan balik rumah tangga suaminya, setidaknya Nadine bisa merasakan bagaimana rasanya hidup penuh teror.
Ketika pelaku berlagak jadi korban, cerita kehidupan ini semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sudah Tahu Semuanya

Hasil yang tidak sesuai dengan ekspektasi, membuat Nadine mengamuk sesampainya di kantor Irfan. Dia muak harus menahan diri gara-gara ada psikolog sialan itu. Lagipula lancang sekali anak itu, berani-beraninya dia mengkritik dan merusak meeting yang disusun begitu sempurna.

Brak!

Irfan yang sedang menelpon di ruang kerjanya dibuat kaget oleh kedatangan Nadine. Tas mahalnya dibanting ke meja begitu keras, saking kerasnya rambut Nadine sampai berantakan

"Anak PR itu—sebutkan namanya!" Kemarahan Nadine kali ini benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Wajahnya tampak kacau dan dadanya kembang kempis. "Anak yang ikut rapat ke kantorku!"

Irfan segera paham siapa yang dimaksud Nadine. "Dia anak baru, mung—"

"Anak baru kamu bilang?" Nadine melotot sambil menggebrak meja. "Sudah ku bilang kirim saja pegawai yang udah lama, bukan anak baru yang tidak tahu apa-apa sampai membuat rapat ku kacau! Kau tahu, semua yang aku susun jadi berantakan! Padahal rencananya setelah rapat ini selesai hari ini, aku akan langsung mulai produksi!"

Bibir Nadine jadi putih dan gemetar saking marahnya. Irfan juga kenapa harus serius sekali dengan mengutus rekrutan baru yang masih senang unjuk kebolehan seperti ini!

"Nadine, tenangkan dirimu—"

Irfan yang berdiri untuk menenangkan Nadine dibuat kicep oleh Nadine yang kembali berkata keras. Padahal Irfan melihat beberapa orang di luar sedang mencuri pandang ke dalam. Ia tak nyaman melihat reaksi mereka.

"Apalagi ada psikolog sialan itu, makin bikin aku nggak bisa berbuat apa-apa, nggak bisa menghentikan ulah anak itu ... hanya bisa patuh dengan saran orang-orang hukum!"

Irfan sakit kepala. "Nanti aku akan bilang ke anak itu—"

"Suruh dia kesini, aku yang akan bicara sendiri dengan berandal sok itu!"

Sekali lagi Irfan menghela napas dan membuangnya tanpa daya sebelum menelpon divisi anak baru bernama Nico itu.

Irfan menatap Nadine yang masih marah seperti banteng dengan tatapan lemah. Nadine memang ambisius dan apapun yang dia inginkan harus terwujud. Tidak peduli apapun rintangannya, Nadine akan menyingkirkan hingga pandangannya terbebas dari polusi orang tersebut.

Pintu diketuk dari luar sesaat kemudian hingga membuat Nadine yang semula membelakangi pintu kini memutar badan dan berkacak pinggang.

"Bapak memanggil saya?" Nico menatap Irfan sopan, dan kaget melihat ekspresi Nadine ketika bertemu tatap. "Bu—"

"Kau tau siapa aku, kan?" sergah Nadine langsung dengan nada tinggi. Nico mengangguk ragu. "Jadi kenapa kamu membuat acara rapatku gagal total?"

Irfan ingin mencegah, tapi ia hanya mampu menggerakkan tangan tanpa mampu bersuara, jadi tampak dari penglihatan orang, Irfan seperti orang yang kebingungan.

"Maksud Ibu apa?" Nico bingung atas kemarahan Nadine.

"Maksud saya?" Nadine berang dibalas demikian oleh anak itu. "Kamu masih bertanya maksud saya dengan tampang bloonmu itu? Kemana perginya gayamu yang sok pintar saat bicara panjang lebar di meja rapat tadi?"

Nico celingukan karena bingung. "Saya benar-benar tidak mengerti, Bu. Bukannya Ibu barusan dipuji oleh banyak orang karena kebijaksanaan Ibu, ya?"

"Kebijaksanaan katamu?" Nadine benar-benar habis kesabaran sehingga maju dan menjambak rambut Nico sampai Nico meringis kesakitan."Aturan tak tertulis yang harusnya kau tau sejak awal adalah tidak usah banyak bicara meski kamu tau semuanya! Gara-gara mata jelalatan kamu ... yang seharusnya tidak dibahas jadi dibahas! Aku batal meluncurkan produk skincareku dalam waktu dekat!"

Irfan mencoba melerai Nadine tetapi gerakan yang cukup kuat dari Nadine berhasil membuat Irfan terpental hingga menabrak meja.

"Bu—lepasin!" mohon Nico dengan muka merah padam karena kesakitan. Ia bisa saja membela diri, tapi dia—bagaimanapun, adalah istri bosnya. Ia belum mau dipecat karena belum ada sebulan ia bekerja.

"Lepas?" Nadine menggertakkan gigi. "Kamu pikir setelah apa yang kamu perbuat, kamu bisa dilepaskan begitu saja? Kamu harus diberi pelajaran!"

Irfan kembali mendekat. Ia panik dan cemas akan kondisi anak itu. "Nadine, biar aku yang urus dia, sekarang cukup kamu katakan dia harus apa, biar impas."

Nadine membuang napas keras sembari menjatuhkan kepala Nico hingga Nico yang tidak seimbang itu terhuyung dan menghantam pintu.

"Berdiri kau!" hardik Nadine yang melihat Nico bersandar di pintu sembari meringis kesakitan. Dia tidak peduli mau sakit atau tidak, karena orang itu sudah membuatnya merugi. "Nggak usah cengeng, Brengsek!"

Irfan tidak bisa berbuat banyak, tapi dia membantu Nico berdiri. "Sudahlah Nad—"

"Tidak bisa, Irfan!" Nadine kembali meraung. "Dia harus membuat tim hukum setuju untuk melanjutkan proyek sesuai rencana, tidak peduli bagaimana caranya!"

Nico kaget bukan main. Meyakinkan tim hukum untuk setuju dengan rencana awal Nadine adalah suatu tindakan bodoh dan ambisius. Jelas alasan bagian hukum adalah memastikan semuanya terbebas dari masalah yang berkaitan dengan pihak lain. Tapi kenapa Nadine justru marah? Aneh sekali wanita ini.

"Kalau dalam waktu 24 jan tidak membuahkan hasil, pecat dia, Irfan!"

Nico pucat. "Bu, semua demi kebaikan Ibu!"

Nadine mengambil tasnya tanpa mau memedulikan apa kata Nico. Ia justru kembali menatap Nico penuh ancaman.

"Kebaikan apa yang paling baik selain segera mendirikan perusahaan dan menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran?" Mendengus sinis, Nadine membenarkan rambut sebentar. "Kau anak baru tidak tahu bagaimana cara kerja jabatan yang kami berikan sehingga bisa berfungsi dengan baik."

Nadine menyenggol tubuh Nico keras, hingga tubuh Nico terhuyung ke samping. "Lakukan apa kataku atau kau dipecat secara tidak hormat tanpa gaji sepeser pun!"

Nico terhenyak. Dia tidak mungkin bisa memenuhi apa yang Nadine minta. Itu tidak benar dan bertentangan dengan nuraninya. Menjiplak karya orang itu satu hal yang bodoh, sama saja dengan bunuh diri perlahan-lahan. Membunuh karakter diri sendiri secara perlahan.

Irfan menepuk pundak Nico ketika Nadine sudah pergi, sehingga Nico tersentak dan lamunannya buyar "Dia putri Tuan Brooch, kalau kamu bisa pakai nama itu dengan baik, yang Nadine minta bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan."

Nico seakan tidak bisa lebih kaget lagi ketika mendengar saran Irfan. Dia tahu siapa Nadine tapi cara kerjanya tidak seperti itu juga, kan? Dan dalam hal ini suaminya justru mendukung penuh. Mendukung sebuah kecurangan.

Nico berdiri di ambang dilema tetapi memutuskan segera kembali ke mejanya.

...

Dalam beberapa hari, Sania menyiapkan dokumen untuk mendukung bukti bahwa dia tidak kekurangan baik secara finansial maupun secara mental. Baginya menjadi ibu bukan sekadar bisa melahirkan saja, tapi juga mengasihi dan berjuang agar anak-anak berada dalam kondisi yang aman.

"Mom," panggil Mutiara pelan, seraya mendekat ke meja kerja Sania.

Sania mengangkat wajahnya tanpa buru-buru memasukkan dokumen yang ia kumpulkan agar tidak menarik perhatian Mutiara.

"Belum tidur?!" Sania melirik jam yang telah menunjukkan pukul 11 malam.

Mutiara tampak ragu untuk mengatakannya. "Apa ayahku beneran Irfan itu?"

Sania kaget, tapi hanya tersenyum tipis untuk menyembunyikan keterkejutannya.

"Apa Mutiara ingin ketemu Daddy?" Sania dengan lembut mencoba menggali sisi lain Mutiara yang mungkin tersembunyi dibalik ekspresi cerianya.

Mutiara menggeleng. "Aku tidak tau, Mom ... bagiku ada Daddy atau tidak itu sama saja!"

Sania tersenyum lagi. "Kamu boleh katakan apa saja yang kamu inginkan, Sayang ... jangan ragu, karena Momy juga tidak akan ragu mewujudkannya."

"Termasuk bertemu Daddy?"

Sania mengangguk yakin saat mendekati Mutiara dan mengusap rambutnya.

Mutiara tampak dilema. "Sebenarnya, beberapa kali Daddy menemuiku bahkan pertama kali yang mengalungkan medali emas di Olimpiade yang didanai Brick Internasional, tapi aku abaikan karena meski dia ayahku tetapi dia tidak mau datang menemui aku."

Sania kaget mendengarnya. "Sayang, apa alasan kamu mengabaikan ayahmu? Momy boleh tau?"

Mutiara memutar bibir sebelum akhirnya membuka mulut. "Aku benci Daddy, tapi aku tau Daddy sebenarnya ingin menemuiku. Aku ingin menghukumnya sebentar."

Sania mengerutkan keningnya. Bibirnya tersenyum tipis. Mutiara terlalu mirip dirinya ketimbang ayahnya.

"Aku ingin menyapa Daddy, tapi aku tidak pernah mau tinggal sama dia." Mutiara sedikit melirik dokumen itu. "Aku tau Daddy tidak bahagia dengan istrinya, tapi aku juga tidak mau Daddy balik sama Momy lagi."

Sania memeluk Mutiara erat-erat. "Maafin Momy yang selama ini tidak memberitahu kamu soal Daddy, ya ... Daddy pria baik, hanya lagi tersesat saja dulu."

Mutiara tersenyum dengan mata basah. Dia tahu semuanya. Dia tahu soal gugatan itu dan mencari tahu sendiri pada Bibi Sula. Semua diceritain sampai tidak ada yang terlewat, termasuk bagian bagaimana ayah dan istri barunya memperlakukan mereka berdua.

Gugatan itu ... Mutiara juga tahu.

"Mom, aku tidak mau diasuh oleh siapapun selain Momy, aku takut—"

1
🅡🅞🅢🅔
Nadine, kamu pikir Sania masih sania yg dulu apa gimana?
🅡🅞🅢🅔
bilang aja elu gak ada apa2nya Nadine, hadeh🤣
🅡🅞🅢🅔
iyuuuuw🤣
🅡🅞🅢🅔
bjir, drama banget😀🤣
🅡🅞🅢🅔
sampe ke ginjal kali kak🤣🤣🤣
🅡🅞🅢🅔
lawaknyeee🤣🤣
🅡🅞🅢🅔
Ya ampun, ada gitu orang udah ditolak mentah2 masih aja ngeyel? mau jadi laki2 baik, tapi dia ayah yg gak punya pendirian. plin-plan

tp gk apa2 sih kl mau cerai juga, Nadine pasti nyesek🤣
🅡🅞🅢🅔
Aku rasa, Irfan udah muak sama bapaknya Nadine, kek apaan gitu, udah puluhan tahun gak dianggap,, br dianggap setelah mereka kena kasus, kan asem😌
Ratu Tety Haryati
Nah kan beneeer??? Hobi banget nih perempuan menghancurkan sesuatu...
Ratu Tety Haryati
Bukannya dihadapan Rob kemarin , Irfan beserta kopinya sudah ditolak, Sania mentah2 ya???
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
akal bulus Nadine berhasil gak yaa? 😁
🅡🅞🅢🅔: eaaaa, penasaran kek apa Sania akan menjatuhkan Nadine kali ini, Thor 🤣
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸: oh, kasian... 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
total 3 replies
YPermana
Irfan kamu terlalu haluuuu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
penyesalanmu percuma Irfan. Nadine, jangan salahkan sania jika Irfan kembali mencintainya
Ratu Tety Haryati
Terima kasih Upnya, Akak Othor🥰🥰🙏
Sifat dasar Nadine suka menghancurkan. Bukan hanya benda, pernikahan orang lainpun dihancurkan.
Dan sekarang rumahtangganya mengalami prahara akibat ulahnya yang memuakkan.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
panik nadia panik.
Ratu Tety Haryati
Selamat Rob.... Anda pria beruntung.
Ratu Tety Haryati
Tapi obsesi memiliki seseorang, dengan cara tak patut. Dan mempetahankan sampai harus seperti orang tak war*s
☠ᵏᵋᶜᶟ⏳⃟⃝㉉❤️⃟Wᵃfᴹᵉᶦᵈᵃ🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
yeeess akhirnya Sania milih rob,aku suka aku suka😀karna aku kurang suka sama max
YPermana
gercep rob.... sebelum sania berubah fikri 😁😁😁
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Sania sudah memilih. pilihannya rob. disampaikan secara lugas, benar-benar wanita berkelas, tak perlu menunggu lelaki untuk mengungkapkan rasanya dulu..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!