Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam Ingatan
Angin sepoi yang masuk lewat celah jendela terasa sejuk. Sedikit menghilangkan pening dan gemuruh di dada Jaka saat itu.
Membelainya, membawa pada buaian malam.
##########
Pagi itu langit cerah, matahari bersinar dengan warna keemasan, angin berhembus sepoi-sepoi.
cuk cuk cuk... Cuk cuk cuk...
Burung terucuk milik bapak pun bernyanyi ikut memeriahkan.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 06.00 wib. Tapi bapak masih di halaman. Tangannya yang terampil pun masih memegang sekop kecil menggemburkan tanah yang sudah keras pada beberapa tanaman sayur yang ada di halaman.
ada terong, cabe, dan tomat.
" Pak ayo pak.. Sudah siang .. Nanti keburu telat ke pabrik," suara ibu terdengar pelan dari balik dinding dapur.
Mendengar panggilan ibu, bapak segera merapikan peralatan berkebunnya, berdiri dan melangkah masuk lewat pintu belakang yang langsung masuk dalam dapur.
Byuurr... Byuurr...
terdengar suara dari kamar mandi yang ada dalam ruangan itu juga.
" Jakaa.. Ayo buruan.. Ini Bapaka mau mandi keburu telat ke pabrik," kata ibu.
"iya Bu, ini juga sudah selesai," sahut Jaka dari kamar mandi.
Tak lama kemudian Jakan keluar masih menggunakan belutan handuk pada tubuhnya
"Tumben to Pak, kok santai sekali, apa Bapak libur hari ini?" tanya ibu sambil memperhatikan Bapak yang masih duduk dan menikmati kopi serta singkong rebus buatan ibu.
Bapak terlihat lesu.
"iya ndak libur to Bu, hari ini ada tamu meninjau pabrik jadi semua karyawan iya harus masuk," jawab Bapak pendek.
Dengan sedikit malas Bapak berdiri, berjalan mengambil handuk dan masuk kamar mandi.
Tak lama berselang Bapak, Ibu, dan Jaka sudah duduk kembali di meja satu-satunya yang ada di dapur. Mereka bersiap untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah dan ke tempat Bapak bekerja.
tak seperti biasanya yang selalu mengomentari masakan ibu dari yang kurang asin atau kurang pedas, Bapak hanya menyendok nasi dengan gerakan lambat. Pandangannya mengawasi anak dan istrinya bergantian .
senyum kecil tersungging di bibir Bapak melihat kecintaannya makan dengan lahap.
Dan sarapan pun selesailah sudah.
Bapak mengeluarkan sepeda ontel jaman dahulu kala yang masih tetap dirawat dengan baik oleh Bapak. Membersihkannya sebentar dengan lap.
"Ayo Jaka Bapak antar," ajaknya pada Jaka yang sudah bersiap berangkat sekolah.
"hahahaha.. Kok tumben Pak. Biasanya Jaka disuruh jalan supaya sehat kata Bapak. Kok sekarang mau dibonceng?" jawab. Jaka sambil tertawa.
"Ayo.. Mau apa ndak mumpung Bapak belun jalan," Bapak menawarkan lagi.
"halaaahh. Bapak ini, keburu telat kalau masih antar Jaka ke sekolah," kata Ibu menimpali.
"Iya biar to Bu.. Sekali-sekali," jawab Bapak sambil tersenyum.
"Iyo ayo wes Pak," jawab Jaka kegirangan. Karena dia tak harus berlari-lari pendek menuju sekolah.
"Bu.. Bapak berangkat dulu ya," pamit Bapak.
"Bu.. Jaka sekolah dulu ya," pamit Jaka sambil mencium tangan Ibunya.
"iya.. ati-ati yo..," jawab ibu.
Bapak dan Jaka berboncengan melewati jalan-jalan kecil. Beberapa orang menyapa Bapak dan Jaka.
"Le... Sekolah sing pinter yo... Biar busa kerja di tempat yang lebih baik.. Terima bayaran juga banyak. Ojo kayak bapakmu ini, mung buruh pabrik." kata Bapak sambil mengayuh sepedanya.
"Iya Pak, jangan khawatir, Jaka akan jadi orang sukses. Kalau Jaka sudah sukses, Bapak sama Ibu tak ajak ke tempat Jaka." jawab Jaka dengan penuh semangat.
Tak terasa Bapak sudah ada di depan sekolah Jaka. Bapak berhenti, membiarkan Jaka turun dari sepedanya.
"Pak Jaka sekolah dulu ya," pamit Jaka sambil mencium tangan Bapaknya.
"iya le... ingat pesan Bapak tadi yo,"jawab Bapaknya sambil membelai rambut anak semata wayangnya.
"iyo Pak, Jaka ndak akan lupa,"jawab Jaka, tangan sikap siap seakan dalam posisi hormat bendera.
Bapak tertawa, matanya memandang Jaka yang berlari memasuki gerbang sekolah, bahkan sampai Jaka tak kelihatan lagi.
Bapak diam sejenak di depan sekolah Jaka, Dibacanya sekali lagi, nama sekolah itu dalam hati.
SMP NEGERI 1
DESA KELAYATAN.
Bapak tersenyum. Ada bangga di hatinya. Meskipun pekerjaannya hanya buruh pabrik. Bapak bisa menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMP. Bahkan Jaka sekarang sudah duduk di kelas 8. Jenjang pendidikan yang tak pernah dirasakan oleh Bapak.
Dengan bersegera Bapak mengayuh sepedanya lagi menuju tempat kerja.
Jaka yang berlari kembali ke gerbang, melihat Bapaknya sudah jauh. Dia tersenyum, dan berlari kembali ke kelas.
Hari sudah siang, Jaka sudah melewatkan jam istirahat kedua. Dan hanya tinggal dua mata pelajaran lagi, sebelum dia pulang.
Kelas gaduh, siswa saling ngobrol satu dengan yang lain. Tiba - tiba ...
Tok tok tok ...
"Perhatian.. Ayo perhatian ...." suara Pak Guru menggetok penggaris ke meja.
Seketika kelas jadi hening.
"Jaka, sini sebentar, bawa sekalian tas dan buku - bukumu, ini ada yang jemput kamu," kata Pak Guru.
Jaka kebingungan, kenapa tiba -tiba, ada apa?
Tanpa banyak bicara, Jaka menuruti perintah Pak Guru.
Pak Guru menuntun Jaka keluar, di sana sudah ada Lek Ngatijo tetangga sebelah rumah.
"Terima kasih, Pak," kata Lek Ngatijo sambil menunduk dan menggandeng Jaka.
"Ono opo to Lek, kok aku disusul ki, aku lho iso muleh dewe," kata Jaka yang duduk diboncengan sepeda ontel Lek Ngatijo.
"Iyo, mengko delengen dewe to le," jawabnya pendek.
Sampai di depan rumah, Jaka heran,
"ada apa ini, kok ramai sekali?"
Dengan bergegas, Jaka lari masuk dalam rumah.
Dilihatnya Ibu menangis, di depannya ada sesuatu yang ditutup kain sarung.
Jaka datang pada Ibunya, yang langsung dipeluk,
"bapak le... bapak ...." kata Ibu disela isaknya.
Jaka yang mulai merasa ndak enak, membuka pelan kain sarung itu, dia terhenyak ke belakang.
Bukan hanya dibuka sedikit, kini dibukanya lebar - lebar untuk memastikan.
"Pak ... Bapak ... ojo guyon ngene to Pak, Pak .. bangun Pak, banguuunn....!" teriaknya.
Orang - orang memeluk Jaka berusaha menenangkan dan memahami situasi yang tak dapat diterima oleh otaknya.
"Buuu ... Bapak suruh banguun to Buuu ..., Pak banguuun Pak!" teriak Jaka dalam tangisnya.
Jaka dan Ibu saling berpelukan. Mereka menumpahkan rasa kehilangan yang belum bisa mereka terima.
Para tetangga, dan teman - teman Bapak yang hadir saat itu, mereka menangangi semua tanpa diminta. Benar - benar hidup penuh gotong royong yang nyata.
Setelah disholatkan, Bapak dibawa dalam keranda menuju makam, Iring - iringan itu berjalan sambil melantunkan doa, terasa begitu menyayat hati.
Lubang telah digali, Bapak pun disemayamkan di dalam.
"Bapaaaakkk ...!" teriak Jaka yang lari mendekati lubang.
Beberapa orang, langsung memegang Jaka yang menangis, meraung, dengan kerasnya.
"Istighfar le... Istighfar," kata salah seorang Bapak yang memeganginya.
Prosesi pemakaman telah selesai, satu persatu, orang - orang meninggalkan tanah pemakaman. Akhirnya tinggal Ibu dan Jaka yang masih ada di sana.
Menatap tanah merah bertabur bunga dengan perasaan kehilangan yang mendalam.
Ibu menepuk gundukan tanah merah itu beberapa kali, lalu mengajak Jaka untuk pulang.
Di rumah masih ada beberapa orang yang membantu untuk tahlil nanti malam.
Ada beberapa saudara Bapak juga yang masih tinggal di sana.
"Darmi, sini sebentar, ada yang mau saya bicarakan," kata saudara Bapak.
Ibu mendekat, dan menunggu apa yang akan mereka bicarakan.
"Begini Darmi, ini kan si Samsul sudah ndak ada, jadi kami minta, kamu dan Jaka segera meninggalkan rumah ini, kamu tahu, ini rumah keluarga, jadi bukan kamu saja yang berhak tinggal di sini," jelasnya.
"Bu De ... Bu De tau kan, Bapak baru saja meninggal, tapi Bu De sudah bicara seperti itu!" teriak Jaka, begitu mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh saudara Bapak.
Ibu langsung memegang tangan Jaka.
############
"Jaka ... Jaka ... Jaka...."
Jaka berusaha berontak, tangan Ibu dikibaskan.
"Jaka ... bangun ... Jaka," Ibu terus menepuk Jaka beberapa kali.
Jaka membuka mata, memandang Ibu yang ada di depannya. Dikerjapkannya beberapa kali memastikan bahwa dirinya benar - benar tidak pada situasi itu.
"Kenapa Jaka, kamu mimpi apa?"
"Tak apa, Bu," jawab Jaka pendek.
Dia memalingkan wajahnya. ada butiran hangat yang merembes keluar dari sudut matanya.
Peristiwa yang tak bisa dilupakan, seringkali mengganggu tidurnya, seperti saat ini. Menjadi mimpi buruk.