Bukan terlahir dari keluarga miskin, tidak juga terlilit hutang atau berada dalam situasi yang terdesak. Hanya saja alasan yang masuk akal bagi Alexandra menjadi simpanan bosnya karena dia telah jatuh hati pada karisma seorang Damian.
Pertentangan selalu ada dalam pikirannya. Akan tetapi logikanya selalu kalah dengan hatinya yang membuatnya terus bertahan dalam hubungan terlarang itu. Bagaimana tidak, bosnya sudah memiliki istri dan seorang anak.
Di sisi lain ada Leo, pria baik hati yang selalu mencintainya tanpa batas.
Bisakah Alexandra bahagia? Bersama siapa dia akan hidup bahagia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alexandra (Simpanan Bos) 10
Sandra tidur meringkuk membelakangi Damian. Setelah kejadian ini dia benar-benar ingin menyudahi hubungannya dengan Damian. Dia tidak ingin melihat Aurora kecil seperti dirinya.
"Ini yang terakhir."
"Apa karena pria itu kau mengakhiri hubungan kita?."
"Bukan."
"Lalu?."
Hening untuk sejenak, Sandra mengusap air matanya.
"Aku tidak mau menyakiti Aurora dan istrimu."
"Kau yakin hanya karena mereka?."
"Iya, hanya karena mereka. Karena saya juga korban dari perempuan jalang seperti saya sekarang ini."
Lalu Damian bangkit, memutar tubuhnya menghadap Sandra yang menangis tanpa suara. "Apa maksudmu?."
"Saya dan Mama ditinggalkan Papa karena perempuan lain. Dan sekarang saya bisa saja menghancurkan Ibu Juwita dan juga Aurora."
"Tapi kau tidak melakukan itu!."
"Iya saya tahu, karena bos tidak benar-benar menginginkan saya. Saya hanya pelampiasan saja, tapi tetap saja itu akan melukai hati mereka. Bos sudah mengkhianati kepercayaan mereka dan itu akan membuat hubungan kalian rusak."
Damian menggeleng seraya membangunkan tubuh Sandra membuatnya duduk. Bahkan pria itu menghapus air mata Sandra yang masih menetes.
"Saya tidak mau merusak rumah tangga bos, saya tidak mau menjadi perempuan itu. Jadi saya harus mengakhirinya sebelum bos terbiasa dengan saya."
Sandra tertawa sekaligus menangis, dia tahu bosnya tidak pernah mencintainya. Dirinya memang sangat menyedihkan, menyerahkan kehormatannya pada pria yang tidak pernah mencintai. Dan yang lebih parahnya lagi suami orang lain.
"Sudah terlambat, Sandra. Saya sudah terbiasa denganmu."
Sandra kaget sekaligus merasa senang dengan apa yang didengarnya. "Apa?."
Damian tersenyum. "Kau tidak sama dengan perempuan itu, Sandra. Kau berbeda."
Damian berkata begitu bukan karena untuk menenangkan Sandra. Tapi karena hubungannya dengan Juwita sudah memburuk setelah tahu Aurora bukan anaknya. Jauh sebelum Sandra hadir dalam hidupnya.
"Kau tidak merusak hubungan saya dan Juwita. Tapi Juwita sendiri yang telah merusaknya lebih dulu."
"Bagaimana bisa?."
Tatapan keduanya bertemu, saling memandang wajah satu sama lain.
"Juwita lebih dulu mengkhianati saya dengan pria lain sampai dia mengandung Aurora. Saya bersedia memaafkan dan menerima apa yang terjadi asalkan Juwita berkata jujur. Tapi itu tidak pernah dilakukannya, dia lebih senang merahasiakannya dari saya. Dan saya pun sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan itu lagi kalau bukan karena Papa Noval."
Sandra diam, menyimak dengan serius apa yang sedang dibicarakan bosnya. Ini untuk pertama kalinya Damian bicara jujur mengenai hubungannya dengan Juwita.
"Saya sangat mencintai Juwita tapi itu dulu sebelum dia menyembunyikan tentang Aurora dan perselingkuhannya. Tapi sekarang cinta itu sudah hilang tanpa sisa. Dan itu bukan karena dirimu, tapi karena Juwita sendiri."
"Tapi tetap saja bos, saya yang salah di sini. Masuk dalam hidupmu dan istrimu."
"Saya bertahan hanya karena Papa mertua, kalau tidak saya sudah menggugat cerai."
Sandra terdiam, antara senang dan tetap ingin mengakhiri hubungannya dengan Damian. Karena bagaimana juga yang salah pasti dirinya.
"Kenapa lagi sekarang?."
"Entahlah, bos."
Sandra menghela napas panjang, lalu tiba-tiba saja cincin berlian itu sudah melingkar di jari manisnya.
"Apa ini?."
"Itu milikmu."
Sandra menatap cincinnya, sungguh sangat manis di jarinya. Damian sungguh pandai membuatnya bahagia dan berharga. Perhiasan pertama yang dipakainya dan dia langsung jatuh hati.
"Kalau biasanya saya mentransfer sejumlah uang, kali ini saya mau yang berbeda. Kau suka?."
Sandra mengangguk. "Iya, saya sangat suka."
"Kalau sama ini bagaimana?."
Kemudian Damian mendorong pelan tubuh Sandra, ikut terjatuh persis di atas tubuh perempuan itu. Keduanya tertawa sembari saling mencumbu.
*
Berangkat pagi-pagi ke kantor sudah menjadi rutinitas Sandra. Apalagi dari apartemennya ke kantor memakan waktu cukup lama. Dia mengendarai mobilnya sendiri, sesekali memandangi jari manis yang kini berpenghuni. Senyum pun tidak pernah pergi dari wajah cantik Sandra.
Tiba di parkiran dia bertemu dengan Leo. Pria itu sengaja menunggunya.
"Hai, Leo."
"Hai, Sandra. Sepertinya kau sangat senang?."
Sandra tersenyum lebar, semakin terlihat sangat cantik. "Tidak, mungkin karena tidurku sangat nyenyak."
Iya, tidurnya lebih berkualitas walau hanya beberapa jam saja. Sebab hatinya kini begitu senang. Pria yang sangat dicintainya pada akhirnya memiliki perasaan juga terhadapnya. Akhirnya, dunia ini terasa miliknya.
Lantas mereka berjalan menuju gedung perkantoran.
"Oh iya, ada yang harus aku bicarakan."
Sandra dan Leo sama-sama menghentikan langkahnya.
"Ada apa?."
"Kau harus hati-hati terhadap Widya, atau mungkin juga Shasa."
Sandra mengerutkan keningnya. "Kenapa? Ada apa dengan mereka?."
"Kau hati-hati saja."
Sandra masih belum paham pada perkataan Leo. Sebab selama ini dirinya tidak pernah ada masalah baik itu dengan Widya apalagi dengan Shasa. Tapi sekarang Leo memperingatkannya. Kedua orang yang sedang dibicarakan Leo muncul dari arah samping lobi.
"Kalian sedang membicarakan apa?."
Leo pun menjawab. "Tidak ada, Sha. Kami hanya mengobrol biasa saja."
"Liftnya sudah terbuka."
Mereka semua masuk ke dalam lift, di dalam sana Widya memperhatikan Sandra dengan seksama. Mencari sesuatu dalam diri Sandra yang bisa dijadikannya berita. Namun sayang Widya tidak menemukan apapun. Dia terdiam dan pintu lift terbuka lantas mereka berpisah.
Di dalam ruang kerjanya Sandra sudah ada buket bunga yang sangat cantik, bunga mawar merah. Wanginya harum semerbak, memenuhi ruangan.
"Siapa yang mengirim?."
Sandra mengambil kartu ucapan yang tertancap di antara bunganya. "Pak Noval."
Kata-katanya begitu puitis, sangat menyentuh kalbu. Tapi sayang hatinya sudah memiliki penghuni.
Dari arah belakang Damian memeluk Sandra. "Selamat pagi, Sandra."
"Bos, ini di kantor."
Tapi Damian tidak menggubrisnya. Matanya tertuju pada buket bunga mawar yang sangat cantik. "Dari siapa?."
"Pak Noval."
Barulah Damian melepaskan pelukannya terhadap Sandra, meraih kartu ucapan dari tangan Sandra. "Papa mertua saya sangat serius."
"Saya tidak menyangka akan seperti ini."
"Tidak apa-apa, saya akan mencari cara supaya Papa mertua melupakan keinginannya terhadap dirimu."
"Iya."
Damian menaruh kembali kartu ucapannya di antara bunganya. Meraih tangan Sandra lalu memeganginya dengan sangat erat.
"Semuanya akan baik-baik saja."
"Tapi jujur saja bos, saya sangat takut."
"Tidak apa-apa."
Kemudian Damian keluar dari ruangan Sandra, hal itu terlihat oleh Shasa. Dia pun jadi teringat perkataan Widya. Tapi seharusnya bukan hal yang aneh seorang bos keluar dari ruang kerja bawahannya. Sebab seluruh kantor ini milik bosnya. Tapi di saat belum ada karyawan lagi?.
Shasa berjalan mendekati ruangan Sandra, masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Matanya terbelalak saat melihat buket yang sangat cantik. Apa mungkin itu dari bosnya?.
"Ada apa, Shasa?."
"Bunga yang sangat cantik, dari siapa?."
Tanpa ragu Sandra menjawab. "Dari Pak Noval?."
Mata Shasa kian membelalak, mendengar nama Pak Noval yang telah memberikan bunga itu untuk Sandra. Jadi Sandra tidak mungkin memiliki hubungan dengan bosnya. Kemudian mata Shasa menangkap sesuatu yang berkilau di jari manis Sandra. "Apa itu dari Pak Noval juga?."
entah kalau dia tau damian - sandra 😊🤫