NovelToon NovelToon
Pembalasan Penulis Licik

Pembalasan Penulis Licik

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Romansa Fantasi / CEO / Nikah Kontrak / Fantasi Wanita / Gadis nakal
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Alensvy

Bijaklah dalam memilih tulisan!!


Kisah seorang penulis online yang 'terkenal lugu' dan baik di sekitar teman-teman dan para pembaca setianya, namun punya sisi gelap dan tersembunyi—menguntit keluarga pebisnis besar di negaranya.

Apa yang akan di lakukan selanjutnya? Akankah dia berhasil, atau justru kalah oleh orang yang ia kendalikan?

Ikuti kisahnya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembalasan Penulis Licik 10

...****************...

Sebelum Arion benar-benar bangkit, jari-jari lentik Aresya berjalan mulus di tubuh Arion yang tak memakai kaus. Menelusurinya dengan pelan dan berlahan.

Arion mengerang, tangan kekarnya meremas sprei dengan kuat membiarkan Aresya dengan aktivasnya. Aresya sedikit menunduk saat jarinya berhenti di pusar Arion.

Menjulurkan lidahnya yang hangat dan bermain di perut Arion. Menjilat seluruh tubuh pria di bawahnya itu.

"Ha.. Ehmp.." Aresya tersenyum mendengar erangan tertahan dari Arion yang mungkin tak sengaja lolos dari bibirnya. Dan melirik sekilas Arion yang menatap ke atas.

Satu tangan Aresya berada di bawah—tepat di milik Arion yang sudah mengeras sempurna dibalik celananya.

Namun ia tetap fokus membasahi tubuh pria itu dengan air liur dan jilatannya. Bergerak dari bawah dan berjalan pelan ke atas, sesekali mencium otot-ototnya yang mengeras.

Hingga sampai pada dada pria itu, Aresya menjilat put*ng Arion.

"Akh.. Hentikan Aresya!" Aresya tak peduli. Dia terus menjilat di sana dengan gerakan memutarkan lidahnya. Tangannya yang di bawah sana juga tak berhenti bergerak mengelus milik Arion.

Namun, detik berikutnya, Arion dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Aresya dan membalikkannya. Sekarang, Aresya berada di bawah Arion yang wajahnya sudah merah padam dengan urat-urat leher terlihat jelas. Napasnya berat dan memburu.

Mereka saling menatap, namun Aresya terus memperlihatkan tatapannya yang kosong sejak tadi.

"Jalang sepertimu harus menerima konsekuensinya. Aku sudah bilang padamu untuk berhenti!"

Arion dengan cepat melumat bibir Aresya, menggigitnya dengan paksa dan nafsu yang sudah tak tertahan. Namun, Aresya mendorong Arion, membenarkan baju tidurnya yang sudah acak-acakan.

Menyentuh wajah Arion sejenak, lalu memiringkan tubuhnya dan tidur.

"Kamu?! Kamu tidak sadar? Aresya!!" bentak Arion. Namun Aresya tak bergeming seakan benar-benar tertidur.

"Sialan, Brengsek! Jalang murahan. Bangun kau!" Teriak Arion. Lagi-lagi, Aresya tak merespon. Dia selayaknya seorang yang memang sedang tidur dengan napasnya yang juga sudah teratur.

Arion bangkit dari tubuh Aresya dan berdiri dengan tangan mengepal kuat. Ia melihat Aresya yang berbaring di ranjangnya penuh kemarahan tertahan. Lalu Arion berjalan menuju kamar mandi dan membantingnya.

...****************...

Aresya membuka matanya perlahan, senyum sinis terbit di sudut bibirnya—penuh kemenangan. Oke, pikirnya, rencananya mulai berjalan. Ia mengelap bibir yang masih sedikit basah, lalu menarik selimut tebal milik Arion, membungkus tubuhnya dengan tenang.

Malam tadi bukan sekadar ledakan emosi atau hasrat—itu bagian dari skenario yang telah ia rajut sejak lama. Pembalasan licik dan dendam masa lalu berjalan mulus, seperti bidak catur yang melangkah sesuai keinginan pemainnya.

Aresya, bagai kabut pagi yang menyembunyikan jalan, menyimpan rahasia terlalu dalam untuk dijangkau siapa pun. Dan Arion Camaro, dengan nama besarnya, hanyalah satu dari banyak pintu yang harus ia buka demi menyelesaikan urusan yang belum selesai—urusan dengan keluarganya yang pernah merenggut segalanya.

Di balik pintu kamar mandi yang kini tertutup rapat, Arion menunduk di bawah siraman air dingin yang mengguyur tubuhnya tanpa ampun. Butiran air itu menghantam kulit, membawa serta amarah yang tak mampu ia redam. Nafasnya berat, matanya memejam, dan rahangnya mengeras.

Ia memukul dinding marmer dengan telapak tangan, keras—seolah bisa meluruhkan rasa dipermainkan yang membara dalam dadanya. Hasratnya meledak, namun bukan karena cinta, melainkan oleh permainan yang tak pernah ia sangka akan datang dari seorang wanita... istrinya sendiri.

Baru beberapa hari, bahkan hitungan jari, sejak mereka menikah. Pernikahan dingin yang dibangun di atas meja perjanjian, kontrak yang membatasi segalanya—termasuk sentuhan dan rasa.

Namun tadi malam, Aresya melumat batas itu. Membuatnya meyakini bahwa ia menginginkannya. Membuatnya percaya bahwa wanita itu menyerah.

Tapi saat tubuh Aresya mematung, lalu berpaling seolah tak terjadi apa pun—Arion merasa dirinya direndahkan. Dipermainkan. Dipakai lalu dibuang seperti tokoh figuran dalam permainan yang tak ia mengerti.

Ia meremas rambut basahnya dengan frustrasi, matanya menatap kosong ke dinding.

"Apa dia benar-benar tidak sadar... atau sedang mempermainkanku?" gumamnya lirih.

Pertanyaan itu bergema dalam benaknya, menyelinap seperti racun ke dalam egonya yang terluka.

...****************...

Usai mandi, tubuh Arion masih basah sebagian saat ia melangkah keluar dari kamar mandi. Rambutnya meneteskan air, dan sorot matanya masih menyimpan bara.

Tatapannya langsung jatuh pada sosok Aresya di atas ranjang—tertidur nyenyak, atau setidaknya berpura-pura demikian. Selimut membungkus tubuhnya rapat, napasnya teratur, nyaris damai.

"Aresya?!" panggil Arion dengan nada kasar, suaranya memantul di dinding kamar.

Tak ada sahutan. Hening. Bahkan detak jam pun terdengar lebih nyaring daripada respons dari wanita itu.

"Brengsek!"

Arion mengumpat pelan, penuh kejengkelan yang nyaris mendidih. Ia menarik napas panjang, lalu mulai mengenakan pakaiannya dengan gerakan cepat dan kasar, seolah ingin melarikan diri dari udara kamar yang kini serasa menyesakkan dada.

Langkahnya berat saat menuju balkon. Ia membuka pintu kaca lebar-lebar, membiarkan udara malam menyapu wajahnya. Di tangannya, sebatang rokok menyala. Asapnya mengepul perlahan, seperti pikirannya yang semakin kusut.

Ia menatap langit hitam yang tak menjawab, mencoba menenangkan hasrat dan harga dirinya yang terluka. Di balik bara rokok itu, Arion menyimpan amarah—dan pertanyaan yang terus menghantui:

"Siapa sebenarnya kau, Aresya?"

...****************...

Pagi menjelang, dan cahaya matahari menyelinap dari sela tirai, menyapu wajah tenang Aresya yang masih tertidur di ranjang milik Arion Camaro.

Perlahan, kelopak matanya terbuka. Bibirnya melengkung membentuk senyum kecil—bukan senyum lembut seorang istri, tapi tawa pelan nan dingin. Jahat, menyesatkan. Layaknya malaikat berhati iblis.

Ia menegakkan tubuh, duduk di tepi ranjang dengan mata mengamati sekeliling, lalu tertawa kecil—penuh kepuasan.

“Bagus,” gumamnya pelan. “Satu langkah lagi...”

Lalu, dengan gerakan cepat dan sedikit dibuat-buat, ia mengubah ekspresinya. Wajahnya kini panik. Napasnya sengaja dibuat terburu. Ia bangkit dari tempat tidur dengan langkah tergesa, merapikan rambut sebisanya sambil keluar dari kamar—seolah baru saja terbangun dari mimpi buruk.

Di dapur, aroma kopi menyeruak tajam. Arion duduk di meja bar, mengenakan kemeja longgar, satu tangan menggenggam cangkir kopi, satu lagi menopang dagu. Sorot matanya kosong menatap ke arah balkon yang masih basah oleh embun pagi.

Langkah Aresya terhenti sejenak. Lalu ia melangkah mendekat, menahan senyumnya, dan memasang wajah cemas yang sangat meyakinkan.

“Maaf...” ucapnya lirih, nyaris gemetar. “Apa yang terjadi semalam? Kenapa aku tidur di kamar kamu?”

Arion melirik ke arahnya. Sekilas. Penuh tuduhan.

“...Kamu nggak ingat sama sekali?”

Aresya menggeleng cepat, matanya membesar seolah ketakutan.

“Tidak... aku... aku punya penyakit parasomnia—jalan sambil tidur sejak kecil... Kadang aku nggak sadar bisa pindah ruangan begitu saja.”

Arion mendengus pelan, meletakkan cangkir kopinya dengan suara beradu.

“Jangan pura-pura, Aresya.”

Aresya menatapnya dengan sorot terluka palsu. Lalu, dengan nada selembut kapas dan wajah lugu seperti anak kecil yang baru bangun tidur, ia berkata,

“Aku sama sekali nggak ingat apapun, Arion... Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi kalau aku bikin kamu marah... maaf ya.”

Suara lembut itu bagai racun berlapis madu. Tapi Arion hanya diam, menatap Aresya dalam-dalam. Ia tahu, ada yang tidak beres. Tapi untuk saat ini, dia memilih menahan.

.

.

.

Next 👉🏻

1
Miu Nih.
perempuan badas kok dilawan,, tapi kamu jadi bucin kaann~ 😆😆
Miu Nih.
nyesek juga ya /Sob/
Semangat
huaa thorrr
Semangat
balaskan dendammu aresyaa
Semangat
wah Arion /Gosh//CoolGuy/
Alen's Vy: Gak nahan dia/Curse/
total 1 replies
Semangat
aih maluuu
Semangat
harusnya pernikahan yang sperti ini, hrus dengan org yg saling mencintai. tapi mereka enggak.
Alen's Vy: Iya, kan kak..
total 1 replies
Semangat
suka bgt 'malam telah tua'
Semangat
lanjut thorr gimana ini kepanjutannyaa
Alen's Vy: Besok yaaaa/Whimper//Grievance/
total 1 replies
Semangat
/Blush//Blush/
Semangat
misterius banget Aresya ini ya thor
Alen's Vy: Wkwkwk karena ada sebab.. /Shhh/
total 1 replies
Semangat
ini bagus banget Thor kata2nya
Semangat
lanjut dongg thorr kapan up lagii
Semangat
berani bgt areysa ya thor
Miu Nih.
next kak 🤗👍
Miu Nih.: Haik, siap! udah 😉
Alen's Vy: Follback ya kak/Grievance/
total 2 replies
Semangat
Menarik🥵
Alen's Vy
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Miu Nih.
duh, bener2 misteri, bikin aku mikir pelan 😆 ,, pelan2 ya thor bacanya...
Miu Nih.
yg biasa disebut anonymous kah? 🤔
Miu Nih.
Aresya, yuk temenan sama Dalian 🤗
Makasih tadi udh mampir. jgn lupa keep lanjut teyuz ya...

kita ramein dengan saling bertukar komen...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!