Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5 : TCB
"Dia ini punya ilmu teleport atau apa. Kenapa suka sekali muncul secara tiba-tiba,"
Wajah Alana nampak tegang, menatap was-was pada Zen yang kini melangkahkan kakinya mendekat dengan menenteng paperbag di satu tangannya. Padahal sebelumnya dia sudah mengingatkan, jika Zen hanya boleh datang disaat dia membutuhkan.
"Aku datang karena disuruh mama untuk mengembalikan ini," Zen mengulurkan paperbag yang dia pegang. "Dress kamu yang ketinggalan dirumah,"
"Sayang, dia siapa?" tanya Zergan. Dia cukup mengenal siapa saja teman-teman Alana, dan dia belum pernah melihat pria yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.
"Ah, dia..." Alana berusaha untuk menutupi kegugupannya, "Dia anaknya teman mama. Tadi pagi aku dan mama main kerumahnya dan kebetulan bajuku basah jadi aku menggantinya dengan baju kakaknya," jawab Alana dengan jujur, dia menerima paperbag dari tangan Zen.
"Pantas saja aku belum pernah melihatnya," ucap Zergan seraya tersenyum, dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Aku Zergan, pacarnya Alana."
Zen menatap tangan itu, seringai tipis muncul diwajahnya. "Aku juga pacarnya Alana."
"Sayang," Alana melingkarkan tangannya cepat di lengan Zergan sebelum Zen sempat menyambut tangan Zergan. Jangan sampai Zen bicara yang macam-macam didepan Zergan.
"Bukankah kamu harus pulang. Besok kamu akan pergi keluar kota, jadi kamu harus istirahat yang cukup." ujar Alana, memaksakan sebuah senyuman diwajahnya supaya Zergan tidak curiga jika dia sedang mengusirnya secara halus.
"Ah, ya," Zergan menggaruk pelipisnya, "Kalau begitu aku pulang dulu, aku pasti akan merindukanmu selama aku diluar kota nanti,"
Pandangan Zergan beralih menatap Zen, "Kamu..."
"Zen. Zen Regantara." ucap Zen memperkenalkan diri.
Zergan mengangguk, menepuk lengan Zen. "Salam kenal, Zen. Tapi maaf aku harus pulang sekarang, masih banyak pekerjaan yang menantiku besok,"
"Aku antar kamu sampai kedepan," Alana meletakkan paperbag itu diatas meja, lalu pergi ke teras rumah bersama dengan Zergan. Sebelum keluar dia menatap Zen sekilas.
Begitu sampai di teras rumah, Alana melihat motor Zen yang terparkir di depan gerbang. Pantas saja dia tidak mendengar ada suara motor masuk ke halaman rumah karena Zen memarkirkan motornya didepan.
"Besok sebelum berangkat aku akan menelfonmu." Zergan mengusap lembut pipi Alana, memberikan kecupan ringan dikening kekasihnya sebelum dia masuk kedalam mobil.
Lambaian tangan Alana mengiringi kepergian mobil Zergan dari halaman rumah tersebut. Setiap kali Zergan meninggalkannya seperti ini, Alana merasakan hatinya kembali kosong dan kesepian.
"Wow, perpisahan yang sangat dramatis," Zen melingkarkan tangannya di pundak Alana, membuat wanita itu terkesiap kaget.
Alana menghembuskan napas kasar, melipatkan kedua tangannya di atas perut. Gara-gara kedatangan Zen yang tidak tepat waktu, dia harus kehilangan momen romantis bersama dengan Zergan.
"Bisa tidak kamu jangan seperti jelangkung, suka muncul tiba-tiba," Alana memprotes dengan wajah kesal.
Zen tertawa, melihat wajah kesal Alana justru membuatnya merasa gemas. "Bukankah harusnya aku yang marah, aku datang bukan untuk melihat pertunjukan romantis kamu dengan pacar kamu yang satu lagi loh."
Alana menoleh cepat, menurunkan tangan Zen dari pundaknya. "Sebaiknya kamu juga pulang, aku mau istirahat!"
Zen menarik tangan Alana saat wanita itu hendak berbalik, melingkarkan satu tangannya di pinggangnya. Mungkin dia belum memiliki cinta yang besar untuk Alana, tapi dia sudah memiliki ketertarikan sejak pertemuan pertama mereka.
Satu tangannya terangkat, menyentuh anak rambut Alana dan merapikannya kebelakang telinga. Sebuah perlakuan sederhana yang mampu membuat Alana terkesima.
"Besok aku jemput, kita pergi nonton." ucap Zen, membuyarkan lamunan singkat Alana.
Zen menurunkan tangannya, melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. "Aku punya waktu senggang dua minggu sebelum nanti aku mulai bekerja di perusahaan papaku. Jadi selama itu aku akan mengajakmu untuk bersenang-senang."
"Istirahatlah, dan jangan lupa mimpikan aku," Zen mengedipkan sebelah matanya.
Alana menahan pergelangan tangan Zen sebelum pria itu sempat berbalik pergi, "Setelah kamu mulai bekerja nanti, apa kamu juga tidak akan memiliki banyak waktu untukku?"
Zen menoleh, mendekatkan wajahnya kearah Alana secara perlahan. Menatap dalam mata Alana yang sedang nunggu jawaban darinya. "Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu dan tidak akan menjanjikan apapun untuk saat ini, tapi nanti kamu akan tahu sendiri jawabannya, Alana."
"Ini sudah malam, aku harus pulang sekarang." Zen menjauhkan wajahnya, kembali berdiri dengan tegak. Satu tangannya terulur menyentuh kepala Alana dan mengacak rambutnya gemas. "Jangan lupa cium aku dalam mimpimu."
Zen berbalik dan meninggalkan teras rumah. Dia melambaikan tangannya pada Alana begitu sudah duduk di atas motor besarnya, memakai helm full facenya dan bersiap untuk melaju pergi dengan mesin motor yang sudah menyala.
Kali ini Alana merasakan sesuatu yang berbeda, saat melepaskan kepergian Zen mengapa rasanya berbeda dari saat dia melepaskan kepergian Zergan tadi. Tidak ada kesedihan, tapi perasaan bahagia yang tidak bisa dia sembunyikan.
-
-
-
Zen menelisik penampilan Alana dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tadi pagi Alana menelfonnya dan memintanya untuk tidak datang menjemput kerumah karena tidak ingin mamanya curiga jika dia pergi keluar bersama dengan Zen.
"Kenapa? Apa aku terlihat jelek?" tanya Alana saat Zen menatapnya tanpa minat.
Zen hanya terdiam, matanya fokus pada Alana dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Dia mulai melepaskan kancing jaket denimnya, kemudian membungkuk. Satu kakinya menempel di lantai, sementara kaki lainnya membentuk sudut di depan badannya.
Tangan kiri Zen menggenggam ujung jaket, sementara kanannya secara hati-hati membungkus bagian pinggang Alana, mengikat ujung-ujung jaket itu sehingga membentuk ikatan sederhana untuk menutupi paha atas Alana yang terekspos karena dress mini yang dikenakannya.
Zen mendongakkan kepalanya setelah dia selesai memakaikan jaket itu. Tak memperdulikan tatapan para pengunjung lain yang sedang menatap pada mereka berdua dan berbisik.
"Aku suka jika pacarku terlihat cantik dan seksi, tapi ada kalanya kamu juga harus memperhatikan penampilan kamu. Jangan memakai pakaian seperti ini jika pergi ke tempat ramai, karena itu bisa mengundang tangan-tangan jahil." Zen kembali berdiri dengan tegak. "Kamu tunggu disini sebentar, aku akan mengantri untuk membeli tiketnya."
Sesuatu yang hangat seperti membungkus hati Alana. Bagaimana Zen memperlakukannya, memperhatikannya, semua itu mulai membuatnya merasakan nyaman saat berada di dekat pria itu.
Tatapannya tertuju pada pria bertubuh tinggi dengan memakai kaos berwarna putih yang sedang ikut mengantri membeli tiket. Seandainya saja Zergan yang memperlakukannya seperti ini, Alana pasti akan merasa sangat senang sekali. Tapi sekarang kekasihnya itu sedang pergi keluar kota dan sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"Alana?"
Suara seseorang membuat Alana menoleh. Melihat Cindy, sahabatnya, kini sudah berdiri tidak jauh darinya bersama dengan suaminya.
"Alana, ini beneran kamu?" Cindy berseru, melangkahkan kakinya cepat dan memeluk Alana dengan erat. Dua sahabat yang sudah lama tidak berjumpa itu tertawa bahagia.
Cindy mengurai pelukannya, menatap ke sekeliling seperti sedang mencari keberadaan seseorang.
"Kamu datang kesini dengan Zergan kan?" tanya Cindy.
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek