Renata tuli, dan itu sudah cukup menjadi alasan mengapa dirinya di jauhi se-antero Amarta.
Tapi pemuda itu, Maleo, tidak berpikiran demikian. Ia justru menganggap Renata...Menarik? Tanpa alasan, seperti itulah Maleo.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuanYen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Tenang
...HAPPY READING!...
...•••...
..."Maleo?" Suara seorang gadis menginterupsi Maleo yang tengah kalut akan amarah....
Maleo menoleh, pupil birunya membulat sempurna, hampir saja mulutnya terbuka, ternganga. "Indira?" Maleo menetralkan mimik terkejutnya.
Indira, gadis itu terkekeh, ia berjalan perlahan mendekati Maleo yang duduk di atas paralon usang yang pastinya telah lama ditelantarkan. Indira tahu, ia sangat tahu betul mengenai tempat kegemaran Maleo saat ia sedang enggan untuk bersosialisasi, ingin ketentraman menyelimutinya. Gadis itu tanpa diberi perintah telah mendudukkan diri di samping Maleo, secarik senyum terukir di bibir tipisnya. Indira memang tidak mempunyai lesung pipi seperti Renata, tapi mata seteduh senja itu selalu dapat menentramkan batinnya, Maleo agak keheranan.
Maleo kini menunduk, seumur hidup ia hampir tidak pernah menunjukkan rasa sedihnya pada seseorang. Tapi Indira berbeda, sesuatu mengganjal akan hilang jika berada dipelukan gadis tersebut.
"Ada yang mau di bahas? Biar kamu lebih tenang." Alunan lembut meluruhkan benteng pertahanan Maleo. Putihnya yang sedari tadi memerah kini memandang dengan mata berkaca-kaca ke arah Indira.
Bahu sempit gadis itu menjadi tempat sandaran ternyaman baginya sejauh ini. Maleo memejamkan matanya, menikmati belaian tangan pada surainya. Gadis itu senantiasa mendatangkan rasa nyaman pada orang disekitarnya, dan Maleo tahu itu. Jangan membandingkan Indira bersama Renata, karena keduanya mempunyai makna tersendiri dalam kalbunya.
Indira membiarkan pemuda setingkat di bawahnya itu menangis tanpa suara. Karena menurutnya bertanya pada orang yang tengah kalut, sama seperti mengambil keputusan saat dilanda amarah.
"Just trust me you'll be fine, Maleo." Ujar Indira, suaranya terdengar rendah berusaha menenangkan Maleo yang justru makin terisak.
...•••...
"James, gimana? Ada? Kamu nemuin Maleo engga? James, James!" Renata berkata penuh kekhawatiran, James berkedip ia tersadar dari lamunannya.
"James?" James menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa ia tidak tahu menahu akan keberadaan pemuda bernama Maleo yang satu itu. Sementara Renata hanya menghela napasnya berat.
"James, kita harus cari Maleo, dia pasti perlu teman sekarang!" Renata mendongak, ia menatap lurus pupil cokelat madu James yang mengingatkannya akan seseorang.
James menggelengkan kepalanya. "He's okay, he's fine." Begitulah responnya, kemudian menarik pergelangan tangan Renata, memandunya untuk pergi dari tangga yang menuju ke ruang terbuka tempat James menemukan Maleo sedang bersandar di bahu seorang gadis jelita.
"Tenang, Renata." James berusaha menenangkan Renata yang terlihat jauh lebih membutuhkan topangan dibanding Maleo sendiri.
...•••...
"OISH SHIBAL SEKKIYA!'' Bibir Ashel mencebik, tersirat nada ketidaksukaan dalam kalimat umpatan berbahasa Korea nya. Gadis itu bodohnya melampiaskan amarahnya dengan cara memukul pahanya sendiri, membuat dirinya merintih kesakitan.
Posisinya kini sedang duduk di kloset toilet seraya memangku laptop yang menampilkan kejadian-kejadian yang masih bisa ditangkap kamera pengawas, dan betapa terkejutnya ia tatkala mendapatkan Maleo Javares tengah bermesra ria bersama seorang gadis di rooftop sekolah.
"SI A LAN!'' Ia kembali berseru. "Lihat aja lo Maleo, dan si lonte kacang murahan dua rebuan ini, gue bakal labrak lo langsung!'' Ashel melinting lengannya, matanya seakan terhunus ke arah kedua insan yang telah memainkan perasaan sahabatnya yang baru.
Ashel mendobrak pintu biliknya, ia kini menaiki wastafel, berjinjit kemudian menaruh laptop kesayangannya di antara tembok paling ujung yang terhampit celah-celah bilik.
Gadis itu berjalan seraya menghentakkan kakinya ke lantai licin, hampir terjatuh untung saja tidak tergelincir. Ia hendak membuka pintu kamar mandi, tapi urung akibat Hera yang membanting pintu bar-bar. Ashel terkejut tentunya, tapi segera ia hilangkan hasrat penasaran yang pasti menghalangi jalannya melabrak Si Bajingan Maleo Javares. Ashel keluar, ia membanting pintu tak kalah kencang.
Hera tanpa merasa terganggu berjalan menuju wastafel, menyalakan keran, ia mencuci wajah penuh riasannya. Air mata terjatuh tanpa ia pinta untuk meluncur, Hera menghela, ia memandangi visualnya yang serampangan pada pantulan cermin. Sungguh tidak mencerminkan Hera yang terkenal akan kekayaannya.
"HAAAAH!'' Jeritnya setelah dirasa bilik-bilik itu kosong melompong tanpa ada siswi yang menggunakannya. Napas Hera memburu, ia menelan saliva nya secara paksa. Dirinya mengelap air mata yang mulai membasahi sudut matanya.
Segelintir ingatan merasuk kembali, membiarkan rasa sesak meraih kedudukan lebih banyak dibanding mata pelajaran yang selama ini ia pelajari.
"Oh bunda ada dan tiada dirimu kau, selalu ada di ...dalam..." Senandung merdu berdendang secercah kehangatan merasuki benak gadis yang tanpa sadar mengendurkan pertahanannya, cairan bening terjatuh melintasi pipi tirusnya.
Wanita itu menyentuh dada Hera, melambangkan hati mungil yang sarat akan kehangatan. "Hatiku."
Dan lagu bertajuk Bunda, karya Melly Goeslaw itu berakhir berbarengan beserta angin dingin yang menerpa ulu hati Hera.
"Bibi..." Ujar Hera pilu, ia kini berusaha mati-matian untuk menghentikan tangisnya sebab ia harus mengurusi make-up yang luntur, kalau dibiarkan begini saja tentu akan mengundang kecurigaan terhadap Velencia Si Ratu Gosip dan para algojo-algojo rempongnya.
Aku ingin bingar...
Aku mau di pasar...
Pecahkan saja gelasnya biar ramai!
Biar mengaduh sampai gaduh...
Kulari ke hutan kemudian teriakku....
Bosan...aku dengan penat...
dan enyah saja kau pekat!
Seperti berjelaga jika ku sendiri...