Novel ini merupakan karya pertama dari author. Harap dimaklumi jika ada beberapa chapter yang harus di "Revisi"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mas teguh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Vaeluna the Moonlit Healer, salah satu dari The Ten Guardians of Human Race yang saat ini hanya tersisa lima Guardians, muncul dari ruang yang hancur itu. Sosoknya yang indah keluar dari pecahan ruang tersebut membawa rasa lega ke setiap orang yang melihatnya.
Seperti namanya, Vaeluna the Moonlit Healer merupakan seorang Guardians yang memiliki sihir penyembuh, selain itu sihir serangannya juga tidak kalah dengan para Guardians lainnya.
Dilihat dari dekat wajahnya yang indah seperti sinar bulan yang menerangi malam, rambut birunya yang tergerai menambah kecantikannya. Armor Tempur Antar Bintang yang ia miliki berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna biru, melindungi tubuhnya yang mempesona.
Melihat para prajurit yang terluka, Guardian Vaeluna kemudian mengangkat tangannya, setelah itu ia mengaktifkan lingkaran sihir yang berdiameter beberapa kilometer.
"Light Magic: Moonlight Healing!"
Sihir penyembuh seperti cahaya bulan menerangi setiap prajurit. Luka yang mereka alami sembuh seketika seakan-akan sebelumnya mereka tidak pernah terluka sama sekali. Bersemangat, para prajurit kemudian dengan kompak mengucapkan terimakasih.
Berkicau!
Berkicau!
Sementara itu, melihat Blazing Fire Phoenix yang berkicau kepadanya, Guardian Vaeluna kemudian menyerang dengan menggunakan lambaian tangannya. Hanya dengan lambaian tangan, gelombang Energi Mana yang bersinar seperti cahaya bulan melesat ke arah makhluk itu. Setiap gelombang menyapu, ruang disekitarnya pecah seperti kaca.
Di pihak lain, Blazing Fire Phoenix yang menyaksikan serangan itu mendekat kearahnya mengaktifkan sihir api untuk pertahanan. Setelah itu, ia kemudian menciptakan Barrier Magic yang terbuat dari api untuk melindungi tubuhnya yang masif.
Tak hanya itu saja, Blazing Fire Phoenix menciptakan Barrier Magic yang berlapis-lapis, menahan serangan dari Guardian Vaeluna agar tidak sampai pada tubuhnya yang penuh dengan api yang berkobar.
Namun, Blazing Fire Phoenix tidak menyangka bahwa Barrier Magic yang ia ciptakan tidak dapat menahan serangan itu, Barrier Magic yang berlapis-lapis itu hancur berkeping-keping. Lagi pula, kesenjangan diantara mereka berdua sangat besar, perbedaan level mereka cukup jauh.
Saat ini level dari Vaeluna the Moonlit Healer berada di Ranah Great Star Tahap Puncak, sedangkan Blazing Fire Phoenix berada pada Ranah Star Tahap Puncak.
Dengan perbedaan satu ranah besar, hanya dengan lambaian tangan, seseorang yang lebih lemah akan mati seketika. Orang tersebut tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memblokir serangan.
Sama halnya dengan Blazing Fire Phoenix saat ini, terkena serangan dari Guardian Vaeluna tubuhnya yang masif meledak sangat dahsyat, dampak dari gelombang ledakan tersebut dapat terasa hingga beberapa tahun cahaya. Sistem bintang di area terdekat bergetar dengan ringan.
Setelah beberapa saat ledakan tersebut akhirnya mereda. Blazing Fire Phoenix yang meledak tidak menyisakan apapun kecuali menjadi debu yang berterbangan diruang angkasa, tak nampak sedikitpun tubuh yang yang tersisa.
Para prajurit yang melihatnya merasa lega, kemudian mereka bersorak gembira karena kemenangan.
Menghela nafas, Guardian Vaeluna memiliki perasaan yang rumit. Jika saja ia tidak datang terlambat dan Ras Iblis Sisik Ungu tidak menyerang perbatasan, kemungkinan pengorbanan dari Clan Xypherion tidak perlu terjadi. Tidak akan ada korban yang berlebih-lebihan kali ini.
Namun ia juga tahu bahwa dalam medan perang apapun bisa terjadi, sama seperti ke-lima rekannya yang terbunuh karena peperangan. Pada akhirnya peperangan hanya akan membawa semua orang yang berada didalamnya untuk jatuh kedalam jurang kematian. Hanya saja demi masa depan Ras Manusia maka hal ini tidak mungkin dihindari.
Singkatnya dimasa depan peperangan seperti yang terjadi saat ini mungkin akan terulang kembali, kecuali semua makhluk hidup musnah maka semesta yang luas ini akan damai tanpa adanya peperangan.
*****
Luciel yang mendengar hal ini merasa sedih, ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Clan saat itu. Ia juga tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan ayahnya ketika peristiwa itu terjadi, mungkin jika ayahnya hanya manusia fana maka ia sudah menjadi gila. Tidak ada seorang pun yang ingin melihat keluarganya mati didepan mereka.
"Saat itu ayah benar-benar merasa terpuruk. Disamping ayah merasa sedih karena kehilangan keluarga, disisi lain juga ayah diberikan kepercayaan untuk merevitalisasi Clan agar Clan tidak musnah." Kata Lucian dengan ekspresi sedih yang terlukis di wajahnya.
"Tetapi ketika ayah berada dalam keterpurukan saat itu juga ayah bertemu dengan ibumu yang juga seorang prajurit. Mengenalnya hingga beberapa ratus tahun, dan setelah menyelesaikan misi terakhir, ayah kemudian memilih berhenti untuk meneruskan usaha dan menjadi kepala Clan."
"Setelah itu, tiga ratus tahun yang lalu ayah menikah dengan ibumu untuk melanjutkan garis keturunan Clan Xypherion. Lima belas tahun belakangan kamu lahir ke dunia ini, kami sangat menantikanmu hingga ratusan tahun lamanya. Terkadang seorang praktisi juga memiliki kekurangan, semakin kuat seseorang maka semakin sulit bagi mereka untuk meneruskan garis keturunan." Tambahnya.
"Namun, dari semua hal yang ayah alami selama ini, ayah mengerti satu hal bahwa selama seseorang menjadi kuat maka ia akan dapat melindungi orang yang ia sayangi."
Mendengar apa yang ayahnya ucapkan, Luciel mengepalkan tangannya dengan erat. Kalimat terakhir yang ayahnya ucapkan terekam dengan sangat jelas di kepalanya. Hanya dengan menjadi kuat maka ia dapat melindungi orang yang ia sayangi. Aku harus menjadi kuat, sangat kuat. Agar suatu hari nanti dimasa depan orang yang aku sayangi tidak pernah terluka dan tidak akan pernah.
"Baiklah, Ayah akan kembali untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Kamu juga harus bersiap untuk pergi ke sekolah menengah, jika terlambat ibumu akan memarahi mu." Kata Lucian tersenyum.
"Baik ayah, aku akan bersiap sebentar lagi!"
Luciel tahu bahwa hampir tiba saatnya ia akan pergi ke sekolah menengah, tak terasa sesi latihan kali ini selesai begitu saja. Dalam rentan waktu sesi latihan sebelumnya biasanya akan selesai lebih awal sehingga memberikan ia kesempatan untuk beristirahat.
Karena kali ini ayahnya memberi tahu informasi yang penting mengenai Clan Xypherion, dengan waktu yang sedikit lama, Luciel fokus menyimak informasi tersebut.
Luciel mengingat-ingat kembali peristiwa yang terjadi pada Clan, ayahnya dengan cukup jelas menceritakan peristiwa tersebut. Sebagai keturunan Clan Xypherion ia tidak menyalahkan apa yang terjadi pada Clan kepada orang lain, ia juga tidak berpikir mereka yang ada pada saat itu bersalah.
Luciel mengetahui dengan jelas bahwa ketika seseorang dihadapkan dengan peperangan, maka orang tersebut hanya akan memiliki dua pilihan, menyerah sebagai budak atau mati demi kemuliaan.
Kemuliaan bagi para praktisi bukan berarti mereka harus meraih kemenangan dengan pasti, tetapi ketika mereka dihadapkan dengan kekalahan, mereka tidak menyerah dan memilih berjuang hingga kematian.
Bangkit dari tempat ia duduk, Luciel kemudian keluar dari arena latihan menuju ke arah kamarnya.
*****
Halaman depan, kediaman Clan Xypherion.
Dihalaman depan kediaman Clan Xypherion dapat dilihat bagaimana indahnya halaman tersebut. Di tengah-tengah halaman nampak terlihat sebuah air mancur yang yang berbentuk spiral yang melayang di udara seolah-olah menentang gravitasi.
Pagar berwarna putih yang tercetak rune-rune sihir berwarna hitam dengan elegan membatasi kediaman Clan Xypherion, seakan-akan sebuah tembok yang tak dapat ditembus oleh serangan apapun.
Rune-rune sihir yang tercetak bukan hanya hiasan semata, tetapi rune tersebut merupakan rune sihir tingkat tinggi yang berfungsi sebagai pertahanan. Ketika rune sihir ini diaktifkan maka Barrier Magic akan muncul melindungi kediaman, kekuatannya tidak boleh di remehkan.
Luciel yang berada di gerbang kediaman dan melihat kedua orang tuanya yang menemaninya merasa sedikit malu. Ia seperti seorang anak kecil yang akan pergi ke sekolah dasar, padahal usianya sudah lima belas tahun.
Menarik nafas panjang lalu membuangnya, Luciel mengangkat tangannya, ia kemudian memperlihatkankan alat komunikasi yang terlihat sedikit transparan kepada ayahnya. Seharusnya ayahnya tahu apa yang dibutuhkan Luciel.
Melihat layar telepon tersebut, Lucian sedikit mendengus. Mengapa anak ini tidak pernah meninggalkan yang satu ini? Apakah dia benar-benar sudah dewasa? Mengapa tingkahnya seperti anak kecil.