NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:429
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 10.

...« Cukup kok »...

“Habis ke mana kamu, Dek?”

Sepulangnya Gavan dan Arasya, keduanya di sambut Devan yang berkacak pinggang di depan rumah setelah membantu membukakan pagar untuk mereka.

“Habis dari kantor Mas Gavan. Mas Dev tahu gak? Gedungnya tinggi banget lho!” pamer Arasya dengan semangat.

Gadis tersebut sudah lebih dulu keluar dari mobil. Sama sekali tidak menunggu Gavan apalagi kembali berbasa-basi dengan pria itu.

“Tahu kali. Orang Mas sama Kakakmu aja kerja di sana.” Sombong Devan tidak kalah hebat.

“Hah?” Arasya melongo kebingungan. Lalu karena tidak mau terlihat kalah, alis Arasya menukik tajam. “Aku tadi makan di kantin, wle!” lanjutnya pamer.

“Lah?” Devan tersenyum miring. “Mas tiap hari malah suap-suapan sama Kakak di sana. Udah biasa kali.”

“Hih!” Arasya geregetan sendiri. “Aku tadi juga di suapin sama Mas!”

Gavan menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan adiknya yang justru meladeni si kecil. Sama-sama ingin menang dalam adu mekanik tersebut.

“Wih, ngapain tuh suap-suapan?” Devan menggoda orang lain.

Gavan mendengus, mendorong punggung Arasya agar melangkahkan kakinya. “Ayo, masuk. Dingin.”

Devan yang tidak mau tertinggal oleh keduanya segera mengikuti langkah kaki mereka. “Tumben mau di suapin Mas Gav, Dek?” bisiknya yang percuma, sebab si empunya masih bisa mendengarkan dengan jelas.

“Kenapa deh tanya-tanya gitu, Dev? Kamu mau Mas suapin juga? Bilang dong kalau pengen.” Kesal Gavan pada sang adik.

Arasya menertawai Devan dengan sangat puas. Kemudian bersembunyi di samping Gavan agar dirinya tidak mendapat amukan dari Devan yang terbilang brutal karena sering mengapit leher dengan lengan besar milik pria tersebut.

“Jadi tadi ada masalah apa, Mas?” tanya Devan. Mereka sudah berkumpul bersama Mami dan Senaza di ruang keluarga. Sedangkan Arasya sudah meringkuk di samping sang Mami.

“Biasa. Takut Mas dapat enaknya doang. Tapi setelah rapat tadi mereka adem ayem aja. Gak ada yang protes langsung di depan Mas.” Jelas Gavan.

“Pada gak percaya sama aku dah perasaan. Keuntungan juga walaupun turun masih banyak naiknya. Hadeh, emang susah ngurus orang tua tuh.” Keluh Devan.

“Maksud kamu, ngurus Mami susah gitu, Dev?” celetukan Mami seketika membuat Devan melebarkan matanya dan menggeleng panik.

“Mami ‘kan masih muda? Siapa sih yang gak mau ngurus Mami yang cantik dan awet muda gini? Mas Gavan udah pasti baris nomor satu di depan. Ya, ‘kan, Mas?”

Mami dan Gavan mendengus secara bersamaan. “Gimana pada percaya kalau kamu tengilnya kayak gitu sih, Dev?” ujar sang Mami.

Senaza yang melihat sang suami di serang oleh dua orang yang lebih tua hanya bisa mengeluarkan tawanya. Merasa kasihan tetapi juga lucu di saat yang bersamaan.

“Istriku percaya, Mi. Ya, ‘kan , Sayang?”

“Sedikit sih.”

Devan terkejut mendengar jawaban singkat dari sang istri. Menampakkan raut wajahnya yang terlihat kecewa. “Sayang, jahat banget. Aku sakit hati.” Katanya mendramatisir.

Gavan yang muak dengan adiknya segera mendorong pelan kepala Devan. “Drama banget.”

Lalu Gavan memilih beranjak dari duduknya. “Mas bersih-bersih dulu.”

Mereka yang berada di sana mengangguk mengiyakan.

“Masmu belum deket sama siapa-siapa, Dev?”

Sebelum menjawab pertanyaan sang Mami, Devan lebih dulu melihat sekitar. Memastikan bahwa Gavan sudah masuk ke dalam kamar.

“Adek bilang kalau kakak temennya sama Mas pernah tukeran nomor. Kayaknya sih masih deket deh sama itu, Mi. Cuma aku gak tau lagi gimana hubungan spesifiknya. Takut, Mi. Mas galak banget kalau di tanyain gituan.” Devan bergidik ngeri membayangkannya.

“Dek, adek!”

Mami segera menangkis tangan Devan yang akan mengganggu Arasya. “Jangan kurang ajar kamu, Dev. Adeknya tidur kok di gangguin!” semprot Mami memarahi Devan.

“Ya Mami mau tau ‘kan perkembangan hubungan Mas Gavan? Yang tau tuh cuma Adek. Jadi ya kita harus tanya Adek dong, Mi.” Bela Devan tidak bersalah.

“Ngawur. Kalau memang Adek tau, ya udah besok aja di tanyainnya pas udah bangun. Gak harus sekarang.” Omel Mami.

“Serba salah deh aku di sini.” Devan beringsut mendekati sang istri. Memeluk Senaza dengan erat di hadapan Mami tanpa malu-malu.

“Dasar anak kecil alay.” Cibir Mami pada Devan.

Mereka bertiga kembali berbincang sembari menunggu Gavan selesai bersih-bersih. Membicarakan apapun yang menurut mereka patut menjadi topik obrolan. Bahkan menggosip menjadi kelebihan Devan sekarang, sebab sering bergaul dengan dua orang perempuan di rumahnya ini.

“Mi, Adek tidur?” suara Gavan dari belakang memotong pembicaraan mereka.

“Iya, Mas. Mas anterin atau Devan aja?” tanya Mami.

“Mas aja.” Jawab Gavan singkat.

“Eh, gapapa, Mas. Biar aku aja. Lagian Mas baru pulang. Capek. Mending istirahat.” Devan menyerobot antrian.

Hampir akan menggendong Arasya jika saja Gavan tidak menahannya. “Mas aja.” Ketegasan yang terpancar dari nada bicara Gavan membuat Devan seketika menciut.

“Oh iya, Mas. Lupa aku kalau waktunya ngobrol sama Sena. Hehehe, silakan, Mas.” Ujar Devan dengan cengiran khasnya.

Mami yang melihat pemandangan di depannya hanya bisa menggelengkan kepala. Lalu mempersilakan Gavan untuk menggendong Arasya dan memulangkan gadis itu ke rumahnya sendiri.

Arasya selalu menolak tidur di rumah Mami, alasannya tentu ia tidak ingin rumahnya tidak di tinggali. Dan jika ketiduran, Arasya meminta pada semua orang agar membangunkannya dan menyuruhnya untuk pulang.

Tetapi apa Mami dan sekeluarga tega melakukannya? Tentu tidak. Dan akhirnya Gavan juga Devan sepakat untuk bergantian menggendong Arasya dan membawanya kembali ke rumah asli.

Arasya menggeliat kecil saat berpindah tempat dari sofa ke gendongan Gavan karena merasa tidak nyaman. Alhasil, Gavan termenung beberapa saat dan fokus menepuk punggung Arasya agar gadis tersebut tidak terbangun.

“Tadi Mami udah nyalain semua lampunya. Jadi aman. Jangan lupa Adeknya di kasih selimut, terus suhu ACnya di turunin sedikit.” Peringat Mami.

“Mami tau ada barang di ruang tamu Adek?” tanya Gavan.

Mami menggangguk dengan cepat. “tau kok. Biarin aja di situ jangan di kembalikan ke gudang.”

“Kenapa? Buat apa?”

Mami yang mendapat dua pertanyaan sekaligus dari si sulung segera menatap Devan.

“Mau di jual itu, Mas. Seringnya Adek kalau gabut mah gitu. Kepikiran macam-macam tentang finansial.” Devan bantu menjawab.

Gavan memang masih belum tahu banyak tentang aktivitas Arasya di rumah. Saking sibuknya atau mungkin karena Arasya yang sengaja menjaga jarak dari Gavan. Alasannya tidak jauh dari kata canggung.

“Uang Adek habis?”

Gavan masih berdiri di tempat. Dirinya mendengarkan secara seksama penjelasan dari Devan.

“Enggak. Masih cukup sebenarnya. Tapi ya gitu lah namanya juga overthinking, Mas. Tabungan dari Ayah sama Bunda tuh masih cukup sampai Arasya bakal di pinang sama orang.”

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!