Allea, yang biasa dipanggil Lea adalah seorang siswi kelas 3 SMA. Awalnya dia bukan anak nakal, dia hanya anak manja yang selalu dapat kasih sayang kedua orangtuanya. Dia berasal dari keluarga kaya raya. Namun tak ada yang abadi, keluarga cemaranya hancur. Ayah dan ibunya bercerai, dan dia sendirian. Sepertinya hanya dia yang ditinggalkan, ayah—ibunya punya keluarga baru. Dan dia? Tetap sendiri..
Hingga suatu ketika, secara kebetulan dia bertemu dengan seorang pria yang hampir seumuran dengan ayahnya. Untuk seorang siswi sepertinya, pria itu pantasnya dia panggil dengan sebutan om, Om Davendra.
Dia serasa hidup, dia serasa kembali bernyawa begitu mengenal pria itu. Tanpa dia sadari dia telah jauh, dia terlalu jauh mendambakan kasih sayang yang seharusnya tidak dia terima dari pria itu.
Lantas bagaimana dia akan kembali, bagaimana mungkin ia bisa melepaskan kasih sayang yang telah lama hilang itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
Langit malam di penghujung laut sudah berubah menjadi kelam dan dingin. Suasana yang sangat berbeda dengan di dalam kamar hotel yang penuh kehangatan. Tirai transparan yang menghadap ke laut menutupi jendela kaca, membiarkan cahaya bulan masuk dan memantulkan bayang-bayang samar di dinding.
Suara ombak yang berkejaran di luar jendela berpacu dengan helaan napas yang terengah-engah. Di ruangan yang diterangi lampu temaram, tubuh mereka menyatu tanpa jarak, saling menghangatkan di tengah malam yang semakin larut.
Davendra membelai wajah Allea, jari-jarinya menyusuri pipi gadis itu dengan lembut sebelum akhirnya turun ke lehernya. “Aku tidak bisa berhenti menginginkanmu,” bisiknya dengan suara berat, matanya menatap dalam ke mata Allea yang sudah dipenuhi kabut gairah yang membara.
Peluh membasahi tubuh mereka, tetapi tidak ada yang ingin berhenti. Tidak ada kata cukup. Mereka terus tenggelam dalam satu sama lain, seakan dunia di luar sana tidak ada artinya.
Allea menggigit bibirnya, napasnya tersengal saat sentuhan Davendra semakin liar. “Om… Ahhh, jangan berhenti,” jawabnya, suaranya hampir seperti bisikan yang menantang.
Davendra tersenyum tipis sebelum bibirnya kembali melumat bibir gadis itu dengan penuh hasrat. Dia menggigit pelan bibir bawah Allea sebelum berbisik di telinganya, “Kau membuatku gila, Lea…”
Jeritan kecil keluar dari bibir Allea ketika tubuh mereka kembali bersatu. Tangannya mencengkeram erat punggung pria itu, merasakan betapa kuat dan hangat tubuhnya.
“Om… cepatlah… Auuhh..”
Suara itu terdengar manja, membuat Davendra kehilangan kendali. Dia menekan tubuh Allea lebih dalam ke kasur, gerakannya semakin menuntut, semakin liar.
Malam semakin larut, desahan demi desahan memenuhi ruang kamar yang remang. Hingga akhirnya, setelah mencapai puncak, mereka terbaring berdampingan, tubuh mereka masih hangat dan terasa lekat.
Davendra menarik Allea ke dalam dekapannya, mengecup puncak kepalanya dengan lembut. “Tidurlah..”
Allea hanya tersenyum tipis, rasanya nyaman dalam pelukan pria itu, sebelum akhirnya matanya perlahan terpejam, membiarkan malam membawa mereka ke dalam lelap yang fana.
**
Fajar menyingsing perlahan. Cahaya kekuningan mulai merayap masuk melalui celah tirai yang terbuka, membelai kulit Allea yang masih terbaring di atas tempat tidur. Dia sendirian, ia tak bisa melihat keberadaan pria itu sama sekali.
"Apa dia pergi tanpa pamit— lagi?" dengus Allea kesal.
Allea perlahan bangun, membiarkan tubuhnya yang lelah beradaptasi dengan udara pagi. Allea berjalan lunglai ke kamar mandi, ia harus mandi.
Begitu selesai, ia mengenakan kemeja Davendra yang kebesaran, ia tak membawa baju ganti sama sekali. Allea membiarkan kancingnya terbuka di bagian atas, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya yang indah. Kemejanya masih disana, tapi kemana pria itu pergi. Tanpa memakai baju?
Pemandangan laut di luar menarik perhatiannya, Allea melangkah keluar kamar, menuju pantai.
Udara pagi yang segar langsung menyambutnya. Angin lembut membelai rambutnya yang masih sedikit berantakan, dan pasir yang dingin menyentuh telapak kakinya yang telanjang.
Allea berjalan perlahan di tepi pantai, membiarkan deburan ombak menyentuh kakinya. Perasaan tenang menyeruak di dalam dirinya. Sejenak, dia melupakan semua—hubungannya dengan Davendra, dunia di luar sana, dan masa depan yang masih abu-abu.
Dia menutup matanya sejenak, menikmati suara deburan ombak dan semilir angin yang menghampirinya. Namun ketenangan itu seketika sirna ketika ia mendengar suara yang familiar menyapanya dari belakang.
“Allea?”
Jantungnya hampir melompat. Dia menoleh dan mendapati seorang lelaki berdiri beberapa meter darinya. Dia mengenalnya, Deon.
Ketua kelasnya—atau lebih tepatnya, mantan ketua kelasnya. Meski sekarang mereka sudah lulus, gelar itu masih melekat pada lelaki berkacamata itu. Deon mengenakan hoodie abu-abu dengan celana pendek, jelas dia juga sedang menikmati pagi di pantai seperti dirinya.
“Deon?” Allea berusaha terdengar biasa saja, meskipun ada sedikit keterkejutan di wajahnya.
“Tak kusangka bertemu kau di sini,” ucap Deon dengan senyum kecil. “Kau juga sedang merayakan kelulusan?”
Allea mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba muncul di hatinya.
Deon mengamati ekspresinya sejenak sebelum bertanya, “Oh benarkah? Kalau begitu bergabung lah denganku malam ini, pamanku menyiapkan pesta kecil.”
"Itu.., terimakasih. Tapi mungkin lain kali," Allea dengan ramah menolak.
"Hemm. Ayolah, apa keluargamu juga mengadakan pesta? Itu bagus, kita bisa bergabung. Lebih banyak orang lebih baik," Deon tak ingin ajakannya ditolak. Ia masih berusaha untuk mendapat persetujuan.
“Ah tidak-tidak, bukan begitu… Aku akan kembali siang ini,” jawabnya ragu sebelum mengalihkan pandangan ke laut.
Deon menyipitkan mata, rasanya ada yang aneh. Tapi tidak—Deon langsung menyingkirkan pikiran negatif tentang Allea yang memakai kemeja yang kebesaran. Tidak bisa, bagaimana pun ia berpikir, kemeja itu adalah kemeja pria. “Kau kesini sendirian?” tanyanya memastikan.
"Itu.., ya." Allea menjawab singkat, berusaha untuk mengakhiri percakapan mereka secepat mungkin. Tapi ekspresi Deon tampak tak percaya padanya.
Allea tertawa kecil, meski terasa sedikit canggung dia kembali melanjutkan, “Aku ingin menikmati waktu sendiri sebelum memutuskan bagaimana aku kedepannya. Ini semacam… penenangan diri sebelum membuat pilihan.”
Desir ombak menjadi jeda di antara perbincangan mereka. Deon mengangguk perlahan, tapi ekspresinya tetap menyiratkan keraguan. “Ya, aku mengerti. Kita memang harus memilih setelah lulus ini. Tapi tak bisakah kau menambah waktunya lagi? Hanya sampai nanti malam.” Deon sungguh pria yang pantang menyerah.
Allea terdiam sejenak, dia menimbang ajakan Deon. Lagipula ia tak tahu akan kembali dengan siapa, ditambah lagi pria yang tidur dengannya semalam hilang entah kemana.
"Aku—."
"Deon," suara seorang lembut wanita membuat ucapan Allea langsung terhenti. "Kau disini rupanya," suaranya semakin jelas dan keras. Allea merasakan kehadiran seseorang di sampingnya, ia menoleh.
Dia... Jantung Allea berdegup kencang, dadanya sesak seakan sesuatu menahan dirinya untuk bernafas.
"Ada apa, Bi Mon? Pagi-pagi sudah mencari ku," balas Deon hangat dan sopan.
"Pamanmu sudah datang," lanjutnya. Ia menatap Allea, mereka bertatapan lama. "Tunggu, kamu..—" Monica tampak sedang mengingat.
"Bibi mengenalnya?" Deon tiba-tiba bertanya.
"Ya. Kamu Allea kan? Putri Pak Zean?"
Allea terpaku, ia tak bisa berkata-kata. Kepalanya mengangguk perlahan.
"Ha ternyata benar, aku pikir aku salah mengenali orang di lobby hotel. Apa Pak Zean dan Gea juga disini? Pas sekali, kami ada pesta nanti malam. Ya meskipun tidak terlalu besar, tapi aku jamin akan menyenangkan. Allea, kamu datang ya. Jangan lupa ajak Pak Zean dan bibi Gea juga, ya." Monica bicara panjang lebar, ia tampak antusias dengan kehadiran Allea.
"Bibi..," Deon langsung berkata sebelum Allea menjawab. Ia menggeleng dan menyipitkan matanya.
Monica menjadi bingung, namun tatapan Deon akhirnya membuatnya menyadarinya. Gadis itu tak datang dengan ayah atau ibu tirinya. Tidak ada Pak Zean ataupun Gea disana.
"Ahh itu...," Monica menjadi canggung, rasanya ia terlalu banyak bicara.
"Ma.. maaf—."
"Bibi tenang saja, Lea akan datang." Ucap Deon dengan percaya diri dan senyum lebar, ia tak membiarkan Allea untuk menjawab.
"Oh, syukurlah. Ternyata kalian sudah membahasnya, ya. Baguslah kalau kalian dekat, kalau begitu Bibi kembali ke hotel ya," Monica pamit dengan ramah. "Ditunggu ya..," lanjutnya pada Allea sebelum benar-benar pergi.
Suasananya menjadi lebih canggung begitu Monica pergi. Allea terdiam dan hanyut dalam pikirannya, ia tak mempermasalahkan Deon yang seenaknya memutuskan. Dia memikirkan pria itu, Davendra.
Dia mengenal wanita tadi, Allea mengenalnya. Monica, istri Davendra. Jika Deon memanggilnya bibi, bukankah paman yang dia maksud tadi adalah Davendra?
“Aku balik dulu ke hotel,” katanya buru-buru.
"Eh tunggu, kau akan datang kan?"
Sebelum lelaki itu bisa menahannya, Allea sudah berbalik dan melangkah cepat kembali ke hotel. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang masih belum normal.
Apa yang sebenarnya terjadi? Pria itu akan berpesta setelah meninggalkannya begitu saja!?
Atau dari awal Allea memang bukan seseorang yang dipentingkan oleh pria itu, Davendra..?
...----------------...