Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Situasi Aneh
Langkah Ayla dan langkah Kenzo berjalan seirama, menyusuri koridor kantor menuju ruangan tempat Leo berada. Di tangan Ayla tergenggam erat sebuah surat putih yang isinya adalah keputusan berat yang telah ia ambil—pengunduran dirinya. Surat itu menjadi saksi bisu tekad Ayla untuk mengakhiri semuanya.
Setibanya di depan pintu ruangan Leo, Kenzo menghentikan langkahnya. Ia menoleh sebentar ke arah Ayla sebelum berkata singkat, "Masuklah, saya ada urusan lain." Ucapan itu terdengar lembut namun tegas, dan Ayla hanya bisa membalasnya dengan diam dan anggukan kecil penuh hormat.
Dengan nada yang terdengar tulus, Ayla berkata, "Terima kasih atas bantuan Bapak selama ini." Ucapannya disertai gerakan menunduk hormat, seolah memberi salam perpisahan. Dalam hati, Ayla sadar—mungkin inilah kali terakhir ia bisa melihat Kenzo. Ia tahu, ketika pulang nanti, ia tidak akan sempat berpamitan secara langsung lagi langsung kepada Kenzo.
Namun, alih-alih membalas dengan formalitas, Kenzo justru berkata, "Itu bukan nama panggilan saya."
"Ah, saya lupa. Mr. Kenzo," sahut Ayla cepat sambil tersenyum kecil, mencoba memperbaiki kesalahannya dan memahami maksud Kenzo sebelumnya. Ia bisa merasakan suasana yang semula terasa kaku perlahan mencair, setidaknya tidak setegang beberapa detik yang lalu.
Kenzo mengangguk ringan, ekspresinya datar namun kini tampak lebih tenang. "Nah, itu yang saya maksud. Yasudah, saya pergi dulu," ucapnya singkat sebelum berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Ayla yang masih berdiri terpaku di depan pintu ruangan Leo.
Ayla hanya bisa menatap punggung Kenzo yang semakin menjauh. Hatinya terasa sedikit berat, tetapi ia segera menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dalam genggamannya, surat putih itu terasa makin berat, seolah ikut menekan perasaannya yang bercampur aduk antara gugup, sedih, dan lega.
Setelah menenangkan pikirannya sejenak, Ayla mengulurkan tangan ke gagang pintu, lalu dengan perlahan mendorongnya terbuka. Ia melangkah masuk ke ruangan Leo yang terasa begitu hening dan mewah. "Permisi, Pak," ucapnya pelan namun cukup jelas, berusaha menunjukkan kesopanan meski suara hatinya masih bergetar.
Di dalam ruangan, Leo berdiri menghadap jendela besar dari kaca transparan yang memperlihatkan pemandangan kota yang sibuk di luar sana. Kursi kerjanya membelakangi Ayla, sehingga ia belum bisa melihat ekspresi wajah pria itu. Suasana ruangan sejenak terasa tegang dan sunyi, hanya suara detak jam dan lalu lintas di luar yang terdengar samar.
Kursi Leo perlahan berputar begitu mendengar suara Ayla yang masuk ke dalam ruangannya. Dengan gerakan yang tenang namun penuh wibawa, ia menghadapkan tubuhnya ke arah Ayla. Tatapannya langsung tertuju padanya—tatapan dingin, tegas, dan tajam seolah mampu menembus lapisan terluar perasaan siapa pun yang berdiri di hadapannya. Ayla pun refleks menelan ludah dengan suara yang cukup keras, tenggorokannya terasa kering seketika.
"Saya ingin memberikan surat pengunduran diri saya, Pak," ucap Ayla, mencoba menahan getaran di suaranya. Meski gugup, ia berusaha tegar. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk segera menyelesaikan semuanya dan keluar dari ruangan ini secepat mungkin.
Leo tak mengatakan apa-apa. Sebagai gantinya, ia hanya mengangkat satu tangannya, sebuah isyarat sederhana namun penuh makna agar Ayla menyerahkan surat itu kepadanya. Mengerti dengan cepat, Ayla melangkah pelan namun pasti mendekati meja kerja Leo dan langsung menyerahkan surat putih itu ke tangannya.