Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terima kasih, Kael.
Alena membuka pintu kantor guru dan melangkah masuk. Suasana di dalam kantor terasa lebih sunyi dibanding lorong sekolah. Ia langsung menghampiri meja Bu Merah, yang sedang duduk sambil membaca beberapa kertas. Ketika melihat Alena datang, Bu Merah menghela napas pelan dan menatapnya dengan serius.
"Alena, duduk dulu." Ucap Bu merah dengan nada tegas, tapi lebut.
Alena menarik kursi di depan meja Bu Merah dan duduk dengan ekspresi datar, meski dalam hatinya merasa sedikit tegang. Bu Merah mengambil selembar kertas yang ternyata adalah hasil tugas fisika yang tadi dikerjakan di kelas. Ia meletakkannya di depan Alena.
"Ini nilai kamu dari tugas yang tadi. Saya nggak tahu apakah kamu sadar, tapi ini jauh di bawah rata-rata, Alena."
Alena melirik kertas itu, dan matanya membelalak kecil melihat angka di pojok kanan atas. Wajahnya sedikit memerah karena malu, tapi ia tetap berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang.
Bu Merah melanjutkan, dengan nada lebih lembut. "Bahkan dibandingkan dengan yang lain, nilai kamu yang paling kecil. Saya tahu kamu bisa lebih baik dari ini, Alena. Kamu cuma perlu usaha lebih."
Alena tidak menjawab, hanya menunduk sedikit sambil meremas jaket Kael yang ada di pangkuannya. Bu Merah melipat tangannya di meja, menatap Alena dengan penuh perhatian.
"Saya mau kamu perbaiki ini. Kamu nggak sendirian, Alena. Kamu bisa minta bantuan teman-teman sekelas kamu. Dan, kalau boleh saya sarankan, kamu bisa minta tolong Kael dan teman-temannya itu."
Alena langsung menatap Bu Merah dengan kening berkerut, jelas terkejut dengan saran itu.
"Maksud Ibu… Ghost Riders? Bukannya mereka cuma bikin ribut di kelas?"
Bu Merah tersenyum tipis, seperti sudah menduga respons itu. Ia menggeleng pelan sebelum menjawab.
"Kamu salah besar kalau hanya menilai mereka dari sikap mereka di kelas. Kael dan teman-temannya adalah siswa terpintar di kelas ini, bahkan di sekolah ini. Mereka hanya punya cara sendiri untuk mengekspresikan diri."
Alena terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. Ia tidak pernah membayangkan geng seperti Ghost Riders bisa begitu cerdas, kecuali Kael ia tahu kalo Kael adalah siswa terpintar dilihat bagaimana Kael membantunya kemarin. Namun, ia juga tahu tidak ada banyak pilihan lain untuk memperbaiki nilainya.
Bu Merah melanjutkan. "Coba bicarakan dengan Kael. Saya yakin dia mau membantu, dan saya percaya kamu bisa memperbaiki nilai kamu, Alena. Ini penting."
Alena menghela napas pelan, menatap kertas nilainya sebentar, lalu mengangguk kecil. Meski merasa ragu, ia tahu ia tidak bisa mengabaikan saran ini.
"Baik, Bu. Saya akan coba."
Bu Merah tersenyum puas, lalu mengembalikan kertas tugas itu ke Alena.
“Bagus. Saya tunggu hasilnya nanti. Jangan menyerah, Alena.”
Alena berdiri dari kursinya dan mengangguk sebelum berbalik meninggalkan kantor. Pikirannya penuh dengan kebingungan dan keraguan tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
...----------------...
Kael berjalan sendirian dengan langkah santai, tetapi wajahnya serius seperti biasanya. Dia menatap lurus ke depan, seperti tidak peduli dengan keramaian di sekitarnya. Namun, ekspresinya berubah saat ia melihat Alena berjalan cepat ke arahnya. Kael memperhatikan setiap gerakan gadis itu, matanya menyiratkan kepekaan yang luar biasa.
Alena mendekat dengan wajah yang tampak biasa saja, tapi Kael, entah bagaimana, langsung tahu ada sesuatu yang tidak beres. Ia menghentikan langkahnya, menunggu Alena sampai di hadapannya.
Kael menatap Alena. "kenapa?"
Alena menghentikan langkahnya tepat di depan Kael, meremas jaket di tangannya. Dia menatap Kael dengan sedikit ragu, tapi akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.
"Gue butuh bantuan lo." Ucap Alena dengan nada datar, tapi terdengar serius.
Kael mengangkat alis, sedikit terkejut. Dia jarang mendengar Alena meminta sesuatu, apalagi kepadanya. Namun, ia tidak menunjukkan kebingungannya terlalu lama.
Kael menyeringai kecil. "Bantuan? kayaknya gue lagi naik pangkat di daftar orang yang lo percaya, ya."
Alena mendesah pelan, sedikit kesal dengan nada santai Kael, tapi ia tetap melanjutkan.
"Gue butuh lo ngajarin gue fisika. Tugas tadi pagi… Nilai gue jelek. Gue disuruh bu merah perbaikin." Tegas Alena, tapi agak pelan.
Kael terdiam sejenak, ekspresinya berubah serius. Ia menatap Alena, mencoba membaca lebih jauh dari apa yang diucapkan gadis itu. Tapi tanpa banyak berpikir, ia langsung menjawab.
"Boleh."
Alena terkejut dengan respons cepat itu, ekspresinya sedikit melunak. Ia mengangguk pelan, merasa lega karena Kael tidak menjadi menyebalkan seperti biasanya.
Kael hanya mengangguk, lalu memberi isyarat dengan kepalanya.
"Perpustakaan. Biar lo fokus."
Kael dan Alena duduk di meja kecil yang cukup jauh dari keramaian. Alena mengeluarkan kertas tugasnya dan menyerahkannya pada Kael. Kael mengambil kertas itu, dan matanya sedikit melebar saat melihat angka kecil di sudut kertas. Namun, ia dengan cepat menutupi keterkejutannya dengan sikap santai.
"Yah, nggak separah yang gue kira. Tapi emang perlu kerja keras buat benerin ini." Ucapnya santai, mencoba meredakan suasana.
Alena mendengus pelan, merasa sedikit malu. Kael meliriknya sebentar, lalu menaruh kertas itu di atas meja. Ia mulai menjelaskan soal-soal dengan nada yang jelas dan mudah dimengerti. Kael menjelaskan setiap langkah dengan sabar, memastikan Alena memahami inti dari setiap soal.
"Oke, yang ini soal tentang gelombang elektromagnetik. Lo pasti udah tahu, kan, gelombang elektromagnetik itu terdiri dari berbagai macam jenis, dari sinar gamma sampai gelombang radio."
"Iya, tapi gue masih bingung tentang perbedaan antara frekuensi dan panjang gelombang." Ucap Alena.
Kael menyunggingkan senyum tipis, mulai menjelaskan. "Frekuensi itu jumlah getaran per detik, sementara panjang gelombang itu jarak antara dua titik terdekat yang memiliki fase yang sama. Jadi, kalau frekuensinya tinggi, panjang gelombangnya jadi pendek."
Kael menulis rumus di kertas. "Lo bisa pakai rumus v \= λ × f. Di sini, v itu kecepatan gelombang, λ panjang gelombang, dan f frekuensinya."
Alena mengangguk. "Jadi kalau kecepatan gelombangnya tetap, kalau frekuensinya naik, panjang gelombangnya bakal turun?"
Kael mengangguk. "Betul. Misalnya, cahaya tampak itu punya panjang gelombang sekitar 400 hingga 700 nm. Kalau lo ngerti konsep ini, lo bisa dengan gampang ngerjain soal-soal kayak gini."
Alena melihat soal berikutnya, mencoba mencocokkan dengan penjelasan Kael. "Jadi, soal ini nanya tentang gelombang radio dengan panjang gelombang 1,5 m. Kalau kecepatan gelombang radio itu 3 × 10⁸ m/s, berarti frekuensinya berapa?"
Kael langsung mengerjakan di kertas. "Lo tinggal pakai rumus yang tadi. v \= λ × f, jadi f \= v / λ."
Kael menulis langkah-langkahnya. "f \= (3 × 10⁸ m/s) / 1,5 m \= 2 × 10⁸ Hz."
Alena terkejut. "Jadi frekuensinya 2 × 10⁸ Hz?"
Kael tersenyum tipis. "Yap, kalau udah paham rumus dasar, soal apapun jadi lebih gampang. Itu kuncinya."
Alena menatap Kael dengan ekspresi yang lebih tenang. Ada rasa lega di wajahnya.
"Gue tau kalo gue ganteng."
Alena mendengus pelan.
"Thanks, Gue pikir lo bakal nyusahin."
Kael terkekeh pelan, lalu bersandar di kursi dengan santai. "Gue emang nyusahin buat orang lain, tapi kalau buat lo… mungkin pengecualian."
Alena mengerutkan kening, sedikit bingung dengan kata-kata Kael. Namun, ia memilih tidak mempermasalahkannya dan kembali fokus pada soalnya. Kael hanya tersenyum kecil sambil terus memperhatikan Alena.
Alena memandang soal-soal fisika yang sudah ia selesaikan, merasa cukup puas dengan pembelajarannya. Dia merapikan kertas dan kemudian menatap Kael dengan sedikit senyum di wajahnya.
"Gue udah ngerti sekarang."
Kael mengangguk dengan santai, sedikit tersenyum tipis. "Lo tau kan sekarang bakal ke siapa kalo perlu apa-apa."
Alena tidak menjawab. Matanya tertuju pada jaket Kael yang masih tergelatak di atas meja. Dia teringat kembali kejadian pagi tadi, dan akhirnya mengambil jaket itu.
"Oh ya, gue bakal cuci jaket lo dulu sebelum gue balikin."
Kael menoleh ke arah jaketnya, kemudian tersenyum kecil. "Iya, Ale."