🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditinggalkan
🌹VOTE🌹
Sampai saat ini Inanti masih menjuluki dirinya wanita mandiri. Keluar sendiri untuk memeriksakan kandungan di klinik terdekat. Sayangnya, klinik terdekat adalah dekat kampus. BPJS nya bisa digunakan di sana, lumayan untuk menghemat uang.
Naik angkot 02 dengan bayaran enam ribu. Tepat sekali disamping kampus, yang mana membuat Inanti khawatir jika ketemu Alan. Untungnya, gedung pasca sarjana ada di bagian dalam
Kandungan Inanti aik-baik saja. Namun, hatinya hancur tiap menghadapi Alan, tapi bayi-bayi dalam kandungannya begitu kuat. Tidak ada morning sick, tidak ada bau-bauan akan sesuatu. Kehamilannya malah mendekatkannya pada Tuhan, senantiasa mengingat-Nya.
"Assalamualikum…."
"Waalikumsalam, Eh, Inanti. Gimana kabar kamu, Neng?"
"Alhamdulilah baik, Mbok."
Setelah dari klinik, Inanti menyempatkan mampir ke warung makan Mbok Maemunah. Masih terlihat sama seperti sebelumnya.
"Mbok gimana?"
"Alhamdulillah, Baik. Mbok denger tentang Ibu kamu, Nan. Mbo turut sedih, kamu yang sabar ya."
"Iya, Mbok. Makasih."
"Udah sarapan belum?"
"Belum, ini ke sini mau beli." KatInanti karena emang kenyataannya begitu.
"Apaan sih beli, ini nih Mbok tau kesukaan kamu."
Mbok menyuruhnya duduk, dia mengambil piring yang diisikam nasi, sayur asem, asin sama goreng tahu tempe. "Nih. Makan yang banyak."
Ketika Inanti hendak mengeluarkan uang, Mbok menahan. "Apaan ih, ga usah. Makan aja, ayo makan."
Mbok Maemunah duduk di depan Inanti. "Makasih, Mbok."
Seperti biasa, makanannya enak. Mengingatkan Inanti akan Ibu, bagaimana dia menyiapkan makanannya seperti ini.
"Jadi, sekarang kamu gak kerja, Nan?"
"Engga, Mbok. Suami Inan larang Inan kerja, jadinya sekarang di rumah."
Mbok Maemunah sudah Inanti anggap sebagai ibunya sendiri, membuatnya menceritakan semuanya. Toh sebelum diperkosa Alan, Inanti sudah kerja di sini.
"Dia baik sama kamu?"
"Alhamdulillah, sekarang mulai baik, Mbok. Dia kasih Inan ATM, dijatah perbulan."
"Masih pisah ranjang?"
Inanti mengangguk pelan.
"Nan, kalau kamu gak bahagia, kamu pergi aja dari sana. Tinggal di rumah Mbok, mau? Kita pergi ke kampung Mbok di Ciamis, di sana Insyaallah kamu tenang."
"Engga, Mbok." Inanti tersenyum. "Inan gak mau ninggalin Bapa, dia bilang mau berubah, lagian kasian anak-anak Inan nanti jika kekurangan. Keluarga Praja Diwangsa bisa memenuhi kebutuhan anak Inan."
"Tapi kamu gak bahagia kan?"
Inanti diam, membisu dan hanya makan. Memang, tapi Inanti yakin akan ada jalan untuk ini.
"Kamu cantik pakai hijab." Mbo Maemunah kembali membuka percakapan.
"Punya almarhum Ibu, Mbok. Inan pake, masih bagus."
Sisa percakapan Inanti dan Mbok Maemunah dihabiskan dengan percakapan ringan. Sampai hampir siang, Inanti memutuskan pulang.
Menunggu angkot di halte pinggir kampus.
"Wohooooo! Kepala aja pake kerudung, tobat ya? Dulu perasaan jadi simpenan om om."
Inanti menoleh, di sana ada Delisa dan Andria yang baru saja turun dari mobil. Wanita itu mengibaskan rambut, sambil menatap tajam diriku. "Pantes aja Alan gak betah di rumah, kerjaannya keluyuran toh."
Andria tertawa. "Begah kali, gak kuat mau nyari mangsa."
"Kasian banget nasib Alan *****."
"Sama cewek gilir."
Keduanya tertawa sambil melewati Inanti menuju tukang buah. Inanti menunduk, tangannya meremas gamis yang Inanti kenakan. Dan Inanti tidak kuat, air mata ini menetes, yang mana membuat mereka berdua semakin kesenangan.
🌹🌹🌹
"Neng, sudah hampir maghirb, pamali jika ibu hamil lama lama di makam."
Inanti menghapus air mata kasar, dia benar benar melupakan waktu. "Ini qurannya, Pak. Terima kasih."
Inanti mengembalikannya, tapi masih enggan beranjak dari duduk. Yang mana membuat bapa penjaga makan ikut duduk di sisi yang lain. "Neng, sudah yang sudah pergi jangan ditangisi, kasihan mereka di sana."
"Iya, Pak."
"Lebih baik Neng pulang, matahari sudah terbenam, nanti suaminya nyariin."
Boro boro nyariin, saat Inanti dicaci dia tidak peduli. "Kalau begitu saya pergi, assalamualaikum."
"Waalikum salam."
Sebelum benar-benar pergi, Inanti mendengar Bapak penjaga makan berkata, "Kasihan sekali."
Memang pantas Inanti dikasihani, tidak ada yang peduli dan menyayangi. Alan masih saja membencinya setelah apa yang Inanti lakukan untuknya sepenuh hati.
Sampai di rumah tepat saat adzan maghrib, diiringi hujan rintik-rintik. "Berapa, Pak?"
"Dua belas ribu, Neng."
Memberikan uang pada tukang ojeg pangkalan, maklum saja hapenya bukanlah android seperti mereka yang di atasku.
Masuk ke halaman rumah, Inanti bingung dengan Mang Asep… dia lagi ngapain? Kenapa memasukan koper ke dalam bagasi mobil?
"Siapa yang mau pergi, Mang?"
"Eh, Ibu sudah pulang. Tuan mau pergi, Bu."
"Kemana?"
"Saya kurang tau, hanya disuruh memasukan pakaian beliau."
'Alan akan pergi? Dia akan pergi atau pindah? Kenapa yang dibawanya begitu banyak?'
Inanti bergegas menemuinya, hingga menjumpai suaminya sedang menyeduh teh di dapur.
"Kakak mau ke mana?" Tanya Inanti pelan, menyimpan tas di sofa lalu mendekatinya. "Kakak mau pergi?"
Dia tidak menjawab. "Kak."
Sampai akhirnya Alan berhenti bergerak, matanya terfokus padaku. Menatapnya dalam dan tajam. "Kakak mau ke mana?"
"Saya mau pergi."
"Ke mana? Kenapa barang bawaanya banyak?"
"Saya mau pisah rumah sama kamu, saya beli apartemen dan saya mau pindah ke sana."
'Ya Allah? Ada apa ini? Kenapa kau semakin menjauhkanku dengan suamiku?'
Belum juga Inanti membuka mulut, Alan pergi dengan secangkir teh ditangannya. Inanti terdiam.
'Sebegitu bencinya dia padaku? Apakah pernikahannya ini akan benar-benar berakhir? Bagaimana nasib anak-anakku?'
Air mata Inanti menetes, bersamaan dengan dering ponsel milik Alan. Di sana tertulis nama Vanesa yang memanggil, dengan emoticon love dibelakangnya.
Saat panggilan berakhir, Inanti melihat pop-up pesan dari Vanesa. Namanya disebut di sana, tangannya dengan gementar menyentuh ponsel Alan dengan air mata berjatuhan.
Vanesa💖 : Pilihan itu tetap ada padamu, Alan. Tapi jika kamu benar-benar serius sama aku, ingin menikahi aku, maka berpisahlah dengan istrimu. Kau bilang tidak peduli padanya, pada bayi dalam kandungannya, kau bilang mereka penghambatmu untuk memilikiku. Maka darinya, aku memberimu kesempatan. Tinggalkan dia, dan aku akan menerima cintamu. Aku butuh bukti darimu, Al.
Jadi, ini yang membuat Alan meninggalkan Inanti dan anaknya.
🌹🌹🌹
Tbc