NovelToon NovelToon
Meant To Be

Meant To Be

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Beda Usia / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

El Gracia Jovanka memang terkenal gila. Di usianya yang masih terbilang muda, ia sudah melanglang buana di dunia malam. Banyak kelab telah dia datangi, untuk sekadar unjuk gigi—meliukkan badan di dance floor demi mendapat applause dari para pengunjung lain.

Moto hidupnya adalah 'I want it, I get it' yang mana hal tersebut membuatnya kerap kali nekat melakukan banyak hal demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan sejauh ini, dia belum pernah gagal.

Lalu, apa jadinya jika dia tiba-tiba menginginkan Azerya Karelino Gautama, yang hatinya masih tertinggal di masa lalu untuk menjadi pacarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Checking on Her

...Bagian 20:...

...Checking on Her...

...💫💫💫💫💫...

"What are you waiting for, Ayah? Go."

"Nah..." Tangan yang sudah terangkat menuju bel, diturunkan kembali. Karel menunduk jauh ke bawah, menatap lurus mata putrinya demi meminta keringanan. "Boleh besok aja nggak ceknya? I think she needs some space."

Eliana terdiam cukup lama, hanya untuk mengerjap dua kali sambil menghela napas jengah. "Kenapa orang dewasa suka menunda-nunda?" cibirnya. Suaranya kecil, tapi efeknya menembus tajam sampai ke rongga dada Karel. Rasanya ouch! mantap djiwa!

Mungkin dipikirnya Karel tidak akan melakukan apa yang ia mau, Eliana mengeksekusi keinginannya sendiri. Sebab tangan mungilnya tidak mungkin sampai untuk memencet bel, digunakannya keliatan yang didapat dari sekotak shine muscat untuk menggedor pintu unit Jovanka.

"Penyihir! Open the door and let me in!" serunya. Dilakukannya berulang-ulang. Hingga respons datang bukan dari pemilik unit yang dituju, malah dari unit-unit di sebelahnya.

Beberapa penghuni membuka pintu, melongok keluar dengan ekspresi beragam. Ada yang tampak teler, ada yang muka bantal, ada juga yang merengut marah dengan sebelah earbuds menempel di telinga dan sebelah lagi dalam genggaman.

Melihat situasinya menjadi tidak nyaman, Karel ambil alih. Diraihnya tangan Eliana yang masih terus memukul-mukul pintu, sambil membisikkan nasihat agar putrinya itu berhenti sebelum mereka berdua diadukan kepada security.

"Maaf, ya. Anak saya lagi agak rewel," katanya seraya menunduk sungkan pada tiap-tiap penghuni yang muncul setengah dari balik pintu unit masing-masing.

Sebagian menanggapi dengan kalimat template: nggak apa-apa, namanya juga anak-anak. Tetapi segelintir dari mereka menyeletuk galak, "Ajarin anaknya yang bener dong. Ganggu kenyamanan umum aja. Saya lagi sibuk, tahu!" Lalu melengos dan menutup pintu dengan gerakan membanting.

Karel hanya bisa menerima setiap respons dengan lapang dada. Mau bagaimana lagi? Memang salahnya. Mungkin juga benar bahwa didikannya tidak sebagus itu, sampai menghasilkan Eliana yang keras dan ngotot ketika ingin sesuatu. Barangkali dirinya memang terlalu memanjakan anaknya itu.

"Ayah nggak pernah ajarin kamu buat rusuh ih," ujarnya, melebih-lebihkan mimik muka merajuk demi meraup simpati gadis kecil kesayangannya.

Tapi agaknya tidak mempan. Si kecil mendelik dan menatapnya kesal. "El nggak akan merusuh kalau Ayah gerak cepat," kilahnya. "Apa sulitnya pencet bel? Kan nanti waktu Penyihir keluar, El yang akan ajak ngomong, bukan Ayah."

Kalau sudah begini, Karel kalah telak. Mau tak mau dia angkat tangan, mengibarkan bendera putih. Menghindari keributan lebih lanjut, dipencetnya bel di sisi pintu tiga kali berturut-turut. Kemudian ia menunggu. Sedetik... dua detik... tiga detik... empat detik... sampai hitungannya mencapai angka tiga belas pun, ternyata belum juga ada respons. Dahinya mengerut. Selelap apa pun tidurnya, mustahil Jovanka tidak mendengar bel unitnya berbunyi. Apa mungkin gadis itu sedang tidak ada di dalam unit?

"Pergi kali, El," katanya.

Eliana menggeleng cepat. "No," sahutnya. "El udah tanya sama kakak yang di depan, katanya Penyihir belum keluar gedung dari tadi pagi."

Alis Karel menukik tajam. "Kapan kamu nanyanya?"

"Pas Ayah lagi terima telepon dari Papa."

Ah... Kepala Karel naik-turun. Saat kembali tadi, dia memang sempat berhenti di lobi untuk menerima telepon dari Gavin. Pembicaraan mereka cukup serius, hingga sedikit lengah pengawasannya terhadap Eliana. Rupanya momen itu dipakai oleh si cerdik untuk mencuri informasi--sekaligus senjata pamungkas agar dirinya tak bisa lagi mengelak.

Tapi... Kalau Jovanka memang belum keluar gedung lagi dari tadi pagi, kenapa tidak ada respons apa pun dari dalam?

"Coba telepon, Ayah."

Sewaktu Eliana mengatakan itu, ponsel sudah di tangan Karel, dan ia memang hendak melakukannya. Jadi sesaat saja setelah bibir anak itu terkatup, nomor Jovanka sudah didial olehnya.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi.

Dia menjauhkan ponselnya dari telinga, dengan kerutan yang semakin banyak menghias dahinya. "Nggak aktif," gumamnya. Sebetulnya sekalian memberitahu Eliana, tapi entah kenapa suara yang keluar dari mulutnya hanya seperti bisikan semata.

Tangannya terangkat, hendak memencet bel sekali lagi. Kemudian dipikir-pikir lagi, sama saja akan menimbulkan keributan kalau bel dipencetnya terus-menerus tapi Jovanka tidak juga kunjung membukakan pintu.

"Ayah," panggil Eliana, menarik-narik celana Karel.

"Hm?" sahutnya seadanya.

"Ayah kan punya kartu buat masuk," kata anak itu.

"Ya ... Iya, punya sih." Karel merogoh saku, mengeluarkan card holder tempatnya menyimpan kartu akses unitnya di sisi satu dan kartu akses unit Jovanka di sisi yang lain. "Tapi kan Ayah nggak boleh sembarangan pakai, nggak sopan."

"Kan darurat."

"Darurat apanya?"

Eliana merebut card holder dari tangan Karel, lantas mencabut kartu akses unit Jovanka. Sudah lihai ia mengenali, sebab kartu akses ke unit Karel sudah dimodifikasi olehnya sendiri, ditempeli stiker Shinchan di bagian ujung kiri.

"Ayah kelamaan." Setelah mencibir, Eliana mengarahkan kartu akses ke pintu unit Jovanka. Karena tangan kecilnya terlalu mungil kurang tenaga, butuh dua kali tap sampai hasilnya paripurna. Bunyi indikator kunci terbuka terdengar pelan, buru-buru anak itu tarik handle dan mendorong pintu ke arah dalam.

Karel sudah tidak bisa berkata-kata melihat tindakan Eliana. Akhirnya karena sudah terbuka, dia ikut masuk. Baru dua kali melangkah, jantung Karel rasanya seperti habis dihantam benda berat.

Di ruang tamu dengan keadaan televisi menyala, laptop terbuka padam di atas meja, dan meninggalkan satu cup Ice Americano triple shot yang sisa beberapa teguk, Jovanka meringkuk di atas sofa. Terdengar rintihan kesakitan keluar dari bibirnya. Dari jauh pun, Karel bisa melihat wajahnya yang meringis menahan sakit.

"The hell is going on here?" Yang mulanya malas-malasan diajak ke sini, Karel memperlebar langkahnya menyalip langkah kecil Eliana. Napasnya memburu didera panik. Ia berlutut di dekat tubuh Jovanka. Telapak tangannya meraba dahi yang berkeringat, memeriksa suhu tubuh Jovanka yang wajahnya sudah pucat.

"Apa yang lo rasa? Pusing? Mual?" tanyanya.

Kelopak mata Jovanka hampir terkatup rapat. Terlihat jelas gadis itu berusaha tetap membukanya agar bisa menatap wajah Karel lebih lama. "My stomach ... My stomach's hurt." rintihnya seraya meremas perut.

Tanpa pikir panjang, Karel mengangkat tubuh Jovanka, menggendongnya ala bridal style.

"El, kita harus bawa Penyihir ke rumah sakit. Bantuin Ayah, ya."

Eliana mengangguk tanggap. Si kecil itu seketika menjelma menjadi asisten yang cekatan. Dia membantu ayahnya membukakan pintu, menurut pula ketika diarahkan untuk tidak berada terlalu jauh dari jangkauan pandang ayahnya karena fokusnya kini harus terbagi.

"Tahan dikit, kita ke rumah sakit sekarang," bisiknya pada Jovanka.

Panik menyerangnya seperti bom rakitan yang meledak dalam sekejap mata, namun sebisa mungkin Karel berusaha tetap tenang dan berpikir rasional. Masalahnya dia akan menyetir setelah ini. Membawa tiga nyawa tentu harus dilakukan dengan pikiran tenang, tidak boleh dilakukan asal-asalan dengan isi kepala serabutan.

Perjalanan keluar gedung saja sudah terasa melelahkan. Security yang bertugas depan pintu lobi sigap membantu, menggantikan tugas Karel menggendong Jovanka tanpa bertanya ini itu.

Untung tadi parkir di luar, batinnya. Karena rencananya memang ia akan pergi lagi bersama Eliana sebelum jam makan malam.

Usai membukakan pintu penumpang belakangan dan menyaksikan Jovanka direbahkan dalam posisi aman, Karel lantas berlari memutar dan duduk di balik kemudi.

"Kita jalan, ya. Tahan, Jov." Sekali lagi ia berkata, sehabis berterima kasih pada security dan memasangkan seatbelt ke tubuh Eliana. Sesekali dari rear-view mirror, ia awasi kondisi Jovanka. Laju mobil dibuat sehalus mungkin demi menghindari guncangan yang bisa memperparah kondisi perut gadis itu.

Eliana yang duduk di sampingnya pun tidak luput dari rasa khawatir. Gadis kecil itu berulang-ulang mengatakan, "Sabar ya, Penyihir. You're gonna be okay."

Jovanka sendiri sudah mulai kacau. Jangankan merespons ucapan Karel ataupun Eliana. Ia hanya bisa meringis seraya meremas perutnya, matanya dipaksa terbuka tapi tetap selalu gagal. Panas di ulu hatinya makin tak terkendali. Rasanya seperti akan mati.

Sialan, umpatnya, kepada satu cup Ice Americano triple shot pembawa bencana yang kini membuatnya sekarat.

Bersambung....

1
Zenun
Emak ama baba nya mah nyantuy🤭
Zenun
Udah mulai buka apartemen, nanti buka hati😁
Zenun
Kamu banyak takutnya Karel, mungkin Jovanka mah udah berserah diri😁
Zenun
asam lambungnya kumat
Zenun
Mingkin Jovanka pingsan di dalam
Zenun
Ayah harus minta maaf sama penyihir🤭
Zenun
Ntar kalo Elliana gede, kamu nikahin lagi
nowitsrain: Takut bgtttt
total 3 replies
Zenun
laaa.. kan ada babe Gavin😁
nowitsrain: Ya gapapa
total 1 replies
Zenun
iya betul Rel, harusnya dia anu ya
Zenun
dirimu minta maaf, malah tambah ngambek😁
Zenun
kayanya lebih ke arah ini😁
nowitsrain: Ssssttt tidak boleh suudzon
total 1 replies
Zenun
Coba jangan dipadamin, biar nanti berkobar api asmara
nowitsrain: Gosong, gosong deh tuh semua
total 1 replies
Zenun
Kan ada kamu, Karel🤭
nowitsrain: Harusnya ditinggal aja ya tuh si nakal
total 1 replies
Zenun
iya tu, tanggung jawab laaa
nowitsrain: Karel be like: coy, ini namanya pura-pura coy
total 1 replies
Zenun
Taklukin anaknya dulu coba😁
nowitsrain: Anaknya Masya Allah begitu 😌😌
total 1 replies
Zenun
Minimal move dulu, Karel🤭
nowitsrain: Udah move on tauu
total 1 replies
Zenun
kau harus menyiapkan seribu satu cara, kalau emang mau lanjut ama perasaan itu
nowitsrain: Awww ide bagussss
total 3 replies
Zenun
Dia santuy begitu karena Gavin sama kaya Karel, belum kelar sama masa lalu🏃‍♀️🏃‍♀️
nowitsrain: Stttt 🤫🤫
total 1 replies
Zenun
Kalo diramahin nanti kebawa perasaan😁
nowitsrain: 😌😌😌😌😌
total 1 replies
Zenun
Minta pijit Kalea enak kali ya
Zenun: hehehe
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!