Pernikahan yang diharapkan harmonis seperti yang diharapkan, tapi justru harus menjadi derita seorang istri yang tidak mendapatkan perhatian dari suaminya.
Pernikahan yang sudah dijalaninya tak membuahkan sang buah hati, lantaran sikap suaminya yang tak pernah menyentuh istrinya.
Sakit, kecewa, ingin marah, ingin memberontak, tak mampu untuk dilakukan Zeyana, lantaran pernikahannya yang diawali lewat perjodohan dari orang tuanya dengan kakek pihak laki-laki.
Rouki yang telah menjadi suaminya Zeyana, hanya menjadikan dirinya sebagai suami didalam status, tetapi tidak untuk kewajibannya.
Akankah keduanya mampu bertahan dalam pernikahannya? sedangkan rasa cinta pada Rouki tak ditunjukkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa ada hasutan
Dengan terpaksa karena tidak ada pilihan lainnya, Rouki menekan tombol pintunya. Tidak peduli apabila akan diabaikan oleh istrinya sekalipun.
Zeya yang saat itu baru keluar dari kamar mandi, terdengar suara bel pintu, segera membukanya. Namun, sebelumnya ia memeriksa siapa orangnya yang datang. Takutnya, ada seseorang yang berniat jahat pada dirinya.
Saat mengetahui suaminya yang menekan tombol pintu, segera membukanya.
Zeya mendongak, dan dilihatnya sang suami yang tengah berdiri di hadapannya.
"Ada perlu apa, Mas?" tanya Zeya dengan suara lembut.
"Aku mau istirahat." Jawabnya dengan datar, bahkan tak peduli dengan kondisi istrinya yang terpasang infus di pergelangan tangannya.
Dengan percaya diri langsung masuk menuju sofa, Zeya mengikuti dari belakang setelah menutup kembali pintunya.
"Oh, kirain ada apa. Kalau boleh tahu, bagaimana keadaan Papa, Mas?"
Rouki yang hendak duduk di sofa, langsung menoleh pada istrinya.
"Belum sadarkan diri. Aku mau istirahat, jangan memberiku pertanyaan." Jawab Rouki dan langsung rebahan di sofa tanpa selimut.
Zeya yang melihat suaminya sudah memejamkan kedua matanya, ia bergegas mengambilkan selimut yang sudah di sediakan oleh pihak rumah sakit, meski dengan susah payah lantaran harus memegangi infusnya.
Tidak peduli baginya jika yang ia lakukan akan diabaikan oleh suaminya, setidaknya tidak lupa akan kewajiban seorang istri, walaupun diabaikan.
Rouki yang sebenarnya sadar dengan apa yang dilakukan oleh istrinya, lebih memilih untuk berpura-pura tidur, agar tidak banyak obrolan, pikirnya.
Setelah itu, Zeya kembali ke tempat semula untuk melanjutkan tidurnya.
Di ruang sebelah, istrinya Tuan Kusuma masih setia menunggu suaminya di temani Bi Neni. Berbeda dengan Pak Gani, justru tengah mengawasi anak majikannya kemana perginya.
Tetap aja, setelah itu memberi laporan kepada majikan perempuan.
"Pak Gani," panggil istrinya Tuan Kusuma.
"Ya, Nyonya." Jawab Pak Gani sedikit menunduk.
"Berita apa yang sudah Pak Gani dapatkan?"
"Tuan Rouki berada di dalam ruang rawat Nona Zeya, Nyonya. Awalnya ingin masuk ke ruang Nona Alya, tetapi niatnya di urungkan, karena tidak mendapatkan respon dari kekasihnya. Jadi, sepertinya memutuskan untuk istirahat di ruang rawat Nona Zeya." Jawab Pak Gani dengan susah payah untuk memberi penjelasan.
"Apakah tidak ada yang lainnya, Pak Gani?"
"Saya sudah membujuk Tuan Rouki untuk dilakukan tes DNA, tapi tetap tertolak, Nyonya. Mungkin saja, seseorang yang sudah memberi hasutan cukup membuatnya percaya, sehingga sulit untuk memberi bujukan kepada Tuan Rouki, Nyonya." Jawab Pak Gani sesuai yang bisa di tangkap dengan akal sehatnya.
"Sebenarnya siapa pelakunya, Pak? begitu tega menghasut putraku."
"Sulit untuk di selidiki, Nyonya. Yang terpenting sekarang ini, kesehatan Tuan Kusuma dijaga dengan baik. Yang saya takutkan, keadaan Tuan Kusuma tidak stabil." Jawab Pak Gani yang tak lupa untuk memberi nasehat kecil kepada istri Tuannya.
"Ya, Pak. Saya akan usahakan sebaik mungkin. Harapan kami hanyalah Rouki, satu-satunya pewaris di keluarga kami." Ucap istri Tuan Kusuma.
"Kalau gitu, Nyonya lebih baik istirahat. Karena kesehatan Nyonya juga penting." Jawab Pak Gani.
"Gak apa-apa ini, Pak, kalau saya istirahat. Takutnya Pak Gani butuh istirahat, saya yang tidak enak."
"Sudah menjadi tugas kami untuk menjaga kesehatan Nyonya dan Tuan. Jadi, lebih Nyonya istirahat saja. Masih ada pagi hari hingga bertemu sore, untuk Nyonya menemani Tuan Kusuma." Sahut Bi Neni ikut menimpali.
"Bener ya, Bi, saya istirahat."
"Ya, Nyonya, istirahat saja." Jawab Bi Neni dan Pak Gani.
Merasa beruntung mempunyai asisten rumah yang semuanya baik-baik, akhirnya bergegas untuk istirahat di sofa. Sedangkan Pak Gani menggantikan posisi majikan perempuannya untuk menunggu Tuan Kusuma.
Di ruang rawat pasien yang di tempat Zeya, Rouki akhirnya dapat tidur dengan pulas. Tetapi tidak untuk Zeya, dirinya kesulitan untuk memejamkan kedua matanya, lantaran kepikiran dengan kondisi ayah mertuanya.
Zeya yang kesulitan untuk tidur, memilih duduk bersandar.
'Bagaimana ini, mana sebentar lagi mau ada acara di panti asuhan. Apa ya, aku handle saja semuanya. Tapi ... ini semua sudah menjadi kesepakatan bersama.' Batin Zeya yang teringat akan acara di panti asuhan milik kedua orang tuanya.
Saat itu juga, Zeya teringat Alya yang sudah dikenali dengan baik tetapi kini menjadi pesaingnya.
Dilihatnya sang suami tengah tidur dengan pulas, rasanya begitu rapuh untuk menatapnya. Lelaki yang dipaksa untuk menikahinya, ternyata dirinya hanya dijadikan pajangan semata, juga merubah statusnya saja.
Rasa kantuk yang ia tahan, akhirnya membuat Zeya tidak bisa untuk bergadang, dan dirinya langsung tertidur dengan posisi duduk bersandar di atas ranjang pasien hingga pagi menyambutnya.
Rouki menguap saat kesadarannya mulai pulih kembali, juga pelan-pelan membuka kedua matanya dengan pandangan yang cukup sempurna.
Saat itu juga, Rouki melihat istrinya yang masih dengan posisinya, yakni tidur dengan posisi bersandar tanpa mengenakan selimut. Kemudian, ia bangkit dari posisi duduknya untuk menyelimuti istrinya.
Rouki yang begitu serius memandangi istrinya, langsung menepis pikirannya dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Naas, belum sempat membalikkan badannya, Zeya membuka kedua matanya dengan sempurna.
"Mas Rouki sudah bangun?"
"Ya, baru aja. Kamu kalau masih ngantuk, tidur aja gak apa-apa." Jawab Rouki dengan sikap dinginnya.
Saat itu juga, pintu terbuka dari luar, dan datanglah seorang dokter beserta asistennya masuk kedalam.
"Permisi, Nona, Tuan. Maaf, mengganggu sebentar. Kami mau memeriksa kondisi pasien terlebih dahulu. Setelah itu, waktunya untuk sarapan pagi." Ucap dokter.
"Silakan, Dok." Jawab Rouki. Kemudian, ia segera masuk ke kamar mandi. Sedangkan Zeya sendiri tengah diperiksa, juga dilepaskannya selang infusnya karena sudah diperbolehkan untuk pulang.
Tidak lama kemudian, Rouki keluar dari kamar mandi dan mendekati istrinya yang tengah diperiksa keadaannya oleh Dokter.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Rouki entah hanya alasan, atau memang mulai peduli dengan istrinya.
"Semua normal, juga tidak ada kendala apapun dengan kesehatannya Nona. Hanya saja, tidak bole banyak pikiran yang melebihi batas, karena bisa mengganggu kesehatannya. Jadi, dijaga juga pola makannya, juga tidurnya yang dilarang untuk bergadang." Jawab sang Dokter menasehati.
"Baik, Dok. Saya akan mengingat pesan Dokter." Ucap Rouki.
"Terima kasih banyak atas nasehat juga pesan baiknya dari Dokter." Jawab Zeya dengan anggukan, juga senyumnya yang manis, dan ramah.
"Kalau begitu, saya pamit, Nona. Soalnya masih banyak tugas yang harus saya kerjakan, juga diselesaikan dengan baik." Kata Dokter berpamitan.
"Ya, Dok, silakan." Ucap Zeya.
Sedangkan di ruang rawat yang satunya lagi, Tuan Kusuma baru sadar dari pingsannya. Untung saja masih dapat tertolong, sedangkan istrinya sudah sangat nipis harapannya untuk kesembuhan sang suami.
"Ma, Rouki mana?" tanya Tuan Kusuma sambil celingukan mencari keberadaan putranya.
"Kata Pak Gani, Rouki menemani Zeya. Tapi, Mama juga belum melihatnya." Jawab sang istri.
"Apakah anak itu masih keras kepala? sampai-sampai tidak melihat sikap tulus dari istrinya."
"Sudah lah, Pa. Lebih baik Papa itu fokus dengan kesehatan Papa, jangan memikirkan tentang Rouki yang hanya membuat kesehatan Papa menurun. Rouki sudah besar, juga sudah dewasa, biarkan dia memilih pilihannya." Kata sang istri yang takut akan kesehatan suaminya menurun.