Gadis cantik bernama Adinda Putri, usianya baru 20 tahun, terpaksa harus tiba-tiba menikah karena sebuah perjodohan, ia menikah dengan laki-laki yang usianya 7 tahun lebih tua darinya.
Namun laki-laki yang ia nikahi secara resmi itu ternyata punya kekasih dan setelah menikah, suaminya pun masih menjalin hubungan dengan kekasihnya.
Akan seperti apa cerita mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maisy Asty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia adalah bosku
"Dia, dia adalah,"
Dinda mengangkat kepalanya, ia memberanikan diri menatap sorot mata tajam Reno.
"Iya katakan laki-laki itu siapa?" Reno kembali bertanya dengan nada tinggi.
"Dia adalah bosku di tempat kerja," tandas Dinda dengan tegas.
"Bos, hebat ya seorang bos anterin anak buahnya pulang," ujar Reno dengan tawa tidak percayanya.
"Karena bosku orang baik, biarpun aku cuma anak buahnya tapi dia kawatir jika aku pulang malam sendirian, dia takut aku kenapa-kenapa," terang Dinda dengan lantang.
Reno terkekeh kesal, entah apa yang membuat dirinya merasa kesal?
"Kawatir, yakin bosmu hanya kawatir," selidik Reno yang terus kepo.
"Jika pun lebih, aku tidak masalah, aku justru sangat bahagia," ujar Dinda dengan senyum adem di sudut bibirnya.
Dinda dengan kasar mendorong tubuh kekar Reno, Reno pun terhuyung dan Dinda berhasil lepas dari cengkeraman tubuh kekar Dinda.
"Jangan pernah ikut campur masalahku! Karena aku juga tidak pernah ikut campur akan hubunganmu dengan gundikmu itu," tukas Dinda tegas.
"Kamu bilang apa? Gundik, hey Vira itu kekasihku, dia wanita yang aku cintai selama ini," terang Reno dengan jelas.
"Siapa yang perduli tentang itu," dengan santai Dinda menyahuti kata-kata Reno.
Reno mengeram menahan amarahnya, kedua tangannya mengepal sempurna dan ia jotoskan satu tangannya pada tembok.
"Bukkkk!!!!"
Dinda menoleh kaget, ia mengehela nafasnya kasar.
Reno berjalan ke ranjang tempat tidurnya, ia duduk di tepi ranjang dengan kasar.
"Tok,tok,"
Terdengar suara ketukan pintu, Reno beranjak dari tempat duduknya. "Malam-malam seperti ini siapa yang datang," gumamnya pelan.
"Ceklek!!"
"Sayangku," tanpa canggung Vira langsung memeluk Reno dengan erat.
Reno yang terkejut, ia melepaskan Vira dari pelukannya.
"Kenapa? Apa kamu tidak merindukanku?" tanya Vira manyun.
Reno masih terdiam, membuat Vira semakin memanyunkan bibirnya.
"Sayang, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak suka aku datang ke rumahmu?" renggek Vira manja.
"Suka sayang, lagian kamu darimana saja? Aku telpon tidak di angkat, aku cari ke rumahmu juga tidak ada orang," ambek Reno.
Vira meraih tangan Reno, lalu mengajaknya masuk ke dalam kamar Reno.
"Kok gadis udik itu di sini sih? Suruh keluar sana!" titah Vira kasar, seraya menatap sinis Dinda.
"Gadis udik, keluar kamu dari kamarku!" usir Reno dengan nada tinggi.
Dinda hanya menundukkan kepalanya, lalu ia langsung keluar dari kamar Reno.
"Kamu tidur satu kamar dengannya?" tanya Vira jutek.
"Iya, di sini hanya ada satu kamar, mamaku merubah dua kamar lainnya menjadi perpustakaan dan satu kamar lagi malah di jadikan tempat menaruh lukisan, aku yakin ini semua memang rencananya agar aku tidak tidur terpisah dengan gadis udik itu," cerita Reno pada Vira.
Sebelum Reno dan Dinda menikah, memang Ria dengan sengaja merubah dua kamar yang ada di rumah Reno, iya benar saja agar Reno tidak sampai tidur terpisah dengan Dinda.
"Oh seperti itu," jawab Vira cuek. "Dasar nenek lampir," batin Vira dalam hatinya.
"Biarkan saja mamamu melakukan apa saja yang dia mau sayang, yang penting kita masih bisa tidur berdua, dan istri yang tidak di inginkan itu akan segera menjadi janda," ujar Vira dengan senang hati.
"Tidak semudah itu membuat dia menjadi janda sayang, tapi yang penting hubungan kita lancar," ujar Reno yang tidak kalah bahagia.
"Aku mandi dulu ya, malam ini kita boleh ngapa-ngapainkan?" tanya Reno menggoda.
Vira terdiam, jika malam ini sampai melakukan dengan Reno, jangan sampai Vira apalagi bekas semalam sama Heru masih jelas terlihat.
"Aku lagi datang bulan sayang, jadi tidak bisa malam ini, tapi aku temanin kamu tidur ya," bujuknya dengan genit.
Reno mengangguk, ia pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Di saat Reno sedang mandi, Vira duduk di atas ranjang, lalu ia mengambil ponselnya yang ada di dalam tas kecil yang ia bawa.
Vira menggeser layar ponselnya dan menuju ke aplikasi berwarna hijau, ia pun membuka pesan dari sugar dadynya sambil senyam-senyum.
"Vira sayang, mas merindukanmu."
Saat centang yang tadinya berwarna abu-abu kini sudah menjadi biru, laki-laki yang sudah tidak terlalu mudah ini pun tersenyum senang, melihat ada tulisan sedang mengetik, laki-laki itu pun setia menunggu balasan dari Vira.
"Aku juga merindukanmu mas, kalau ada kerjaan di luar kota ajak aku ya mas!"
Membaca balasan dari Vira, senyumnya semakin lebar.
"Siap sayang, sudah dulu istriku datang."
Buru-buru ia menaruh ponsel di atas nakas melihat istrinya datang.
"Pa, kok belum tidur?" tanyanya dengan nada lembut.
"Belum ngantuk," jawabnya cuek.
"Ya sudah mama tidur duluan ya pa," pamitnya.
"Sudah beberapa lama ini sikap papa agak berubah, akhir-akhir ini juga cuek denganku, apa dia punya wanita lain? Apa karena aku sudah tidak muda lagi, lalu ia mencari yang muda?" batinnya dalam hati, namun buru-buru di tepis pikiran jelek itu, ia yakin kalau suaminya ini memang sedang capek atau lelah jadi agak berubah.
Reno keluar dari dalam kamar mandi, ia bingung melihat Vira senyam-senyum sendiri.
"Apa yang membuatmu tersenyum sayang?"
"Tidak ada mas, hanya saja aku bahagia jika Nenek lampir itu sedih."
"Nenek lampir siapa?"
"Bukan siapa-siapa mas, ayo sini tidur!" ajaknya manja, Reno menuruti ia berjalan ke ranjang tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya di samping Vira, di peluklah Vira dengan penuh kasih sayang.
Aturan yang mendapatkan semua ini Dinda, namun Dinda malah harus tidur di sofa ruang tengah sendirian.
"Apa yang sedang mereka lakukan?" seketika otak Dinda traveling kemana-mana.
"Apa sih Din? Buat apa juga kamu mikirin apa yang mereka lakukan?" tepisnya dalam hati.
Dalam hati Dinda, aku ini seorang istri, namun aku harus melihat terang-terangan suamiku berhubungan dengan wanita lain, takdir ini cukup tidak adil bagiku.
Dinda memejamkan matanya, jika ia menangis, ia juga sadar semuanya tidak akan ada yang berubah, Vira akan tetap menjadi wanita yang di cintai suaminya dan ia juga akan tetap menjadi istri yang tidak di inginkan.
***
Detik demi detik berlalu, jam demi jam juga berlalu, kini jarum jam dinding sudah menunjukkan pukul 7.
Restu dan Ria sedang sarapan pagi bersama.
"Ma, papa beberapa hari mau keluar kota, mungkin satu mingguan," kata Restu pada Ria.
"Lama banget pa," protes Ria.
"Ada kerjaan yang harus papa selesaikan," ujar Restu.
"Apa tidak bisa Reno saja yang berangkat pa? Biar sekalian ajakin Dinda liburan ke luar kota," saran Ria dengan nada lembut.
Restu malah menatap Ria dengan tatapan kesal, Ria menundukkan kepalanya karena takut salah bicara.
"Ini kerjaan papa bukan kerjaan Reno, lagian mama kenapa sih apa-apa serba Reno? Tenaga papa masih kuat buat urus semua kerjaan di perusahaan papa," tukasnya dengan kasar.
"Maaf pa kalau mama salah bicara," dengan hati sedih Ria menyesali apa yang tadi di sarankan.
"Tidak apa-apa, lagian papa kan kerja, bukan pergi liburan," ujar Restu sinis.
Ria mengangguk pelan, kini perasan itu kembali muncul, kalau akhir-akhir ini suaminya memang sudah banyak berubah.
"Malam ini papa langsung berangkat," pamit Restu ketus, Ria menyalami tangan suaminya, lalu mencium punggung tangan suaminya dengan lembut.
***
Vira sudah bangun lebih dulu dari Reno, bahkan ia sudah rapi dengan dandanan yang sangat cantik.
"Sayang, kamu kemana?" tanya Reno bergulat pelan.
"Mas beberapa hari ini aku ada acara di luar kota, aku berangkat malam ini," ujar Vira pada Reno.
"Oh gitu, hati-hati sayang, uangnya ada tidak?" Reno membuka matanya, ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menghampiri Vira.
Reno memeluk Vira dari belakang. "Sayang, jangan lama-lama nanti mas kangen," goda Reno.
"Hanya satu mingguan mas, mas nanti transfer uang ke aku ya!" rajuk Vira manja.
"Iya sayang, kalau perlu bawa saja ATM mas!" Tawar Reno dengan nada lembut.
"Emang boleh mas?" tanya Vira antusias.
"Boleh," dengan senang hati Reno meraih dompet miliknya yang ada di atas meja rias, lalu mengambil salah satu ATM miliknya dan memberikan pada Vira, dengan senang hati Vira menerima ATM pemberian dari Reno.
Vira langsung pergi tanpa di antar oleh Reno, dan ternyata di depan komplek sudah ada jemputan yang menunggu dirinya.
Setelah selesai mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor, Reno keluar kamar dan ia langsung mencari-cari sosok Dinda yang tidak lain adalah istri sahnya, namun Reno tidak menemukan keberadaan Dinda.
Dinda sudah berangkat kerja dari tadi pagi, karena ia tidak ingin melihat kemesraan yang menjijikkan antara Reno dan Vira, makanya ia berangkat pagi-pagi buta sekali tadi.
"Pagi-pagi sekali Dinda kemana?"
"Mana di meja makan tidak ada apa-apa lagi?"
Reno menghela nafas berat, padahal saat ini ia merasa sangat lapar namun tidak apa-apa di atas meja makan.
Reno menghela nafasnya dengan kasar, lalu ia bergegas pergi ke kantor dan nanti sarapan di kantor saja.
***
Pagi yang cerah, namun raut wajah cantik Dinda tampak murung.
Dinda yang sudah berganti pakaian dengan setelan kerja, ia hanya duduk sambil menundukkan kepalanya.
"Din, aku lihat kamu tidak bahagia, apa ada masalah?" tanya Leo, Leo semalam tidur di cafe karena malas pulang jadinya pagi-pagi sekali Leo sudah ada di cafe.
"Le, kok tumben sudah datang?" tanya Dinda heran, tidak biasanya Leo datang sepagi ini.
"Aku menginap semalam, lagian aku malas pulang," jawab Leo dengan nada datar.
"Kenapa? Pasti ribut lagi sama mama kamu," tebak Dinda dan di anggukin oleh Leo.
"Din, kamu tahu tidak sih rasanya di suruh menikah setiap hari, tapi aku belum punya pacar," keluh Reno sedih.
Dinda hanya tersenyum kecil.
"Apa kamu bahagia melihat penderitaanku ini?" kata Leo, semakin sedih.
"Bukan begitu Le, lagian kamu kan sudah dewasa, ya apa salahnya kalau kamu menikah? Kamu sudah 22 tahun, aku rasa nikah muda itu akan menyenangkan," tutur Dinda dengan senyum kecil di bibirnya.
Iya Leo dan Dinda umurnya hanya selisih 2 tahun, mereka teman sekolah hanya saja Leo itu kakak kelas Dinda, namun mereka sering main bareng dulu.
Leo mengalihkan pandangannya ke kedua mata Dinda, kini sorot matanya cukup sulit untuk di tebak.
"Bagaimana kalau nikahnya sama kamu, Din?" cetus Leo dengan semangat.
Dinda tercengang kaget.
"Apa denganku?" Dinda masih tidak percaya.
"Iya Adinda Putri denganmu," tukas Leo lebih tegas.
"Tapi aku,"
Bersambung
Terimakasih para pembaca setia