Galaksi si cowok super galak yang menjadi dambaan para kaum hawa SMA Bhakty Jaya. Tampan, tubuh semampai, hobi menyakiti hati Orzie, dan satu lagi, otak encer gak main-main yang membuat namanya terkenal di mana-mana sebagai siswa paling pintar di kalangan guru-guru.
Saat ratusan hati bertekuk lutut di hadapannya, tidak bagi Orzie. Si cewek berpenampilan super sengak dengan title 'Rembes Style'!
Menjadi babu Galaksi udah biasa. Tapi uangnya habis diporotin cowok itu, yah, si roh jahat–sebutannya pada Galaksi.
Geng Legion yang membawa mereka dalam pusaran maut terpaksa merampas nyawa salah satu sahabat Gamaliel, kembaran Galaksi. Hingga dalam keterpurukan itu, Orzie datang membawa harapan. Perhatiannya membuat Gamaliel egois dan melakukan segala cara merebut Orzie dari jeratan Galaksi!
Galaksi started!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blackblue_re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10 | Hari Senin!
Hari Senin merupakan hari yang horor–tapi masih horor lagi Galaksi menurut Orzie. Ia melangkahkan kaki pelan saat menuruni bus, sengaja mengabaikan pesan Galaksi yang ingin pergi sekolah bersamanya.
Tidak akan. Hoho.
Dedaunan kering berserakan di jalan, angin pagi menyapa lembut. Cewek itu berjalan serampangan merusak pemandangan indah itu. Sampai ponsel di sakunya bergetar.
"Abangku sayang~"
"Anjir! Ini nada dering gimane sih gantinya?!!" pekik Orzie kalang kabut menekan tombol hijau di layar. Maklum, dia kan jarang buka ponsel. Sekalinya pegang mainannya cuma Plants vs Zombie doang.
Ternyata Gamaliel menelepon, Orzie tahu pasti Galaksi yang memberi tahu nomornya pada cowok itu. Mungkin Gamaliel ingin bicara penting sampai-sampai meneloponnya sepagi ini. Apalagi ia jarang menelepon Orzie.
"Halu~?" sapa Orzie ramah.
Tidak ada bunyi.
Tuttutt...
Sambungan dimatikan.
"Apaan dah nih monyet?" kesal Orzie menatap layar ponsel, hendak memasukkannya ke dalam saku ponselnya berbunyi lagi.
"Apaan Gam?" tanyanya sesabar mungkin.
"HARI SENIN!"
Tuttuttut...
Lagi, sambungan dimatikan.
Orzie terdiam, mendengus, melempar hape dan tas lalu mengepal tangan erat.
"ANAK SINTIIIINGGG!!!!"
Darah memenuhi otaknya, rasanya pengen dirauknya semua anak sekolahan yang lewat menatapinya bingung.
"Abangnya kek setan! Adeknya kek setan jugak! Gue kesel banget, asliiii!!!!!!!!!"
Begitulah cara Orzie mengawali hari bahagianya. Udah sarapan cuma pake sayur pakis doang, gak ada nasi gak sempet masak. Apalagi sayurnya gak pake garam dan micin alias hambar, cewek itu beneran lagi cekak-cekaknya.
Ngeselin lah, pokoknya.
"Ya Allah... Cobaan apa lagi ini...?" ia meringis pilu memungut barang-barangnya, perut Orzie makin keroncongan habis makan sayur pakis sisa semalam.
"Woi!" panggil seseorang di belakang, Orzie malas menoleh karena dia tahu yang memanggilnya bukan sejenis manusia–roh jahat lebih tepatnya.
"Pesan gue kenapa gak lo baca?"
"Di mana-mana juga kenapa gak dibalas dudul." Orzie menggumam ketus masih dengan wajah jengkel.
"Kalo lo udah baca pasti langsung lo bales. Gue tahu, lo takut nge-read, kan?"
"Bawel lu ngalahin dukun beranak, asli Gal," dengkusnya menarik tali tasnya dengan wajah pongah. Buku paket Fisika, PKN dan Matematika membuat tubuhnya kesusahan berjalan.
"Gue gak mau tahu."
"Iya! Iya!! Gue pulang sama lo! Puas?!"
"Gak."
"Lah? Apaan sih elo?"
"Gue yang pulang sama lo," jawab Galaksi kalem, dahi Orzie berkerut dalam tanda gak mengerti arah pembicaraan Galaksi.
Galaksi melirik Orzie dengan mata jengah, "Kan lo yang bayarin, berarti gue pulang sama lo."
GALAKSI ANJENNKKK!!! Histeris Orzie dalam hati.
Mulut Orzie membuka lebar siap menghujat namun diurungkannya sambil mengelus dada datarnya.
"Sabaar.... Ntar gue gibeng nangis emaknya,"
"Makin invisible digituin," komentar cowok itu membuang wajahnya ke deretan kelas Ips, lawan bicaranya memasang wajah mupeng mencoba menerka-nerka.
"Maksud lo susu gue gitu?! Hell yaah! Ini masih tahap pembesaran yaah!!!" jeritnya serampangan, puluhan tatap mata mendeliknya sinis. Kata-kata itu murni keluar dari mulutnya tanpa pakai saringan.
"Mak, Bapak, maapin anakmu ini yang kadang bikin kalian malu," ringisnya mempercepat langkah menghindar dari radar roh jahat. Entah kenapa dompetnya terasa panas kalo berseberangan dengan Galaksi.
∞ ∞ ∞
Selama pelajaran terakhir berlangsung Orzie hanya diam gak mendengar, pikirannya jauh menghitung biaya tunggakan kost-an, makan siang nanti, dan utangnya dengan Oxy yang udah bukan maen banyaknya.
Kertas di belakang buku dicorat-coretnya jengkel, bisa dipastikan siang nanti dia hanya bisa memasak mie instan doang tanpa beli gorengan atau cemilan. Sedangkan Pak Beni–pria paruh baya yang kehilangan rambut-rambut di kepalanya berbicara di depan dengan tenang.
"Orzie, maju kamu ke depan!" suruh Pak Beni tegas, yang dipanggil tersentak kecil menoleh pada guru tersebut.
"A-aku?"
"Iya."
"Jadi... Duta shampo lain? Hahhahha. Ups. Maaf," lirih Orzie kumat sendiri nyadar sediri. Teman-temannya memalingkan wajah menahan tawa.
Orzie melangkah ke depan kelas dengan wajah lempeng. "Saya harus ngapain nih Pak?"
"Oh... Gak ada, berdiri di sini yah sambil nyanyi lagu opening One Punch Man..."
"Eh? Beneran boleh nih Pak?" tanya Orzie penuh semangat.
Pak Beni memandangnya dengan aura suram.
"Botaaaak!!!" nyanyi Orzie meniru irama opening season satu One Punch Man sambil menunjuk batok kepala Pak Beni.
"Botak! Botak! Pala botak! Dia botak! Pala botak! Botaaak!!!!"
Satu kelas ketawa terjungkal.
"Licin! Botak! Kepala botak! Dia botak, pala botak! Botaaaaak!!!" semakin gencar Orzie menunjuk-nunjuk Pak Beni. Guru itu terkejut bukan main melihat perangai cewek itu beneran kayak yang digosipkan guru lain. Anak serampangan.
"Bo...tak, kayak boh...lam. Itu pala apa lampu taman?! Botak! Kepala kok gak ada rambutnya! Ke...napa, lu jangan tanya gua!"
"Botak!" sahut Afif di belakang
"Apakah! Bapak muridnya Dedy Corbuzerrr!!!" timbrung Mahesa lagi.
"Gak ada yang tauuuu!!" jawab anak cowok lainnya. Satu kelas tertawa meledak sambil memukul-mukul meja.
"STOOOP!!!"
"Engkau mencuri hatiku, hatiku..."
"Ih, sodara Saepul Jamil! Saepul Bumil!" ejek Mahesa pada Yogi yang mempunyai badan lumayan, ehm, besar.
Pak Beni memancarkan aura suram penuh intimidasinya.
"Kamu, Orzie! Bukannya Bapak udah suruh ciptain puisi tadi!?"
"Hah? Puisi?!" panik Orzie memandang sekitar, dia gak tahu kalau Pak Beni nyuruh nyiptain puisi. Apalagi ia paling gak bisa merangkai kata-kata mendayu. Mampus kan.
"Sa-saya buat dulu Pak! Saya gak denger Bapak nyuruh ciptain puisi tadi!"
"Gak ada tapi-tapi! Improvisasi di sini, cepat!" paksa Pak Beni kejam. Orzie berdehem ria bak ilmuwan botak kecemplung air bekas cucian.
"Pak, jadi gini. Kalo boleh saya berbicara terus terang tanpa menyinggung perasaan bapak dan kawand-kawand sekalian yang berbeda perspektif dari saya dengan mengkaji beberapa hal yang diraup dari berbagai sumber terpercaya tanpa menyalahkan pihak mana pun tentunya dengan cara yang efektif dan fleksibel berdasarkan kemampuan serta daya imaji saya dalam bidang kesastraan hingga bisa berdiri di depan sini dilihat oleh kawand-kawan seperjuangan, pastinya saya akan bersikap secara objektif dengan mempertimbangkan segala kemungkinan dan situasi yang sangat tidak mengenakkan, bolehkah saya balik buat nulis puisinya Pak?"
"Gak." Pak Beni menggumam ketus. Capek Orzie ngebacot sampai berbusa sudut bibirnya.
Orzie memelas beberapa kali namun beliau tetap bersikukuh.
Mau gak mau Orzie harus menciptakan puisi alay sekarang.
"Saya beneran gak bisa paaak..." erangnya kesusahan.
"Pikirin tema apa yang mau kamu angkat jadi puisi, contohnya kayak pemandangan, opini kamu, orang yang kamu sayang, atau orang yang kamu kasihi."
Di kalimat terakhir Orzie rada-rada gak mudeng soalnya kericuhan kelas membuat suara Pak Beni samar-samar. Yang sempat ditangkapnya hanya beberapa penggal kalimat itupun cuma 'atau orang yang kamu benci'.
Orzie menatap tajam Galaksi. Mata mereka saling menumbuk.
"Galaksi..."
<><><><>
ada yg tau ga sih authornya pindah kemana?
semangat terus Thor, sukses selalu di tunggu karya-karyanya 🥰🥰🥰🥰