NovelToon NovelToon
Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / CEO / Janda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Selena tak pernah menyangka hidupnya akan seindah sekaligus serumit ini.

Dulu, Daren adalah kakak iparnya—lelaki pendiam yang selalu menjaga jarak. Tapi sejak suaminya meninggal, hanya Daren yang tetap ada… menjaga dirinya dan Arunika dengan kesabaran yang nyaris tanpa batas.

Cinta itu datang perlahan—bukan untuk menggantikan, tapi untuk menyembuhkan.
Kini, Selena berdiri di antara kenangan masa lalu dan kebahagiaan baru yang Tuhan hadiahkan lewat seseorang yang dulu tak pernah ia bayangkan akan ia panggil suami.

“Kadang cinta kedua bukan berarti menggantikan, tapi melanjutkan doa yang pernah terhenti di tengah kehilangan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Simulasi Jadi Keluarga

Selena dan Daren duduk di bangku taman sambil mengawasi Arunika yang tertawa riang bermain bersama teman-temannya. Angin sore berembus pelan, membawa aroma bunga kamboja yang jatuh dari pohon di dekat mereka.

“Len,” panggil Daren pelan, pandangannya masih tertuju pada Arunika. “Kalau nanti kita menikah, kamu keberatan nggak pindah ke rumahku?”

Selena menoleh sebentar, lalu tersenyum tipis.

“Sebenarnya sedikit keberatan, Kak. Tapi kamu kan nanti jadi kepala keluarga. Jadi ke mana pun kamu pergi, aku ikut. Termasuk kalau harus pindah rumah.”

Ia berhenti sejenak, matanya kembali menatap Arunika yang sedang berlari kecil.

“Rumah yang aku tempatin sekarang nanti tetap akan aku suruh orang buat rawat. Sayang kalau dibiarkan kosong.”

Daren mengangguk pelan. “Iya, aku ngerti.”

Suasana sempat hening beberapa detik sebelum Selena menatapnya lagi, kali ini dengan tatapan penasaran.

“Kak… kamu punya pacar nggak sih? Atau… ya, seseorang gitu?”

Daren menoleh, sedikit heran dengan pertanyaan itu. “Nggak ada.”

“Ah masa sih,” goda Selena sambil menyipitkan mata. “Kamu ganteng, mapan, baik. Nggak mungkin nggak ada yang nempel.”

Daren tersenyum kecil. “Beneran nggak ada.”

Selena menatapnya dengan curiga, lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Jangan-jangan… kamu—”

“Pernahlah suka sama orang,” potong Daren cepat. “Kamu mikir apa sih? Aku ini normal, tahu!”

Selena tertawa. “Ya siapa tahu aja, Kak. Soalnya selama aku pacaran dan nikah sama Kavi dulu, aku nggak pernah denger kamu deket sama siapa pun. Nggak pernah gandengan tangan, nggak pernah cerita soal cewek. Jadi ya… aku kira kamu kebal cinta.”

Daren berdecak. “Aku tuh anak baik-baik, jadi nggak pernah pacaran.”

“Alah, bohong!” balas Selena cepat. “Pasti kamu di sekolah buaya kan?”

“Enak aja! Kamu kali yang playgirl waktu sekolah.”

Selena mengangkat dagu, pura-pura bangga. “Aku itu anak baik-baik. Setia banget sama Mas Kavi, satu-satunya!”

“Iya, setia sampai jadi ubi kan doi,” sindir Daren dengan nada menggoda.

Selena memelototinya sambil menampar pelan lengan Daren. “Ubi-ubi, adik sendiri dikatain!”

Daren terkekeh, sementara Selena akhirnya ikut tertawa. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa Daren tidak sedingin yang selama ini ia pikir. Di balik sikap tenangnya, ternyata Daren punya selera humor yang sama dengannya — hangat, sederhana, tapi bisa bikin suasana jadi ringan.

Selena memandangnya sekilas, lalu tersenyum kecil tanpa sadar.

Mungkin… keputusannya untuk menerima Daren bukanlah kesalahan. Ia bisa melihat dengan jelas — Daren bukan hanya pria yang bisa dipercaya, tapi juga seseorang yang bisa membuat hatinya merasa tenang. Dan yang paling penting, Arunika pun begitu dekat dengannya.

---

“Depa mana ya? Kok nggak sampai-sampai…” gumam Arunika sambil menatap jalanan dari depan pintu rumah.

Kedua kakinya bergoyang pelan, menandakan betapa bosannya ia menunggu.

Selena yang tadinya hendak ke dapur akhirnya menghentikan langkahnya ketika melihat putrinya itu duduk di depan pintu sambil menatap kosong ke arah gerbang.

“Kamu lagi apa, sayang? Udah mau sore, ayo masuk dulu. Nanti masuk angin,” ucap Selena lembut.

Arunika menoleh, wajah mungilnya sedikit cemberut.

“Ini, Mamah. Depa nggak sampai-sampai. Aku udah lama lho nungguin.”

Selena tersenyum kecil sambil mendekat dan berjongkok di samping putrinya.

“Memangnya Pakde mau ke sini, ya?”

“Iya!” jawab Arunika cepat. “Kemarin Depa bilang mau ajak aku jalan-jalan ke pasar malam. Katanya banyak lampu warna-warni, ada balon kelap-kelip juga!”

Selena terkekeh pelan. “Oh, gitu. Ya udah, bentar lagi mungkin datang, sayang. Tunggu di dalam aja ya, biar nggak digigit nyamuk.”

Arunika baru mau mengangguk ketika tiba-tiba suara deru motor besar terdengar dari luar pagar.

“Brummmm!”

Selena menoleh refleks ke arah garasi, lalu tersenyum kecil. “Nah, itu kayaknya Depa kamu datang.”

Benar saja. Tak lama kemudian, sebuah motor gede berwarna hitam berhenti di depan garasi. Daren menurunkan helmnya, tersenyum lebar, dan melambaikan tangan.

“Aruuuu! Main yuk!” serunya sambil mematikan mesin motor.

“Depaaa! Ayo jalan!” balas Arunika dengan semangat luar biasa, langsung berdiri dan berlari kecil menghampirinya.

“Nanti dulu, sayang.” Daren tertawa kecil sambil menunduk mengusap kepala keponakannya itu. “Ini kan masih sore. Nanti bentar lagi malam, baru kita bisa ke sana. Sekarang belum buka.”

“Yahhh…” gumam Arunika dengan wajah merajuk. “Padahal aku udah siapin tas sama uang jajan.”

Selena menahan tawa kecil melihat ekspresi putrinya. “Sabar ya, Nika. Pasar malam kan bukanya nanti. Sekarang bantu Mamah dulu aja, yuk.”

“Bantu apa?” tanya Arunika polos.

“Bantu Mamah pilih baju buat ke pasar malam nanti,” jawab Selena sambil berkedip menggoda.

Mendengar itu, wajah Arunika langsung cerah lagi. “Beneran? Aku mau pakai baju yang ada kelap-kelipnya, Mamah!”

Daren terkekeh. “Wah, Depa kalah keren dong nanti.”

Selena tersenyum lembut. “Ya udah, Kak Daren ikut makan sore dulu, ya. Sekalian nunggu malam.”

“Boleh,” jawab Daren sambil melepaskan jaketnya. “Tapi nanti aku yang traktir di pasar malam.”

Selena menatapnya sambil menahan senyum. “Hati-hati lho, janji sama dua perempuan itu berat, Kak.”

Daren mengangkat alis, pura-pura serius. “Berat sih, tapi worth it kalau dua-duanya manis.”

Selena terdiam sepersekian detik, pipinya sedikit memanas — sementara Arunika sudah berteriak kegirangan,

“Yaaaay! Depa traktir aku!”

Suasana rumah sore itu pun terasa hangat. Tawa Arunika menggema di teras, sementara Selena dan Daren saling bertukar senyum kecil — hangat, ringan, tapi ada sesuatu di baliknya yang perlahan mulai tumbuh, tak kalah berwarna dari lampu-lampu pasar malam yang sebentar lagi akan mereka datangi bersama.

---

Lampu-lampu warna-warni menggantung di sepanjang jalan menuju pasar malam itu, berkilau seperti bintang yang turun ke bumi. Musik riang dari wahana komidi putar berpadu dengan aroma manis gula kapas dan jagung bakar yang memenuhi udara. Arunika tampak sangat bersemangat, matanya berbinar saat melihat semua hal di sekitarnya.

“Depa… aku mau naik itu!” serunya sambil menunjuk ke arah bianglala besar yang berputar pelan di ujung jalan.

Daren tersenyum kecil, “Boleh, tapi nanti ya. Kita jalan-jalan dulu keliling, lihat-lihat yang lain.”

Selena berjalan di sisi mereka, memakai cardigan lembut dan membawa tas kecil berisi kebutuhan Arunika. Tatapannya tak lepas dari gadis kecilnya yang tampak bahagia. Sudah lama ia tidak melihat Arunika tertawa selepas itu.

“Kak, liat deh…” Selena menunjuk ke stan permainan menembak balon. “Kamu jago nggak kalau kayak gitu?”

Daren menatap papan balon warna-warni, lalu tersenyum kecil. “Kalau dulu sih jago. Tapi udah lama nggak nyoba. Mau lihat aku menangin boneka buat Aru?”

“Yesss! Aku mau boneka kelinci, Depa!” seru Arunika antusias.

Daren mengambil senapan mainan itu, memposisikan diri dengan gaya sok serius. Selena hanya menahan tawa di sampingnya.

Tiga peluru pertama meleset, tapi di tembakan keempat dan kelima balon pecah berturut-turut.

“Wahhh! Depa hebat!” Arunika bertepuk tangan riang.

Daren menunduk sedikit, menirukan gaya pahlawan film, “Tentu dong, ini demi Aru dan mamahnya.”

Selena terkekeh, “Alah, tadi aja tiga kali meleset. Tapi lumayan lah,” candanya.

Mereka lalu berpindah ke stan makanan. Selena membeli jagung bakar untuk Daren dan es krim stroberi untuk Arunika. Daren menggoda, “Kamu nggak beli apa-apa, Len?”

“Aku udah makan di rumah. Lagi nggak terlalu lapar.”

“Tapi kamu harus coba ini,” ucap Daren sambil menyodorkan potongan jagung bakar. Selena awalnya menolak, tapi akhirnya mengambilnya juga, mencicip sedikit.

“Hmm… ternyata enak juga,” katanya dengan senyum kecil.

“Kan dibilang juga apa.” Daren menatapnya sambil menahan senyum — suasana di antara mereka terasa lebih hangat dari biasanya.

Setelah makan, mereka menuju bianglala. Arunika langsung melompat kegirangan ketika mereka mendapat giliran. Begitu gondola bergerak naik perlahan, lampu-lampu pasar malam tampak semakin kecil, berganti dengan pemandangan langit malam yang berkelip.

“Cantik ya,” gumam Selena pelan, menatap keluar jendela gondola.

“Iya,” jawab Daren — tapi bukan pada langit. Pandangannya diam-diam tertuju pada Selena.

Arunika di tengah mereka tertawa kecil, menunjuk ke lampu yang berkelap di bawah. “Depa, Mamah, liat! Warna-warnanya kayak di dongeng.”

“Iya, sayang,” jawab Selena sambil memeluk Arunika dari belakang. “Kayak dunia Aru ya.”

Momen itu terasa hangat dan tenang. Hanya tawa kecil Arunika, suara musik samar dari bawah, dan detak jantung yang tiba-tiba terasa lebih dekat dari biasanya.

Begitu bianglala berhenti dan mereka turun, Arunika menggenggam tangan Daren erat. “Depa, besok kita ke pasar malam lagi ya!”

“Kalau Depa nggak sibuk, boleh.”

Selena tersenyum kecil melihat kedekatan keduanya. Ada rasa syukur yang menyelinap — bahwa sedikit demi sedikit, kebahagiaan baru mulai tumbuh di hidup mereka.

Daren menatap Selena sambil berjalan menuju parkiran. “Terima kasih, Len. Udah mau ikut. Aku senang banget liat Aru ketawa kayak tadi.”

Selena mengangguk pelan, menatap langit malam yang kini mulai tenang. “Aku juga, Kak. Rasanya udah lama nggak seindah ini.”

Dan malam itu, pasar malam menjadi saksi kecil bagaimana hubungan mereka perlahan menemukan ritme barunya — hangat, sederhana, tapi berarti.

Dan malam itu, pasar malam menjadi saksi kecil bagaimana hubungan mereka perlahan menemukan ritme barunya — hangat, sederhana, tapi berarti.

Namun, di antara tawa Arunika dan lampu-lampu yang berkelap di udara, Selena sempat menangkap sesuatu di wajah Daren — sekejap tatapan yang terlalu dalam untuk sekadar perhatian keluarga.

Tatapan yang membuat jantungnya berdebar aneh tanpa sebab.

Dan entah kenapa, di sudut hatinya yang paling tenang sekalipun, ada rasa takut kecil yang tak bisa ia jelaskan…

takut kalau kebahagiaan sederhana ini — suatu hari nanti — harus diuji oleh kenyataan yang belum siap ia hadapi.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
Itz_zara: besok lagi ya🙏
total 1 replies
Favmatcha_girl
lanjutkan thor💪
Favmatcha_girl
perhatian sekali bapak satu ini
Favmatcha_girl
lanjutkan 💪
Favmatcha_girl
cemburu bilang, Sel
Favmatcha_girl
ayah able banget ya
Favmatcha_girl
cemburu ya🤭
Favmatcha_girl
pelan-pelan mulai berubah ya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Itz_zara: besok lagi ya, belum ada draft baru🙏
total 2 replies
Favmatcha_girl
memanfaatkan orang🤭
Favmatcha_girl
Honeymoon Sel
Favmatcha_girl
Dah lama gak liat sunset
Favmatcha_girl
dramatis banget 🤭
Favmatcha_girl
ikutan dong
Favmatcha_girl
ngomong yang keras
Favmatcha_girl
aw terharu juga
Favmatcha_girl
itu mah maunya lo
Favmatcha_girl
Alasan itu
Favmatcha_girl
kenapa yak setiap cowok gitu😌
Favmatcha_girl
Yeyyyy
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!