Kembalinya Ratu Ilmu Hitam

"Benarkah itu Mba?" Tanya Tuan Zacky dengan suara yang gemetar "Coba katakan sekali lagi aku ingin mendengarnya?" mata Tuan Zacky mulai merah, ia begitu marah mendengarkah hal itu.

"Istrimu yang meminta mereka membunuh Sati, namun setelah kejadian itu anak buah Jeng Sinta tewas, bahkan kemuculan Sati yang katanya jadi setan, bahkan warga desa yang di mangsa Harimau dan Pak lurah yang tewas saat sedang memadu kasih dengan wanita lain, semua ini te'ringkas begitu jelas, mungkin karena saat Sati kena musibah tidak ada yang menggubris bahkan untuk kepala desanya saja nampak bungkam, jadi untuk sekarang musibah yang sedang menimpa warga yang Zalim anggap saja itu adalah karma."

Tuan Zacky menarik nafasnya berat, tidak berselang lama kemudian ia berpamitan.

Tuan Zacky berdiri, matanya masih merah karena marah. "Saya harus pergi sekarang," katanya, suaranya berat.

Bude Sukma menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. "Tuan Zacky, hati-hati di jalan," katanya, suaranya lembut. Bude Sukma juga berterimakasih pada Tuan Zacky karena sudah mau membawa Ratih kerumah.

Tuan Zacky mengangguk, lalu berbalik dan pergi meninggalkan rumah Bude Sukma. Ia berjalan dengan langkah yang cepat, matanya masih merah karena marah.

Bude Sukma menatapnya pergi, lalu kembali ke dalam rumah. Ia menatap Ratih yang masih berbaring di tempat tidur, lalu menggelakkan kepala.

"Semua ini karena karma," katanya, suaranya lembut. "Semoga saja ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua."

Bude Sukma kembali ke samping Ratih, memeriksa kondisinya yang masih berbaring di tempat tidur. Ia memeriksa luka di telapak tangan Ratih yang sudah mulai mengering, lalu mengangguk puas.

"Mba rasa kamu akan baik-baik saja, Tih," gumam, Bude Sukma.

Ratih masih tidak sadar, tapi napasnya mulai teratur. Bude Sukma menatapnya dengan ekspresi yang penuh kasih sayang, lalu mengusap rambutnya dengan lembut.

"Beristirahatlah, Tih, agar kamu cepat pulih, dan membuka lembaran baru," Bude Sukma terseyum kearah Ratih yang masih terpejam.

Di luar rumah, Tuan Zacky masih berjalan dengan langkah yang cepat, matanya masih merah karena marah. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan semua ini.

Ia terus berjalan, kembali menaiki mobilnya, fikirannya sudah wara-wiri, bahkan ia begitu marah kepada Sinta, karena telah berani-beraninya melukai Sati bahkan membunuhnya.

"Sinta... tega sekali kau melakukan ini!" kata Tuan Zacky, ia memukul setir mobil begitu emosi.

Sesampainya di kediaman rumah lama, Tuan Zacky langsung turun dari dalam mobil, langkahnya begitu terburu-buru.

Sinta yang mendengar deru suara mesin mobil berhenti di depan rumah, ia langsung keluar dari dalam. "Kang Mas, sudah datang." Sinta menyambut Tuan Zacky ramah.

Akan tetapi wajah Tuan Zacky nampak merah padam, seolah ia ingin segera menumpahkan kekesalannya. Bahkan saat Sinta menyambut ia nampak begitu ketus.

"Masuklah, ada yang mau aku bicarakan, kita bicara didalam!" kata Tuan Zacky, suarnya begitu berat.

Sinta membuntut di belakang, ia nampak bergetar saat Tuan Zacky bersikap demikian.

"Ada-apa ini, Kang Mas?" Suara Sinta bergetar

"Apa, Kang Mas, mau minum dulu?" Sinta berusaha mencairkan suasana itu.

"Tidak perlu!" Hardik Tuan Zacky, ia langsung menatap kearah Sinta begitu tajam.

"Ada-apa ini Kang Mas, apa yang membuat Kang Mas bersikap demikian padaku!" Suara Sinta masih gemetar, ia begitu takut dengan tatapan intimidasi suaminya.

"Katakan padaku, kenapa kau berbuat sekejam itu pada seorang gadis yang tak berdosa?!" Tuan Zacky nampak tidak bisa mengontrol amarahnya.

"Maksud Kang Mas, apa?" Sinta mengerutkan keningnya.

"Jangan banyak bicara! kau adalah pembunuh! kenapa kau berani beraninya menyuruh pengawalmu untuk melecehkan, bahkan membunuh gadis tidak berdosa itu." Bentak Tuan Zacky

Sinta merasa seperti tersambar petir, ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa menatap Tuan Zacky dengan mata yang lebar, tidak percaya bahwa suaminya sendiri bisa tahu semuanya.

"Kang Mas... aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan," kata Sinta, suaranya bergetar.

Tuan Zacky tertawa, suaranya terdengar sumbang, keras dan menyakitkan. "Jangan berbohong, Sinta! Aku tahu semuanya! Aku tahu kau yang menyuruh pengawalmu untuk membunuh Sati!"

Sinta merasa seperti akan jatuh, ia harus berpegangan pada kursi untuk tidak jatuh. Ia tidak bisa percaya bahwa Tuan Zacky bisa mengatakannya seperti itu.

"Aku tidak melakukan itu, Kang Mas," kata Sinta, suaranya hampir tidak terdengar. Ia masih berusaha menutupi kebohongannya.

Tuan Zacky tidak percaya, ia terus menatap Sinta dengan mata yang penuh kebencian. "Aku tidak percaya padamu lagi, Sinta. Kau telah menghancurkan kepercayaanku, dan menghancurkan hidup sebuah keluarga kecil!"

Sinta merasa seperti akan menangis, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia hanya bisa menatap Tuan Zacky dengan mata yang penuh air mata, berharap bahwa suaminya bisa percaya padanya.

"Katakan padaku, apa motif yang ada pada dirimu, sampai kamu tega melakukan hal itu?" Tuan Zacky masih menatap Sinta tajam.

Sinta menangis, sebelum berbicara. "Karena aku cemburu Kang Mas, aku Cemburu karena kamu Masih mencintai wanita itu." Suara Sinta terdengar paru.

"Cemburu?... pada Siapa wanita mana yang kau maksud?" Tuan Zacky menaik turunkan sebelah alisnya.

"Ratih, Kang Mas, aku tahu semuanya! Di masalalu kau dan Ratih memiliki hubungan kan? aku tahu itu Kang Mas! dan mungkin saja Sati adalah anak Kang Mas bukan?!" Sinta menangis, namun tatapan matanya begitu tajam.

"Hahahaha...." Tuan Zacky malah tertawa sumbang. Sejurus kemudian ia malah menatap Sinta penuh dengan kebencian. "Kamu salah Sinta! Sati adalah anak Ratih dengan Almarhum suaminya Akmal, aku dan dia memang punya masalalu, tapi bukan berati karena cemburu kau berbuat sesukamu!"

Sinta merasa seperti sesak lagi, ia tidak bisa percaya bahwa Tuan Zacky bisa membantahnya seperti itu. Ia merasa seperti akan jatuh, tapi ia masih berusaha untuk berdiri tegak.

"Kang Mas, kamu tidak bisa membantah kebenaran!" kata Sinta, suaranya bergetar. "Aku tahu kamu masih mencintai Ratih, dan kamu tidak bisa menyangkalnya!" matanya basah.

Tuan Zacky tertawa lagi, suaranya yang keras dan menyakitkan. "Kamu salah, Sinta! yang kamu lakukan itu bukanlah cemburu, melainkan adalah ambisi yang merusak segalanya, dan aku seperti ini, karena aku merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Sati!"

Sinta menangis sesengukan, ia baru menyesal setelah tahu kebenaranya.

Tuan Zacky tidak peduli, ia terus menatap Sinta dengan mata yang penuh kebencian. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Sinta. Kamu telah menghancurkan orang lain, dan kamu harus membayarnya!"

"Dan satuhal lagi! Wanita sepertimu tidak pantas di pangil ibu Sinta! kau tidak pantas di pangil ibu!"

Sinta tergagap."Kang-Mas, jangan katakan itu, aku mohon." Sinta mengingat ucapan Ki Ageng, yang mana beliau juga mengatakan kalau rahimnya sudah di tumbalkan Ratih.