"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"
"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."
Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.
Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.
Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman
Gissele menatap Federico dengan ekspresi penuh jijik dan kemarahan. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena kagum, tapi karna muak.
"NGGAK MAU OM JAUH-JAUH LO!! BIBI SINI!!" Gissele teriak memanggil pembantu.
Sial! Kenapa om-om ini selalu seenaknya sendiri sih! Batinnya kesal.
Gissele bergerak panik, tangannya tanpa sadar menyentuh sesuatu yang keras dan berat di samping tempat tidur.
Dan sebelum otaknya bisa memproses...
BRAK!!
Air di dalam ember tumpah.
Dan langsung menghantam tubuh Federico.
Gawat.. Gissele membeku sesaat.
Federico diam selama beberapa detik. Ia menunduk, melihat bajunya yang kini basah kuyup. Pria itu lalu menarik nafas panjang, menyeka air yang menetes dari dahinya.
"Astaga..." Gumamnya, suaranya dalam dan berat. "Baru saja saya mandi."
"HAHAHA RASAIN TUH OM!" Gissele tertawa dengan keras, ia sepertinya senang melihat pria itu menderita.
Namun setelah itu, Federico melakukan sesuatu yang membuat otaknya meledak. Dengan santai, pria itu menarik kausnya ke atas dan melepaskannya.
Gissele langsung tercengang, "OM! NGAPAIN BUKA BAJU DI SINI?!" Gissele juga langsung menutup matanya sebegai perlindungan.
Federico mengangkat alis, ekspresinya benar-benar tidak peduli. "Badan saya basah, Nona. Saya bisa masuk angin," jawabnya santai.
"YA KELUAR DULU!!"
"Terlanjur."
"DIH?!"
Federico menyeringai, seulas senyum licik terbentuk di bibirnya. "Masa Nona nggak mau lihat badan saya?"
Gissele terkunci di tempatnya dan otaknya error. Mata jahatnya membandel, melirik ke arah pria itu.
Sialan.. badannya emang bagus.
Dada bidang, bahu lebar, otot perut yang terdefinisi jelas. Tetesan air mengalir turun di sepanjang ototnya, membuatnya terlihat seperti model pria di iklan parfum.
ASTAGA, OTAK GUE HARUS DIBERSIHKAN.
"A-APA SIH?!" Gissele buru-buru memalingkan wajah, menutup matanya rapat-rapat. "BODO AMAT! KELUAR SANA!"
Tapi sialnya, Federico justru semakin mendekat. Tiba-tiba, dia meraih pergelangan tangan Gissele.
Dan sebelum gadis itu bisa menarik diri, telapak tangannya sudah menyentuh sesuatu yang panas dan keras.
Itu.. perut Federico. Rasanya kokoh, dia benar-benar pria yang kuat.
Gissele menarik nafas tajam.
"Ke-kenapa tangan gue disana?!?!"
Federico tertawa kecil. Suara rendah itu menggema di udara, terdengar menggodanya lebih dari yang seharusnya.
"Menurutmu bagaimana, Nona?" Bisiknya. "Bagus atau tidak?"
Gissele langsung membeku.
DIA BENERAN NANYA BEGITU?!
Jantungnya berdegup terlalu cepat dan nafasnya tercekat. Tangannya masih menyentuh perut pria itu.
Gissele ingin kabur segera mungkin tapi yang terjadi justru lebih parah. Tiba-tiba Darah mengalir dari hidungnya.
Setetes.
Lalu... dua tetes.
Lalu... mengalir agak deras.
"Heh?" Federico menatapnya.
Gissele juga menatap Federico dan keduanya mendadak diam.
"Hei, Nona mimisan?" Federico tampak ingin ketawa, tapi masih mencoba menahan diri.
"APA?! NGGAK, INI CUMA..." Gissele buru-buru menyeka hidungnya dengan tangan satunya.
"Hahaha." Federico langsung ngakak, tawa rendahnya bergetar di udara. "Berarti tubuh saya sangat bagus ya Nona?"
Gissele langsung panik setengah mati.
"I-INI! NGGAK ADA APA-APA! NGGAK BAGUS! NGGAK JELEK! NGGAK AH NGGAK TAU!" Kata-katanya ngawur, berusaha menghindari tatapan Federico yang penuh godaan.
"Tapi Nona mimisan karna ini kan? Berarti bagus.." Federico semakin mendekat, senyum licik menghiasi wajahnya.
"NGGAAKK!!"
Saking paniknya, Gissele langsung melempar bantal pada Federico untuk menjauh.
"PERGI DARI SINI OM!" Teriaknya lagi.
...****************...
Beberapa saat berlalu, Gissele akhirnya berhasil mandi, tentu saja dengan bantuan bibi pembantu. Meski hatinya masih mendendam gara-gara kejadian tadi, ia berusaha melupakan momen memalukan tersebut.
"Cuma orang gila yang mimisan karna pegang perut cowo dan orang gila itu gue." Gumamnya lagi, kesal pada diri sendiri.
Namun, begitu dia bersantai di atas kasur, Gissele langsung dihadapkan pada masalah baru.
Federico datang dengan meja kecil lalu ditaruh di sisi kasur. Di atas meja itu sudah dihidangkan sarapan yang lengkap. Dan yang lebih mengejutkan… Federico duduk di sampingnya dengan santai.
Gissele mengerutkan kening. "Om, ngapain lagi di sini? Kan gue bilang keluar.."
Federico mengangkat alis, seolah pertanyaannya tadi bodoh. "Saya disini akan mengurusmu makan."
"APA?!" Gissele langsung ingin kabur lagi.
"Jangan banyak tanya, Nona. Saya disuruh ayahmu untuk mengurusmu. Beliau sangat panik saat tau kamu terkilir," ujar Federico dengan nada santai lalu mengambil piring dan menyiapkan 1 suapan.
"Makan yang benar."
Gissele mencelos, "Tapi kan ada pembantu di rumah ini! Kenapa harus om yang ngurus gue?!"
Federico lalu melirik ke pintu dan Gissele ikut menengok.
Seakan menjawab pertanyaannya, disana para pembantu berkumpul dan mengintip mereka. Para pembantu malah menjadikan interaksi Gissele dan Federico sebagai tontonan.
Bibir Gissele bergetar. "Kenapa mereka semua kayak mogok kerja dan malah suka banget ngelihatin kita?!"
Salah satu bibi pembantu malah menyeringai usil. "Sejak ada Tuan Federico, rumah ini jauh lebih seru," Bisiknya pada teman-temannya.
"Benar sekali, kaya liat drama romantis!"
"Apalagi waktu Tuan Federico menggoda Nona Gissele tadi, aku hampir mimisan!"
Gissele hampir muntah darah.
"H-HEI!!" serunya marah. "Bibi-bibi, bantuin gue dong!"
Tapi para pembantu malah tertawa kecil, lalu mundur lebih jauh.
PENGKHIANAT!
Gissele melotot penuh dendam ke arah Federico. "Om mau ngurusin gue makan gimana? Nyuapin gue?" Katanya dengan nada penuh ancaman.
Federico mengangguk dengan ekspresi tanpa dosa. "Ya saya akan suapi Nona, biar saya pastikan Nona makan dengan benar."
Pria ini memang keras kepala dan tau caranya memanfaatkan situasi. Tapi Gissele tidak akan menyerah. "Kan gue bisa makan sendiri Om, yang sakit itu kaki bukan tangan."
"Sudahlah, kan Nona sedang istirahat, buka mulutnya Nona."
Gissele mengerucutkan bibir. "Gak mau."
Federico menyipitkan mata. "Kalau begitu saya akan paksa Nona agar bisa makan."
Gissele berpikir cepat. Lalu dengan tatapan penuh tipu daya, dia membuka mulutnya. "PERGI OM! GUE NGGAK MAU-"
Jleb!
Saat mulut Gissele terbuka lebar, Federico menyuapkan makanan itu. Dengan cepat, gadis itu mengunyah… lalu melepehkannya langsung ke wajah pria itu.
"BLEH!"
Sisa makanan itu tepat mengenai pipi Federico dan ruangan menjadi hening.
Para pembantu menahan nafas dan Gissele menatap pria dihadapannya dengan kesal. "Om berani banget ngasih gue daging? Kan gue nggak makan itu!"
Federico diam lalu tersenyum licik. "Daging itu untuk kebaikanmu, Nona," ujarnya dengan suara rendah, nyaris mengancam.
Gissele menegang saat Federico mengambil sepotong daging lain, lalu mengangkatnya ke depan wajahnya.
"Kalau nggak mau makan ini? Yasudah, jangan makan apapun sampai kamu mati kelaparan."
Gissele membelalakkan mata. "HAH?!"
Federico melirik ke arah para pembantu yang masih mengintip di pintu.
"Jangan berikan Nona Gissele makanan lain kalau dia nggak menghabiskan ini."
"EH?!"
Sialnya… Para pembantu mengangguk setuju.
"Siap, Tuan Federico!"
Gissele ingin memekik frustasi. "Dih om siapa ngatur-ngatur gue? Eh bibi-bibi pengkhianat! Gue kan majikan kalian, kok kalian-"
"Ini perintah langsung dari ayahmu, Nona Gissele." Potong Federico dengan tajam, "Makanya mereka bisa nurut sama saya karna ini perintah langsung ayahmu."
Gissele berdecih, ayah sangat menyebalkan.. Pikirnya. Dia menatap piringnya dengan kesal, lalu melirik Federico yang menyeringai menang.
B*JINGAN! Mau tak mau, dengan wajah sehitam arang, Gissele membuka mulutnya dengan terpaksa.
Federico tertawa kecil, "Saya menang lagi, Nona."
Gissele ingin menghantam wajahnya dengan piring ketika melihat senyum itu.
Gissele terpaksa mengunyah daging dengan ekspresi penuh penderitaan.
Federico yang duduk di seberangnya terus menatapnya dengan senyum penuh kemenangan.
"Ugh.."
Saat Gissele menelan suapan terakhirnya, Federico tiba-tiba menjulurkan tangan dan mengelap sudut bibirnya dengan ibu jari.
"Apa sih?!"
Gissele langsung menjauhkan wajahnya.
Namun, Federico tetap tenang, bahkan tertawa kecil.
"Mulutmu belepotan, nona," katanya santai.
Gissele mendengus kesal karna om-om satu ini selalu punya cara untuk mempermainkannya.Gissele memilih diam dan tidak menanggapinya lagi.
Lalu, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dari tadi, Gissele memang tidak memperhatikan ponselnya. Namun, saat melihat layarnya, dia langsung kesal bukan main.
Matanya langsung menyipit penuh kebencian. Spam chat itu sangat menyebalkan.
Dengan emosi yang langsung naik ke ubun-ubun, Gissele membanting ponselnya ke atas kasur.
Federico, yang dari tadi mengamati perubahan ekspresinya, langsung mengangkat alis.
"Ada apa?" Tanyanya, nada suaranya lebih serius kali ini.
"BUKAN URUSAN OM!" Seru Gissele tajam.
Federico mengerutkan kening. Tatapannya tajam. "Jika itu menyangkut ketenangan Nona, hal itu akan jadi urusan saya."
Tanpa peringatan, Federico menyambar pinggangnya, menariknya ke dalam dekapan erat.
"W-WOI!!"
Gissele nyaris jatuh, tapi Federico sudah lebih dulu menahan tubuhnya.
Jantungnya melesat seperti peluru.
Matanya melebar panik saat wajah Federico semakin dekat.
"Om—!"
"Kata Nona, saya bertanggung jawab menjaga ketenangan Nona juga kan.."
Dan sebelum Gissele sempat mengutuk atau kabur…
Federico mencium pucuk kepalanya. "Jawab atau saya cium lagi, Nona?"
..