Disarankan membaca Harumi dan After office terlebih dahulu, agar paham alur dan tokoh cerita.
Buket bunga yang tak sengaja Ari tangkap di pernikahan Mia, dia berikan begitu saja pada perempuan ber-dress batik tak jauh darinya. Hal kecil itu tak menyangka akan berpengaruh pada hidupnya tiga tahun kemudian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan
Selama seminggu bekerja, baru kali ini Sandi bertemu dengan CEO dan dua bawahannya. Dia mengikuti rapat bulanan.
Karena masih terbilang baru di kantor pusat, Sandi hanya sebagai pemerhati jalannya rapat. Lebih banyak Ringgo sang manajer dan asistennya, Haris.
Walau pendingin udara menyala, Dahi Sandi berkeringat. Hal tersebut diakibatkan oleh tatapan sekretaris CEO, yang menatapnya dingin.
Bisa-bisanya Mia menikah dengan lelaki seperti itu? Kenapa tidak dengan Ari saja? Bukankah mereka dekat?
Pertanyaan itulah yang muncul pada jemala. Seumur-umur dia berpapasan dengan Jaka, ketika lelaki itu berkunjung ke pabrik mendampingi Dimas. Tak sekalipun Sandi melihat suami Mia tersenyum, ekspresinya datar dan kaku. Pantas saja, para pekerja gedung menjuluki Jaka sebagai 'kanebo kering'.
Haris menutup rapat setelah satu jam lebih mereka membahas ini itu. Sandi yang duduk di sebelah Ringgo, menutup laptop-nya.
"Bagaimana suasana kantor di sini, Sandi?" Tanya Dimas, masih duduk di kursi paling ujung.
Sandi menoleh ke arah bos-nya. "Nyaman, Pak!"
"Syukurlah kalau begitu, ngomong-ngomong kamu tinggal di mana?" Tanya Dimas lagi.
Sandi menyebutkan nama jalan di mana tempatnya tinggal.
"Di sini, perusahaan sengaja tidak menyediakan mess karena hampir sembilan puluh persen pekerja sudah memiliki tempat tinggal atau tinggal bersama keluarganya." Dimas memberikan penjelasan. "Berikan subsidi khusus untuk Sandi, sebanyak lima puluh persen dari harga sewa kosannya." Katanya pada asisten dan manajer keuangan.
Sandi terkejut, dia tak menyangka bos-nya bermurah hati. "Terima kasih pak!" reflek Sandi berdiri dan menundukkan kepalanya.
"Saya harap kinerja kamu tak kalah bagus dengan Mia."
"Baik pak! Saya akan berusaha sekuat tenaga."
"Bagus." Dimas bangkit berdiri, dia melangkah ke arah pintu.
Ketika pintu terbuka, muncul sosok perempuan cantik dengan dress maroon. Tersenyum dan menyapa Dimas.
Sandi beberapa kali, melihat istri CEO. Tapi tetap saja, dia kagum dengan parasnya dan bentuk tubuhnya. Kedua serasi, sama-sama Tampan dan cantik.
"Hai ..." Rumi melambaikan tangan ke arahnya. "Sayang aku ke Sandi dulu, ya?" Dia meminta izin pada suaminya.
"Jangan lama-lama, aku lapar." Setelahnya Dimas berlalu diikuti oleh asisten dan sekretarisnya.
"San, Gue sama Haris turun dulu." Ujar Ringgo sambil menjinjing tas laptop. "Mari Bu Dimas." Dia menyapa mantan rekan kerja tetangga divisi.
"Apaan sih, bang? Panggil Unge aja." Sahut Rumi.
"Saya ngeri sama suami situ, saya masih betah kerja di sini." Haris menyela.
Kedua lelaki itu berlalu dari ruang rapat, setelah sempat berbincang sejenak dengan Rumi. Kini tersisa dua perempuan beda usia di ruangan itu.
"Mia minta aku supaya sapa kamu," Rumi membuka pembicaraan. "Katanya selama dia kerja di pabrik, kalian satu ruang kerja dan satu mes. Jadi dia nitip, supaya kamu nggak ada yang ganggu di sini. Walau di kantor, nggak mungkin ada yang bakal aneh-aneh sih!"
Sandi bingung mau menanggapi apa, karena sedari tadi diam-diam. Dia mengagumi sosok perempuan beranak satu itu. Wajah cantik, rambut hitam terurai panjang, tubuh bak gitar spanyol dan jangan lupakan aroma minyak wangi yang lembut. Bunga Harumi adalah perempuan cantik nan anggun.
"Oh ya kamu tinggal di mana?" Tanya Rumi, terlihat matanya yang antusias.
Sandi menyebutkan jalan tempatnya tinggal. "Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan sama aku. Mulai sekarang kita temenan, ya? Sejak menemukan pasangan, teman-teman ku semuanya di bawa sama suaminya ke luar negeri. Cuma Mia doang yang tersisa. Tapi sekarang, Mia lagi sibuk sama bayi." Ujar Rumi, tersenyum kecut.
Sandi bingung hendak menanggapi apa. "Kapan-kapan kita nyalon bareng, ya? Kayak dulu aku sama Mia dan yang lain." Kata Rumi lagi.
"Iya, mbak!"
Obrolan mereka terhenti, saat ponsel Rumi berdering. Terlihat emoticon love di layar, yang artinya Dimas memanggil istrinya.
Keduanya keluar dari ruang rapat, menuju ke arah ruangan CEO. Hanya saja, Sandi lurus menuju elevator. Sedangkan Rumi berbelok.
***
Sore harinya Sandi lembur bersama Haris dan satu staf keuangan lain bernama Willy. Indah sudah pulang terlebih dahulu, perempuan beranak dua itu hanya mau lembur di pagi hari. Dan pulang tepat waktu.
Di waktu istirahat jeda magrib, ponsel Sandi bergetar. Terlihat nama 'Mas Ari' muncul di layar. Tapi Sandi lebih memilih abai, dia merasa tidak enak terus-menerus merepotkan lelaki itu.
Dari Sabtu sore hingga Senin pagi, Ari bersikap terlampau baik padanya. Sandi takut, perasaannya semakin dalam. Dan kembali merasakan patah hati.
Sandi rasa, dia akan lebih merasakan patah hati yang sangat dalam. Jika Ari membuatnya kecewa. Karena sedari awal, dia lebih dulu menyukai lelaki itu.
"Karena kerjaan masih banyak, gue udah pesenin makan malam buat kita bertiga. Dikit lagi datang." Seru sang asisten manajer sambil membuka kancing di pergelangan tangannya. "Magriban dulu kita."
Mereka baru lembur selama satu jam lebih beberapa menit, ketika suara Azan berkumandang.
Setidaknya dengan adanya makan malam, Sandi bisa menghemat biaya makan untuk hari ini. Pagi tadi sarapan dibelikan oleh Ari, makan siang dengan bekal yang dibawa oleh Indah, lalu malam ditraktir Haris. Andai sehari-hari seperti ini, mungkin saldo tabungannya aman.
Ketiga orang penghuni divisi keuangan itu, baru menyelesaikan kerjanya sekitar pukul delapan malam.
"Lo nebeng gue aja, gue pulang ke rumah mertua di Jatinegara. Entar Willy gue turunin di halte busway depan." Seru Haris, begitu mereka menaiki elevator menuju parkiran bawah tanah.
Lihat kan?
Hari ini Sandi belum mengeluarkan uang sedikitpun, uang cash yang tersisa di dompetnya. Masih utuh.
Sandi tak menyangka, suasana kerja dan individu di kantor pusat. Cukup menyenangkan. Walau soal bahasa, Sandi sering diledek. Tapi tidak masalah, ini hanya perkara kata-kata 'gue-elo'
Sepanjang perjalanan usai menurunkan Willy, Haris banyak bercerita tentang kehidupan keluarga kecilnya. Termasuk soal Anggita yang juga mantan staf divisi keuangan sekaligus istri Alfero Atmadja, mantan asisten Dimas.
Haris juga menyampaikan harapannya, agar Sandi bisa betah. Lelaki itu malas untuk mengajari anak baru lagi.
Mobil Haris berhenti tepat di depan warung kopi, hal tersebut sontak membuat pengunjung. Menoleh ke arah mobil.
Sandi mengucapkan terima kasih dan berpesan, agar Haris mengemudi dengan hati-hati. Tak lupa memberikan tawa dan senyuman ramah.
Sayangnya sapaan dari Seseorang, membuat senyum itu memudar. Padahal sengaja dia pulang malam, tapi tak menyangka ketahuan.
"Kenapa Telepon dan pesanku tidak dibalas?" Tanya Ari kecewa.
"Maaf mas, kerjaan aku lagi banyak banget. Jadi nggak sempat lihat hape." Dia merasa tidak enak. "Kalau gitu aku pergi dulu, malam Mas Ari!"
Sementara yang ditinggalkan hanya diam tanpa berekpresi, menatap punggung perempuan yang seharian kemarin menemaninya.