NovelToon NovelToon
Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pengganti / Obsesi
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Cty S'lalu Ctya

Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Istana

Sepulang kerja aku langsung menuju ke rumah sakit, mengurus administrasi karena Emir sudah boleh pulang.

"Biaya administrasi nya sudah ada yang nanggung Bu, jadi Bu Yumna tinggal tanda tangan ini saja" ujar perawat yang berjaga di resepsionis.

"Alhamdulillah, kalau boleh tahu siapa sus, saya ingin berterima kasih pada beliau" tanya ku penasaran. Ternyata di dunia ini masih banyak orang yang hati nya begitu baik.

"Maaf Bu, ini privasi" balas perawat. Aku pun mengangguk, dan hanya bisa berdoa untuk kebaikan orang tersebut.

Pukul lima sore aku dan Emir sampai di depan rumah pak Prayoga. Terlihat Emir menatap bingung sekaligus takjub dengan bangunan rumah yang besar seperti istana. Aku memencet bel tak lama pak satpam membukakan pintu gerbang.

"Eh.. mbak Alana" sambut pak satpam seraya membukakan pintu.

"Sore pak.." balas ku. Pak satpam melihat ke arah samping ku dimana ada Emir.

"Dia anak saya pak, nama nya Emir" terang ku pada pak satpam. Pak satpam pun mengulas senyum ramah pada Emir.

"Emir beri salam pada pakde" seruku, beruntung Emir dengan sigap langsung mencium punggung tangan pak satpam.

"Duh,, ganteng nya, ayo masuk, pak Prayoga juga sudah datang" ajak pak satpam seraya membantu membawa barang-barang. Aku menarik nafas panjang lalu mengandeng Emir di sisi kanan ku. Sedangkan tanganku yang satu membawa tas. Aku sempat melihat siluet dia memperhatikan kami dari balkon.

"Mbak Alana,, sini biar bibi yang bawah!" sambut bibi di depan pintu, bibi langsung beralih mengambil tas di tangan ku.

"Terima kasih bi.." jawab ku.

"Bu, ini lumah ciapa gede cekali?" tanya Emir dengan cadel, aku pun berjongkok agar sejajar dengan Emir.

"Sekarang kita tinggal disini nak" jawab ku lembut. Mata Emir berbinar.

"Benelan Bu, Emil tinggal di istana"

"Hem, tapi Emir tidak boleh nakal, juga tidak boleh mengambil sesuatu yang ada di dalam yang bukan milik Emir" selembut mungkin aku menjelaskan pada Emir. Bagaimana pun di rumah ini kita hanya numpang untuk tinggal. Emir pun mengangguk, kadang aku bersyukur meski di usianya yang masih belia tapi Emir seakan memahami ku, dia tidak pernah rewel layaknya anak-anak seusianya. Malahan aku yang sedih karena sedari kecil Emir selalu merasa kesakitan dengan kondisi jantung nya. Semoga dengan operasi ini Emir bisa sembuh sepenuhnya sehingga dia bisa menjalani kehidupan nya layaknya anak normal seusia nya.

"Nah, sekarang bibi akan menunjukkan kamar Emir" timpal bibi. Emir begitu antusias.

Klek..

"Nah, ini kamar Emir sekarang" kata bibi ketika membuka pintu kamar di lantai satu, bukan kamar tamu tapi kamar nya pun cukup besar dan nyaman.

"Wah,, kamalnya gede ma" celetuk Emir. Memang kamar di rumah ini setara dengan rumah kontrakan yang ku sewa.

"Emir suka?" tanya bibi. Emir mengangguk.

Selesai membantuku menata baju bibi pamit untuk pulang dan bilang jika besok pagi dia akan kembali untuk menjaga Emir saat aku masuk kerja. Aku pun sangat berterima kasih bibi sudah begitu baik membantu ku dan Emir. Emir pun sudah terlelap mungkin dia kecapean. Aku pun memutuskan untuk mengambil pakaian ganti dan akan mandi di kamar ini saja.

Klek..

Saat ku masuk ternyata ku lihat dia masih duduk di balkon kamar. Aku segera mengambil baju di dalam tas ku yang ada di keranjang.

"Mau kemana kau?" sarkas nya ketika aku hendak membuka pintu kamar dengan membawa baju ganti di tangan ku.

"A-ku-"

"Cepat ganti baju dan ikut aku!" perintah nya.

"Baik" jawab ku, segera ku putuskan membuka pintu tapi dia langsung mencegahku menyuruhku mandi di kamar ini saja. Tak ingin lagi-lagi berdebat aku pun langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Di depan cafe milik Gala dia menghentikan mobil nya dan parkir di tepi jalan.

"Cepat keluar dan katakan jika kau berhenti bekerja!" perintah nya dengan nada begitu menghunus. Jujur saja berat bagi ku melepas pekerjaan bersama dengan Gala selain Gala dan Brian begitu baik pada ku juga darimana lagi aku mendapatkan uang untuk kehidupan ku dan Emir. Sedangkan kerja di pabrik saja untuk menebus hutang ku. Dan aku tak mendapatkan gaji.

"CEPAT TURUN!" tekan nya dengan nada meninggi. Baiklah, dia juga sudah bersedia membantu meminjamkan uang untuk operasi Emir. Toh, nanti akan aku pikirkan lagi masalah mencari cuan. Aku pun lekas turun dari mobil dan melangkah pasti ke dalam cafe untuk berpamitan pada Gala dan Brian.

"Lho kenapa harus risent sih mbak?" tanya Brian nampak kecewa ketika aku mengatakan untuk risent.

"Aku harus ekstra menjaga Emir" ujar ku.

"Kamu bisa cuti sampai Emir sembuh, dan-"

"Kasihan Emir, aku hanya ingin dia bisa bermain seperti anak seusianya, dia sudah cukup menderita" sela ku pada Gala. Mereka pun terdiam. Dan mengangguk menerima keputusan ku.

"Ok, tapi hubungi kami jika kamu butuh bantuan apa pun itu!" ujar Gala bersungguh-sungguh. Aku pun mengangguk.

"Terima kasih" balas ku sebelum beranjak pergi dari cafe.

Aku pun kembali masuk ke dalam mobil, dia langsung melajukan mobil nya, tidak ada yang berbicara kita sama-sama terdiam, dia fokus pada jalan dan aku masih kepikiran dari mana akan mendapatkan uang saking larut nya dalam pikiran sampai aku tak sadar jika sudah sampai di rumah. Kita sama-sama turun dari basemen.

"Siapkan di meja makan!" ujarnya menyodorkan dua kantong kresek berisi makanan. Aku pun mengangguk menerimanya. Dia pun melangkah naik ke atas mungkin akan ke kamar. Selesai menata beberapa makanan yang dia beli di meja bertepatan dia pun turun lalu menghampiri ku yang menuang air ke dalam gelas. Dia menarik kursi lalu duduk mengamati ku mengambil nasi dan ayam bakar juga beberapa lalapan dan sambel yang melengkapi.

"Silahkan!" ujar ku menaruh piring di depan nya.

"Duduk dan makanlah!" serunya meski dengan nada datar tapi ada yang aneh menurutku. Tatapan tajam itu kembali menghunus ku di kala aku masih bergeming. Tak ingin membuatnya marah aku pun duduk di sampingnya dan mulai mengambil nasi dan ayam lalu menyuapnya.

"Ibu.." suara panggilan itu membuatku menatap ke belakang dimana ada Emir keluar dari kamar. Segera ku menghampiri Emir yang mengucek mata.

"Emir,, kamu sudah bangun nak" betapa bodoh nya aku sampai tadi belum menghampiri anak ku.

"Emir mau maem?" tanya ku seraya menggendongnya. Emir pun mengangguk.

"Duduk sini ya, ibu buatkan Emir maem dulu" kataku mendudukkan Emir di kursi.

"Ibu ini ada ayam" kata Emir yang melihat ayam bakar di atas meja.

"Emir mau ayam?" tanya ku Emir pun mengangguk.

"Ibu buatin bubur ayam ya" aku memperhatikan Emir yang nampak menginginkan ayam bakar yang ada di meja.

"Emir, nanti jika Emir sudah sembuh dan kuat Emir boleh makan ayam bakar atau ayam goreng, untuk saat ini Emir maem bubur dulu ya sayang" sebisaku memberi pengertian pada Emir. Emir mendongak menatap ku lalu dia mengangguk. Aku pun mengulas senyum tak lupa mengelus rambutnya. Setelah itu aku ke dapur untuk membuat bubur ayam untuk Emir. Aku sempat melihat pak Prayoga memperhatikan kami tadi. Lima belas menit bubur pun jadi aku segera menghampiri Emir di ruang makan sendirian.

"Nak, ini buburnya sudah siap Emir maem ya!" Emir mengangguk dengan telaten aku menyuapi nya.

"Ibu,, tadi itu siapa?" tanya Emir pada ku. Aku terdiam berfikir sejenak, haruskah aku bilang jika dia suami ibu yang artinya ayah tiri kamu nak, tapi aku segera menepis semua itu karena dia tidak mungkin mau di panggil ayah oleh anak ku.

"Oh, itu pak Prayoga nak, pemilik rumah ini"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!