NovelToon NovelToon
Madu CEO Koma

Madu CEO Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Pihak Ketiga / Pernikahan rahasia
Popularitas:30.8k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

"Jika memang kamu menginginkan anak dari rahim ku, maka harganya bukan cuma uang. Tapi juga nama belakang suami mu."
.... Hania Ghaishani .....


Ketika hadirnya seorang anak menjadi sebuah tuntutan dalam rumah tangga. Apakah mengambil seorang "madu" bisa menjadi jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berdamai

Pagi itu masih muram. Cuaca di luar jendela abu-abu. Tidak hujan, tapi langit menggantungkan rasa berat yang tak bisa dijelaskan. Seperti hati Hania, yang kini duduk di sisi ranjang sang suami—pria yang bahkan belum pernah menatapnya.

Tangannya lincah mengecek monitor di sisi kanan ranjang. Layar-layar kecil yang menampilkan angka-angka denyut dan detak, seolah jadi satu-satunya kehidupan nyata yang tersisa di ruangan itu. Sesekali ia juga membetulkan selang infus, memastikan tidak ada sumbatan atau gelembung udara. Ia melakukannya tanpa suara.

Jari jam dinding menunjukan waktu, sepuluh lewat lima menit. Pintu kamar terbuka, didorong pelan dari luar. Suster Fira dan Dokter Mario. Keduanya masuk membawa botol infus yang baru, serta beberapa obat yang akan diberikan pada Brivan.

“Selamat pagi, Nyonya Maheswara,” sapa seorang pria muda berjas putih, Mario. Dengan senyum tipis, yang terlihat mengejek daripada sebuah sapaan.

Dokter pribadi keluarga Maheswara itu, memang berwajah ramah, tapi senyum yang ia berikan pada Hania, memiliki makna yang jauh dari kata ramah. Fira berdiri di belakangnya, diam dengan wajah datar dan nampan ditangannya.

“Hari ini kamu akan menerima suntikan pertamamu," ujar Mario dengan nada tenang, tapi tetap terdengar menyebalkan untuk Hania.

"Suntikan?" Ulang Hania dengan kebingungan.

Mario mengangguk kecil.

"Ya kami akan memberikan suntikan hormon untuk mematangkan sel telurmu. Kita mulai hari ini."

Hania menegang. Entah kenapa, kalimat itu terdengar lebih menyakitkan daripada saat ia menandatangani kontrak. Tubuhnya... resmi menjadi proyek reproduksi.

'Apa yang mengejutkan Hania?Bukankan memang ini bagian dari kerja sama yang kau terima,'

Hania menunduk menyembunyikan senyum kecil yang sumbang.

"Silakan baringkan sedikit tubuhmu, buka bagian perut kanan bawahnya."

"Baik." Hania menarik napas. Ia tak bertanya apa pun, tak melawan.

Ia lalu duduk di kursi samping ranjang. Membuka dua kancing terbawah kemejanya, menarik seragamnya sedikit ke atas, memperlihatkan perut bagian bawah, sekitar dua jari dari pusarnya. Kulitnya pucat dan dingin. Tangan mengepal di atas celana panjang yang ia kenakan. Ia menatap sini sekilas, ke arah Brivan yang masih terbaring diam. Seolah ingin pria itu melihat, apa yang mereka lakukan pada tubuh Hania.

Mario menyeka area itu dengan kapas yang sudah dibasahi alkohol, lalu dengan tenang menyuntikkan cairan ke bawah kulit—suntikan subkutan, kecil tapi menusuk kesadaran Hania. Jarum kecil itu hanya menembus lapisan tipis daging, tapi mengoyak harga dirinya.

Hania meringis pelan. Bukan karena sakitnya jarum. Tapi karena saat itu, ia benar-benar merasa… bukan siapa-siapa. Kehidupan Hania untuk satu tahun kedepan, sudah sepenuhnya menjadi milik keluarga Maheswara. Tak ada hak lagi untuk Hania sekedar bersuara.

'Lucunya…' pikirnya lirih.

'Aku bahkan belum pernah pacaran. Tapi hari ini, aku disuntik untuk hamil. Dari pria yang bahkan tak pernah bicara padaku. Mengenaskan sekali kau Hania,' monolog gadis itu dalah hati.

Mario menegakkan tubuh, memberikan selongsong suntikan yang sudah kosong pada Fira.

"Baiklah, sudah selesai."

"Satu suntikan tiap pagi, selama lima hari. Lalu dua hari setelahnya kita lakukan inseminasi. Ini vitamin khususnya, harus diminum setiap malam sebelum tidur," tambah Mario, menyerahkan botol kecil ke tangan Hania.

'Secepat ini?'

Tak ada kata untuk, menawari atau sekedar basa-basi. Semua seperti sudah ditentukan, sesuai perintah yang wajib ditaati. Hania hanya mengangguk.

“Baik,” ucapnya datar. Suaranya nyaris tak terdengar. Ia lalu merapikan lagi kemeja seragamnya.

Mario pun mundur, agar Fira bisa mendekat ke arah Hania. Fira mendekat, menyodorkan satu set infus baru dan alat suntik.

"Aku ajari cara menyuntikkan obat ke vena lewat port infus, ya. Ini penting kalau nanti kamu jaga sendirian."

Hania hanya mengangguk. Tidak ada energi untuk membalas ramah. Gadis itu memperhatikan tiap gerak Fira dengan seksama. Diam-diam ia menghafal langkah demi langkah, walau pikirannya tak sepenuhnya di situ. Setelah infus yang berwarna kekuningan diganti dengan kantong cairan bening.

"Nanti sore aku akan datang mengganti infusnya lagi. Tapi besok kau sudah harus turun tangan sendiri," tutur Fira. Lagi-lagi Hania hanya mengangguk, dia sungguh tidak punya selera untuk bicara pada dua manusia berseragam putih itu.

Setelah semua selesai, Mario dan Mira pamit meninggalkan kamar, tanpa mengatakan apapun. Hania kembali duduk lagi di sisi ranjang Brivan, menatap tangan pria itu, lalu menusuk-nusuk lengannya pelan.

Ia menatap wajah tenang pria itu, lalu menunduk.

"Kenapa mereka buru-buru sekali? Apa tidak bisa menunggu telurku matang sendiri?" Hania menggerutu, mengadu pada pria yang bahkan tidak bisa membuka matanya itu.

Hania menghela nafas panjang. Mungkin dia mulai sedikit gila, bicara sendiri. Tapi siapa yang perduli? Cuma duduk diam juga bosan. Meski ponselnya sudah diberikan dan diberikan kebebasan dalam menggunakan. Tapi menggunakan ponsel juga bukan keputusan yang tepat untuk membunuh bosannya. Hania yakin ponselnya sudah disadap, dia masih mengingat jelas bagaimana Ivana memperingatkannya. Jadi, Hania lebih memilih tidak mengunakan ponselnya, dan mengatur nada senyap.

"Hei, Brivan, aku akan melahirkan anakmu. Apa kau tidak ingin melihat wajahku ....?"

Hania memiringkan wajahnya, dengan masih menatap lekat wajah tampan Brivan.

"Mungkin kemarin aku pikir kau tidak usah bangun dan tidak perlu mengenalku. Tapi sepertinya ... Aku sedikit berubah fikiran, aku takut kau kaget melihat anak kita nanti tidak mirip denganmu atau Istri pertamamu ... Jangan kaget ya. Tetap sayangi dia, walau dia tidak mirip dengan kalian. Karena setiap manusia yang dilahirkan, berhak menerima bahagia dan kasih sayang dari orang tuanya. Aku pun sama, selama dia ada bersamaku nanti, akan aku berikan yang terbaik. Meski yang akan aku kandung adalah anak dari pria asing, yang aku bahkan tak tahu... warna matamu,seperti apa suaramu saat bicara, seperti apa kau tertawa ... itu ... tak apa ... Aku akan menyayanginya."

Tanpa sadar satu tangan Hania mengusap perutnya. Tempat dimana seorang anak akan tumbuh. Tak ada jawaban dari Brivan. Hanya detik jam dan bunyi monitor detak jantung yang terus berdetak stabil.

Hania kembali duduk. Menatap jari-jarinya. Jemarinya gemetar ringan. Meski berusaha ia sembunyikan. Tapi rasa marah dan kecewa itu masih ada, dan kian menebal di hati Hania. Seulas senyum hambar tersungging di bibirnya.

Hentakan nafas yang terasa berat, lebih berat dari sekedar kata yang bisa ia gambarkan. Hania mengalihkan pandangan, menatap ranting pohon yang berayun dibelai angin pagi. Pemandangan yang sejuk dari jendela. Sesuatu yang sederhana tapi tak bisa ia meraihnya.

"Aku sudah memutuskan menjalani semua ini. Kita sudah jadi suami istri, meski cuma diatas kertas, tapi kau tetap suamiku. Aku tidak akan lagi memanggilmu, Tuan. Kita akan mulai menjalani jalinan ini dengan normal. Entah aku istri kedua, istri kontrak ... Atau apapun kau menyebutnya nanti. Brivan .. aku ingin berdamai saja, aku tau kedepannya tidak akan mudah. Tapi setidaknya .... Aku bisa menjadi diriku di depanmu."

Wanita itu menoleh, tersenyum pada Brivan, senyum tulus seorang Hania Gaishani.

1
Biancilla
brivan sudah mulai sadar....kalau beneran sadar kamu harus pura2 masih koma brivan biar pulih dulu kondisinya dan bongkar semua yg Mario dan ivana rencanakan
Jasmine
Kasian banget Audy, seolah dikhianati oleh orang2 terdekatnya. Dibalik koma nya brivan ada rencana besar yg di susun oleh ivana dan Mario. kamu b0doh Audy mau diperdaya oleh mereka 🙈
Queen shy
walaupun Brivan sadar, aku sih berharap Brivan tetap berpura-pura koma agar tau siapa kawan dan siapa lawan yg tinggal di mansion Brivan.
untuk Hania dan Fira tetaplah seperti biasa jika melihat Brivan bangun.
Queen shy
Audy GK sadar klo dijadikan jembatan oleh Mario dan Ivana.. tapi masih belum jelas apa tujuan yang sebenarnya.
Milda_ynt
Aih giliran brivan sadar malah kepengen Audy jangan sadar dulu gimana sih
Novi Manggala Qirani
Audy ini ga pinter yaaa, Orang koma kan kuping nya masih bisa dengar. Audy malah ngomong di sebelah kuping nya, membeberkan semua rahasia nya sendiri 🤣🤣
Dimas Setyo 😍
Alhamdulillah tangan brivan bergerak itu tandanya brivan udah mulai sadar dari komanya
jimin park
syukurlah brivan uda mulai sadar....lagian y audy kenapa sih percaya bgt sama kata" mario...untungnya audy g tau apa yg dilakukan fira dan hania..
kieky
alhamdulillah, jika memang brivan uda mulai sadar...emng seharusnya seperi itu...agar tidak ada lagi yg memanfaatkan kondisi brivan dimansion...kenapa percaya bgt sih audy sama mario
Soraya
lama updatenya thor
Nor aisyah Fitriani
up terusas kak
Fitri HY
.sadar? beneran?
nur asiah
ayolah Brivan
bangun segera,agar kamu mengetahui kepahitan yang dirasakan oleh haniah
Fitri Herra
.deuh Audy udh kena racun Mario kah?,kalo gitu jgn biarkan Brivan sadar saat Audy ada,takutnya nganu
.nnti aja sadarnya pas ada Hania sma Fira
vay73
💜💜💜💜
Shakura
Ayo Brivan buka matamu.. tunjukkan klo kamu kuat dan bisa melawan kedzaliman mereka..
Sahidah Sari
brivan sdh mulai sadar nih sejak Hania ga menyuntikkan obat itu ,, jgn2 Brivan mendengar apa yg di katakan Audy ya.
Estri Gunyani
alhmdulilah brivan sudah sadar semoga lekas sembuh tuan brivan.
Anita♥️♥️
yok sadar yokkk,,,penasaran apa yang sebenarnya Ivana dan Marco rencanakan
Na_
wah sadar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!