NovelToon NovelToon
Takdirku Di Usia 19

Takdirku Di Usia 19

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Pena

Mentari, seorang gadis pemalu dan pendiam dari Kampung Karet, tumbuh dalam keluarga sederhana yang bekerja di perkebunan. Meskipun terkenal jutek dan tak banyak bicara, Mentari adalah siswa berprestasi di sekolah. Namun, mimpinya untuk melanjutkan pendidikan pupus setelah lulus SMA karena keterbatasan biaya. Dengan tekad yang besar untuk membantu keluarga dan mengubah nasib, Mentari merantau ke Ubud untuk bekerja. Di usia yang masih belia, kehidupan mempertemukannya dengan cinta, kenyataan pahit, dan keputusan besar—menikah di usia 19 karena sebuah kehamilan yang tidak direncanakan. Namun perjalanan Mentari tidak berakhir di sana. Dari titik terendah dalam hidupnya, ia bangkit perlahan. Berbekal hobi menulis diary yang setia menemaninya sejak kecil, Mentari menuliskan setiap luka, pelajaran, dan harapan yang ia alami—hingga akhirnya semua catatan itu menjadi saksi perjalanannya menuju kesuksesan. Takdirku di Usia 19 adalah kisah nyata tentang keberanian, cinta, perjuangan, dan harapan. Sebuah memoar penuh emosi dari seorang gadis muda yang menolak menyerah pada keadaan dan berjuang menjemput takdirnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Aku dan Mimpi Terlalu Besar

*📝** Diary Mentari – Bab 9**

“Apakah aku yang terlalu bermimpi tinggi, atau mereka yang terlalu pandai menerima hidup apa adanya?”***

Ibu datang membantuku mencuci. Tumpukan baju yang masih basah setengah bak seolah ikut menyambut kehadirannya. Ibu menggosok, aku memeras. Baju demi baju. Dengan sabun batang yang hampir habis dan air sungai yang mulai mengeruh karena banyaknya cucian.

Setidaknya aku tidak sendirian. Rasanya lebih ringan, lebih hangat, meski tak banyak kata yang keluar. Ibu juga pasti lelah, baru saja pulang dari kebun. Tapi ia tetap datang, duduk di sampingku, mengerjakan cucian tanpa diminta. Dalam diam itu, aku merasa dicintai.

Tapi aku tahu, bukan hanya ibuku yang seperti itu. Hampir semua ibu di kampung Karet juga sama. Pagi ke kebun, siang ke pasar, sore mencuci, malam memasak. Hidup berjalan dengan ritme yang melelahkan, tapi wajah mereka tetap terlihat biasa saja, bahkan sesekali tertawa.

Aku sering bertanya dalam hati—kenapa aku merasa berbeda?

Apa mimpiku terlalu tinggi? Apa keinginanku terlalu muluk? Sementara yang lain tampak baik-baik saja menjalani hidup seperti ini. Mereka tampak menerima semuanya tanpa beban, bahkan bisa tertawa lepas saat mencuci. Sementara aku? Duduk mencuci saja, pikiranku penuh dengan pertanyaan: sampai kapan seperti ini?

Kadang aku berpikir, mungkin mereka tidak punya mimpi sebesar milikku. Atau… mereka memang lebih hebat karena mampu menerima kenyataan. Aku tidak tahu.

Yang pasti, tak ada rumah lain di kampung ini yang diisi dua belas orang dalam satu atap seperti rumahku. Hanya rumahku. Hanya keluargaku. Mungkin karena itu aku jadi cepat lelah. Mungkin karena itu aku ingin pergi.

Hari itu, ketika sedang mencuci, datang seorang gadis ke sungai. Membawa bakul cucian. Tubuhnya bersih, pakaiannya tampak rapi meskipun hanya kaos dan celana pendek. Kulitnya putih dan halus. Ia tampak seperti bukan bagian dari kampung ini.

Ibu menoleh dan bertanya padanya, “Kapan pulang dari Denpasar, Nak?”

“Baru kemarin, Bu. Libur sehari saja, besok balik lagi,” jawab gadis itu sambil tersenyum.

Ibu membalas senyumnya. Aku pun ikut tersenyum kecil padanya, walau di dalam hatiku terasa getir.

Dia seusia Kak Raka. Tapi dia sudah bekerja di Denpasar, meski hanya lulusan SMP. Sedangkan Kak Raka masih sekolah di SMA, dan aku… aku masih jauh dari kota. Masih mencuci di sungai, masih membagi nasi dengan delapan pasang tangan lain di rumah.

Aku memandangnya dalam diam. Seakan-akan mataku sedang membaca buku yang tak pernah bisa aku miliki. Seakan-akan tubuhnya adalah jawaban dari mimpiku: bersih, wangi, bebas. Bukan seperti kulitku yang hitam, kusam, terpapar matahari setiap hari.

Aku tak bermaksud membandingkan. Tapi ada rasa yang sulit ditepis: kapan aku bisa seperti dia? Bekerja, bebas, punya penghasilan sendiri, bisa beli sabun cair harum seperti yang dibawa gadis itu dalam keranjang cucian.

Hari itu aku pulang membawa cucian bersih dan pikiran yang lebih kotor daripada sebelumnya. Penuh iri, penuh tanya, penuh perasaan kalah.

Malamnya aku membuka diary. Kutulis:

“Hari ini aku mencuci dua tumpuk baju. Tapi yang lebih berat adalah mencuci rasa rendah diriku sendiri.”

Kadang aku hanya ingin menjadi gadis yang bisa tersenyum ringan, bukan hanya karena sudah selesai mencuci, tapi karena tahu hidupnya akan baik-baik saja esok hari.

1
Komang Arianti
kapan tarii bahagiaa nya?
Komang Arianti
ngeenesss bangettt ini si mentarii😢😢
Putu Suciptawati
jadi inget wkt adikku potong rambut pendek, kakekku juga marah, katanya gadis bali ga boleh berambut pendek/Facepalm/
K.M
Ditunggu lanjutannya ya kk makasi udah ngikutin ☺️
Putu Suciptawati
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
K.M: Auto mewek ya kk
total 1 replies
Putu Suciptawati
yah kukiora tari akan menerima bintang, ternyata oh ternyata ga sesuai ekspektasiku
Arbai
Karya yang keren dan setiap bab di lengkapi kalimat menyentuh.
Terimakasih untuk Author nya sudah berbagi kisah, semoga karya ini terbit
K.M: Terima kasih dukungannya kk ☺️
total 1 replies
Putu Suciptawati
ayolah tari buka hatimu unt bintang lupakan cinta monyetmu...kamu berhak bahagia
Putu Suciptawati
senengnya mentari punya hp walaupun hp jdul
Putu Suciptawati
semangat tari kamu pasti bisa
Putu Suciptawati
puisinya keren/Good//Good//Good//Good/
Putu Suciptawati
karya yg sangat bagus, bahasanya mudah diterima.....pokoknya keren/Good//Good//Good//Good/
K.M: Terima kasih banyak sudah menyukai mentari kk ❤️❤️
total 1 replies
Putu Suciptawati
betul mentari tdk semua perpisahan melukai tdk semua cinta hrs memiliki
rarariri
aq suka karyamu thor,mewek trus aq bacanya
rarariri
/Sob//Sob//Sob/
Wanita Aries
Kok bs gk seperhatian itu
Wanita Aries
Paling gk enak kl gk ada tmpt utk mengadu atau skedar bertukar cerita berkeluh kesah.
Aku selalu bilang ke ankq utk terbuka hal apapun dan jgn memendam.
Wanita Aries
Kok ba ngumpul smua dsitu dan org tua mentari menanggung beban
Wanita Aries
Mampir thor cerita menarik
Putu Suciptawati
betul mentari, rumah atau kamar tidak harus besar dan luas yang terpenting bs membuat kita nyaman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!