Update tiap hari ~
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.
Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.
Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.
Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.
Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...
[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]
Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.
Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara lang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penginapan Anggrek Merah (2)
Feng Jian melangkah naik ke lantai dua dengan langkah tenang dan penuh kewaspadaan. Sepanjang tangga, suara langkah kakinya terdengar lembut namun tegas, seperti seseorang yang tahu pasti ke mana ia harus pergi. Di lantai dua, koridornya dihiasi dengan lukisan-lukisan lanskap spiritual, lentera gantung dari kristal merah, dan aroma samar dupa harum yang menenangkan pikiran.
Akhirnya, Feng Jian berhenti di depan sebuah pintu kayu berukir halus dengan angka 25 yang tertera dengan tinta emas. Ia menyelipkan kunci ke dalam lubang kunci, memutarnya perlahan, dan...
Klek.
Pintu itu terbuka dengan suara ringan.
Saat pintu terbuka penuh, mata Feng Jian langsung membelalak.
"Ini..." gumamnya pelan.
Ruangan itu jauh lebih mewah dari yang ia bayangkan. Luasnya hampir sebesar aula kecil, dengan dinding yang dilapisi kain merah tua berpola awan keemasan. Lantai berlapis kayu merah mengkilap, begitu bersih hingga bisa memantulkan bayangan. Tirai sutra tergantung anggun di jendela besar yang menghadap ke taman dalam penginapan.
Di satu sisi kamar terdapat tempat tidur besar berkanopi, dengan tirai tipis yang menjuntai elegan. Di sisi lain, ada meja bundar dari kayu giok dan dua kursi bersandar tinggi, di atasnya terletak satu botol dan dua cawan kaca tipis yang tampak dingin. Botol itu berisi minuman berwarna merah tua, warnanya seperti darah yang membeku dalam kristal.
Feng Jian melangkah ke meja itu, menarik kursi, dan duduk perlahan. Ia menuangkan minuman itu ke dalam cawan dan menatap isinya sejenak.
Aroma manis dan tajam menguar, menggoda inderanya.
"Minuman ini..." bisiknya, lalu ia menyesap sedikit.
Begitu cairan itu menyentuh lidahnya, Feng Jian terdiam.
Rasa hangat dan kuat langsung meledak di mulutnya, menyebar cepat ke seluruh tubuh seperti arus energi spiritual. Berbeda dari minuman keras dunia lamanya, ini terasa seperti campuran madu hutan kuno, buah spiritual yang difermentasi, dan energi yang mengalir dalam setiap tetesnya.
Feng Jian menutup matanya sejenak dan menarik napas panjang.
"Minuman ini… bukan hanya untuk mabuk. Ini bisa memperkuat tubuh..."
Ia menaruh cawan kembali di meja, tersenyum tipis, dan memandangi seluruh kamar itu sekali lagi.
"Harga yang mahal... memang sepadan."
Di malam yang sunyi itu, di dalam kamar nomor dua puluh lima, seorang pemuda yang baru melangkah ke dunia kultivasi perlahan mulai merasakan betapa luas dan indah namun juga penuh bahaya dunia ini. Dan langkah pertamanya baru saja dimulai.
Setelah menyesap minuman merah yang membangkitkan rasa hangat di dada, Feng Jian akhirnya berdiri dan berjalan menuju ranjang besar di tengah ruangan. Ia menyibak tirai tipis yang menggantung di sekeliling ranjang, lalu duduk perlahan di atas kasur yang empuk seperti awan. Punggungnya sedikit bersandar pada sandaran kayu berlapis kain halus, dan untuk sesaat, ia membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kenyamanan yang nyaris tak pernah ia rasakan sejak datang ke dunia ini.
Namun, tepat ketika ia hendak menutup mata dan menenangkan pikiran, suara notifikasi menggema lembut di dalam benaknya.
[Ding! Peningkatan Hubungan Terdeteksi.]
[Nama: Qin Aihan.]
[Tingkat Kesukaan: Bintang Dua.]
Mata Feng Jian langsung terbuka lebar.
"Apa?" gumamnya.
Ia menegakkan tubuhnya, alisnya berkerut. Layar transparan berwarna biru muncul di depan matanya, menampilkan grafik dan informasi yang dengan jelas menyatakan perasaan Qin Aihan terhadap dirinya telah meningkat dua bintang dari lima bintang.
Feng Jian menatap angka itu sejenak.
"Sistem... kau bisa membaca perasaan seseorang terhadapku?"
Sistem menjawab dengan suara datar namun penuh keyakinan:
[Benar. Sistem ini memiliki kemampuan deteksi emosi dan resonansi spiritual. Jika seseorang memiliki ketertarikan atau emosi tertentu terhadap Tuan, sistem dapat mengukur dan menampilkannya dalam bentuk visual. Tingkat Kesukaan digunakan untuk menilai potensi hubungan dan interaksi emosional di masa depan.]
Feng Jian tercengang.
Satu hal lagi yang membuat sistem ini terasa... luar biasa dan sedikit menyeramkan.
"Dua bintang... hanya karena tatapan itu?" pikirnya, teringat pada momen singkat ketika mata mereka bertemu. Tatapan gadis itu masih terekam jelas dalam ingatan nya mata emas yang membelalak, pipi yang memerah, dan aura gugup yang begitu nyata.
Feng Jian mengusap dagunya pelan, wajahnya tetap tenang, namun dalam hatinya...
"Jadi, bukan hanya kekuatan dan kultivasi, sistem ini juga bisa menilai hati manusia?"
Untuk sesaat, ruangan mewah itu terasa lebih sunyi. Dan di tengah sunyi itulah, Feng Jian menyadari satu hal dunia ini tidak sesederhana dunia lamanya. Di sini, bahkan cinta pun bisa menjadi bagian dari kekuatan.
Setelah menatap layar biru sistem yang perlahan menghilang dari hadapannya, Feng Jian menarik napas panjang, lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur mewah dan empuk itu. Aroma harum lembut dari seprai sutra menyeruak ke hidungnya, menenangkan pikiran yang sejak tadi dipenuhi berbagai kejutan dari dunia baru ini.
Matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi ukiran awan emas dan motif teratai. Namun yang muncul dalam pikirannya justru bukanlah dunia ini melainkan dunia lamanya.
Kenangan itu datang perlahan, seperti bayangan yang bergerak pelan di balik tirai waktu.
Ia mengingat saat dirinya masih menjadi siswa sekolah menengah, seseorang yang rajin belajar, tak pernah melanggar aturan, dan selalu membawa buku ke mana pun pergi. Lalu masa-masa di kampus, saat ia mulai mencicipi rasa kebebasan dan tanggung jawab. Ia aktif mengikuti organisasi, menjadi ketua panitia acara besar, mengatur banyak hal, mengejar waktu antara jadwal kuliah dan rapat.
Kemudian kelulusannya.
Wajah kedua orang tuanya yang tersenyum bangga saat ia menggenggam ijazah di tangan.
Ia berhasil. Ia diterima di sebuah perusahaan besar di ibu kota. Gaji tinggi, rekan kerja profesional, dan jalan karier yang terbuka luas di hadapannya. Tapi...
“Gaji tinggi tidak cukup…” bisiknya dalam hati.
Ia mengingat hari-hari di mana uang gaji langsung lenyap untuk sewa kos, transportasi, makan, tagihan, dan kebutuhan lainnya. Kota besar adalah raksasa yang terus menelan segala yang ia hasilkan. Waktu dan tenaga seperti dihancurkan perlahan, diam-diam.
Feng Jian menghela napas, pelan.
Kini ia berada di dunia lain, di ranjang mewah, mengenakan jubah naga emas, dengan Batu Roh dan sistem misterius yang menempel di pikirannya.
Ironis.
Namun untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa tenang.
Waktu di kamar itu terasa melambat, seperti bumi yang berhenti berputar. Mata Feng Jian mulai tertutup, kesadarannya perlahan memudar. Dan di tengah keheningan malam, hanya ada satu hal yang memenuhi hatinya.
“Mungkin... ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.”
Dan akhirnya, Feng Jian pun tertidur lelap, tenggelam dalam keheningan malam di dunia kultivasi yang penuh bahaya... dan peluang.