NovelToon NovelToon
Cinta Cucu Sang Konglomerat

Cinta Cucu Sang Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Percintaan Konglomerat
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ichi Gusti

Jika sebelumnya kisah tentang orang miskin tiba-tiba berubah menjadi kaya raya hanyalah dongeng semata buat Anna, kali ini tidak. Anna hidup bersama nenek nya di sebuah desa di pinggir kota kecil. Hidupnya yang tenang berubah drastis saat sebuah mobil mewah tiba-tiba muncul di halaman rumahnya. Rahasia masa lalu terbuka, membawa Anna pada dunia kekuasaan, warisan, dan cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichi Gusti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan (Tak) Sengaja

"Selamat sore, Pak Dokter!" Adi Wijaya masuk ke dalam ruang praktik dokter Mahendra, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah.

Dokter Mahendra yang masih menggunakan pakaian stenen (baju yang biasa dipakai dokter dan perawat di ruangan khusus) mengalihkan pandangan dari komputer tempat ia menginput data pasien yang ditangani tadi ke arah tamu yang datang dan menerima uluran tangan pria tua itu.

"Silakan, Pak Adi. Gimana kalau kita bicara di ruangan saya saja!" Ada sebuah pintu penghubung dari ruang poliklinik jantung ke ruang kerja khusus dokter Mahendra yang juga menjabat sebagai direktur pelayanan di Rumah Sakit itu. Di sanalah ia biasa menerima tamu penting atau melakukan pekerjaan manajerial di samping tugas pokok sebagai dokter spesialis.

"Oh. Tidak usah, Dok! Di sini saja, tidak apa-apa." Adi Wijaya tersenyum, lalu duduk di kursi pasien di seberang meja dokter Mahendra. "Hari ini saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dokter Hendra. Berkat bantuan dan penanganan dokter, saya dengar operasinya berhasil. Jadi bagaimana keadaan besan saya, Dok?"

Dokter Mahendra menghela napas dan melepaskan nya dengan berat. "Pertama, terus terang saya terkejut mendapat telpon dari Pak Adi Kemarin itu." Mahendra berhenti sebentar. "Seperti yang saya sampaikan di telepon, saya seharusnya mengikuti kegiatan seminar di Bali. Tapi, untung saja ada rekan yang mau menggantikan saya untuk jadi pembicara di sana."

Adi Wijaya manggut-manggut merasa tak enak. "Sekali lagi saya mengucapkan terimakasih dan mohon maaf telah merepotkan dokter."

"Haha. Tidak apa-apa, Pak Adi," jawab Mahendra sungkan. "Oh,ya. Soal Bu Badriah. Terus terang, prosedur yang kami lakukan mengalami banyak kendala di ruang cathlab. Karena usia beliau dan faktor-faktor lainnya. Sebagaimana Pak Adi ketahui, beliau telah dianjurkan untuk pemasangan cincin sejak serangan pertama."

Adi kembali manggut-manggut. "Jadi... beliau akan sembuh kan, Dok?" Adi hanya ingin mendengar jawaban atas pertanyaannya.

Dokter Mahendra terdiam, mengingat kemungkinan terjadi pendarahan internal karena kendala pada penempatan cincin di pembuluh darah jantung Bu Badriah tadi. Bahkan, Bu Badriah sempat cardiac arrest (henti jantung) saat prosedur dilakukan. Dan hal itu sudah disampaikan ke keluarga pasien.

"Kita berdo'a saja, Pak Adi," jawab dokter Mahendra diplomatis.

"Baiklah. Terima Kasih atas bantuannya." Adi Wijaya bangkit dari tempat duduknya lalu berdeham.

Pria berkaca-mata hitam masuk sambil membawa sebuah paper bag.

"Tolong terima ini sebagai ucapan terima kasih saya!"

"Ah. Tidak. Tidak perlu Pak Adi." Dokter Mahendra berusaha menolak. Bukan pura-pura menolak, tapi memang ia merasa tidak enak hati karena pemberian itu. Memang dia terpaksa membatalkan kegiatannya demi permintaan sang pemilik yayasan yang menaungi Rumah Sakit, tapi itu dilakukan hanya sebatas kepatuhan karyawan kepada pemberi kerja.

"Saya tahu, dokter Hendra tidak mau menerima pemberian saya. Tapi ini saya berikan buat istri Pak Dokter di rumah. Biar istrinya makin sayang sama Pak Dokter."

Adi meletakkan paper bag berlogo tas ternama ke tangan dokter Mahendra, memaksakan tangan sang dokter menggenggam pemberian nya itu. Bukan itu saja, di dalam paper bag itu terdapat paket perjalanan wisata ke luar negeri sekeluarga. Hanya saja, itu akan menjadi kejutan untuk dokter Mahendra nanti di rumah.

"Kalau begitu, saya permisi dulu."

Adi Wijaya meninggalkan ruangan sang dokter. Dengan mengucapkan terimakasih atas bantuan Mahendra kepada besan nya, berarti ia telah melaksanakan kesepakatan nya dengan Badriah.

Meski sangat ingin segera pulang membawa cucu nya ke ibukota, namun Adi Wijaya percaya akan janji dari Badriah yang akan membuat Anna sendirilah yang akan menemui nya.

"Ayo kita pulang!" ucap Adi kepada supirnya.

***

"Istirahat dulu, Anna! Biar gue yang nemenin Nenek." Tony masuk ke ruang CVCU di mana Nenek Anna dirawat.

Pada dasarnya, keluarga pasien tidak diperbolehkan menunggui pasien di ruangan itu, namun Anna mendapat pengecualian. Meski Anna tidak tahu kenapa ia boleh menemani neneknya di dalam sementara pasien lain tidak diperbolehkan, ia tidak peduli. Ia lebih fokus menunggui sang nenek yang tidak kunjung sadar meski sudah lewat setengah hari dari neneknya keluar ruang cathlab.

Apalagi setelah Anna mendapatkan pemberitahuan langsung dari dokter bahwa neneknya sempat henti jantung saat operasi, ia semakin merasa tidak tenang.

Tidak mendapatkan jawaban dari Anna, Tony meletakkan kedua tangannya di bahu Anna, lalu mulai memijat bahu yang terasa kaku itu.

Pijatan Tony di punggungnya membuat pundak dan kepala Anna yang tadinya terasa amat berat menjadi sedikit lebih ringan.

"Makan dulu, gih!" Bisik Tony di telinga Anna. "Ntar elo yang jadinya tepar kalo kelelahan. Masa gua harus ngerawat dua orang sih, Na!"

Anna pun segera mengangguk. Bukan karena setuju dengan ucapan Tony. Tapi geli aja karena Tony berbicara terlalu dekat dengan kupingnya.

"Iya deh, Ton! Gue makan dulu. Titip nenek ya!"

Tony mengangguk.

Anna keluar dari ruang CVCU Rumah sakit dengan tubuh yang terasa kaku dan perut keroncongan. Ia pun memencet tombol lift untuk turun.

Ting.

Anna memasuki lift, berbalik dan memencet tombol basement di mana kantin untuk keluarga pasien dan pengunjung berada. Baru saja lift berjalan tiba-tiba ruang kotak baja itu bergetar lalu berhenti.

DEG!

Lift nya mati!! panik Anna. Anna merasakan kedua telapak kaki serta tangannya menjadi dingin. Mati gue!

"Tenang saja, sebentar lagi juga hidup." Suara di belakangnya membuat Anna langsung menoleh. Tatapan Anna langsung beradu dengan seorang pria klimis bermata Hazel. Rambut tipis di rahang pria itu membuat wajahnya yang terpahat sempurna menjadi makin berkharisma.

"Kenapa kau juga jauh-jauh datang kemari, Will?"

Suara seorang pria tua membuat Anna sadar bahwa ada orang lain lagi di sana.

DEG!

Sekali lagi jantung Anna serasa mau melompat dari rongga dadanya. Pria tua itu tak lain adalah pria tua yang selumbari datang ke rumah nya. Anna merasakan tubuhnya bergetar, wajahnya tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. Ingin ia mengatakan sesuatu namun mulutnya terasa terkunci.

Anna melihat pria tua-yang mengaku sebagai kakeknya itu- melemparkan senyum. Tapi hanya sebatas itu. Hanya seperti orang asing yang kebetulan bertemu.

"Entahlah, Kek!" suara pria tinggi yang kharismatik tadi terdengar menjawab.

Kakek? pria ini memanggil orang tua itu kakek? Artinya kami saudara?

Kedua orang itu menatap Anna dengan tatapan yang sulit Anna mengerti.

"Huh! Padahal katanya Rumah Sakit terbaik di kota ini. Tapi kok liftnya bisa macet begini! Ha. Hah. Hahaha!" gugup Anna menceracau tak tentu dan tertawa dipaksakan menghindari tatapan kedua orang itu.

Kedua pria itu saling pandang. Yang tua tersenyum, namun yang satu lagi hanya berekspresi datar.

Duk. Duk.

Bunyi seperti ketukan terdengar diikuti getaran lalu lift pun mulai bergerak kembali.

Anna langsung berbalik memunggungi dua orang lelaki itu. Menggigit bibir dan meremas tangan nya, Anna mencoba mengusir rasa gugup dan cepatnya denyut jantung yang dirasakan nya.

Ting.

Anna langsung menghambur saat pintu lift terbuka ketika ada penumpang lain yang akan masuk, meskipun ini bukan lantai yang Anna tuju.

"Kau terlalu cepat memberi kode untuk menjalankan kembali lift nya!" bisik Adi Wijaya ke arah William saat lift kembali tertutup.

"Yah. Aku takut jantungnya berhenti dan harus menggendong cucu kakek itu ke IGD," balas William datar.

1
Juliana Pieter
thir mana lanjutannya
Ichi Gusti: lagi direview🤭
total 1 replies
&-miss chan-&
Bikin merinding! 😱
Mưa buồn
Aku setia menunggu, please jangan membuatku menunggu terlalu lama.
Ichi Gusti: terima kasih atas dukungan nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!