Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.
Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.
Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9 Berdebar
Devan bikin jantung Vanya berdetak tak karuan saja. Bagaimana tidak jarak mereka berdua sangat dekat dan kedua tangan Devan berada di kedua sisi wajahnya membuat Vanya hampir tak bisa bernafas. Untungnya setelah Devan mengatakan kata ambigunya Vanya langsung mendorong cowok itu ke belakang hingga berbaring.
"Devan ngomong apaansih, takut apa coba kalau gue ada di kamarnya."
"Keadaan Devan gimana ya sekarang?"
Vanya menggigit ujung jari telunjuknya dan mondar mandir di depan kamar Devan.
"Apa gue masuk aja kali ya? Tapi kalau Devan kayak tadi gimana? Bisa-bisa jantung gue berhenti berdetak kalau Devan kayak gitu lagi."
Vanya memutuskan masuk setelah perseteruannya dengan otaknya itu. Ia masuk perlahan dan tak menutup pintu sengaja jika Devan melakukan seperti tadi ia lebih leluasa lari lebih cepat.
Vanya mengintip karena posisinya sekarang Devan memunggunginya. Saat mendengar dengkuran halus yang keluar dari mulut Devan akhirnya Vanya bernafas lega.
"Syukur deh Devan tidur."
Vanya melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan angka 18.30 dan memutuskan berencana membuat makanan untuk Devan.
•••
"Iya Pa, nanti suruh pak Imam atau supir Papa yang lain aja jemput aku di apartemen Devan. Soalnya aku nungguin Devan sadar dulu."
"Iya pa."
Vanya menutup telfonnya dan saat berbalik ia di kagetkan dengan Devan yang sudah duduk di meja makan tanpa memakai bajunya terlebih dahulu.
"Kok gak pake baju?"
"Sana pake baju dulu," Ucap Vanya karena Devan tak menjawab pertanyaanya.
Vanya menghela nafas sabar. "Dev."
"Iya-iya," Devan langsung pergi ke kamarnya dan memakai bajunya. Ia kembali beberapa menit dan duduk ketempatnya kembali.
"Perutnya sudah baikan?" Tanya Vanya sambil menyiapkan makanan di atas meja.
"Masih sakit dikit."
"Makan sub ini dulu terus minum obat yang gue beli."
"Gue gak lapar Vanya," Devan berkata dengan lemah karena jujur dirinya tak lapar sama sekali.
"Tapi sub ini bagus buat perut lo yang sakit Dev, pokoknya lo harus makan. Biar gue suapin."
"Yaudah."
Devan mana bisa menolak jika Vanya yang turun tangan langsung menyuapinya. Ini kesempatan baginya untuk bermanja-manja dengan calon istri masa depannya itu.
"Belum mandi aja masih cantik, ih gemes banget lo anjing!"
Devan teriak-teriak di dalam hatinya karena terus memperhatikan Vanya yang telaten menyuapinya. Memuji Vanya setiap detik pun tak cukup karena perempuan ini benar-benar cantik di setiap saat.
"Besok-besok lo makan cabe semangkuk ya."
Devan sudah tahu kemana arah pembicaraan Vanya. Vanya yang menyarankannya tiba-tiba itu berarti perempuan itu sedang memarahinya.
"Tambah bubuk cabe juga, mantap tuh. Biar perut lo kembung sampai sebulan."
"Tega banget."
Vanya menyimpan mangkuk yang sudah di habisi oleh Devan setelah itu memberikan Devan minum.
"Kan sudah di bilangi tadi gak usah makan cabe, tapi lo gak dengarin gue, gini kan jadinya. Sudah tahu gak bisa makan, malah sok-sokan mau makan," Cibirnya.
"Ya karena gue cemburu gara-gara lo anjing!"
"Gak usah ngomel, jelek lo kayak monyet,"
"Dasar kingkong."
"Noah sama Miko otw kesini, gue mau balik dulu soalnya Pak Imam sudah ada di bawah."
"Loh-loh kok tiba-tiba?" Protesnya tak terima. Enak saja, perempuan itu yang membuatnya jadi seperti ini jadi perempuan itu jugalah yang harus menyembuhkannya.
"Dev, ini sudah hampir jam 11 malam loh. Gue juga capek belum istirahat. Belum lagi siapin buat ospek besok."
Iya Devan lupa, Devan tak bisa egois jika Vanya lelah. Gadis itu pasti butuh istirahat karena sepulang dari kampus tadi perempuan itu belum istirahat sama sekali.
"Yaudah, gue antar sampai kebawah."
"Eh gak usah, lo itu masih sakit Dev,"
"Iya-iya!"
"Nah gitu dong, kalau masih sakit besok gak usah ke kampus," Pesan Vanya di pintu Apartemen Devan.
"Gak, enak aja!"
"Pasti dia mau berduaan sama Vegas, jangan harap."
"Terserah, eh lupa," Vanya menatap Devan dengan pandangan tak biasa.
"Waktu di kamar lo tadi lo maju mana dekat banget lagi sama gue. Gue sampai deg-degan dan lo ngomong kayak gini sama gue. Ini yang gue takuti kalau lo ada di kamar gue. Maksudnya gimana ya?"
"Gu...gue ngomong gitu?"
"Iya," Jawab Vanya tanpa ragu.
"Gak usah di pikirin. Sana pulang aja, kasihan supir lo sudah nungguin."
Blam
Vanya menatap pintu Apartemen Devan yang sudah tertutup. Ia mengerutkan dahinya bingung melihat tingkah tiba-tiba Devan.
"Kayaknya cabe yang di makan Devan mempengaruhi otaknya deh."
•••
Devan terdiam bersandar di pintu Apartemennya. Bodoh, bahkan di saat di bawah alam sadarnya ia masih sempatnya mengatakan hal yang begitu ambigu. Dan bodohnya lagi ia mengatakan sesuatu yang selalu membuatnya panas dingin jika berduaan dengan Vanya di dalam kamar. Bukan apanya, Devan itu laki-laki normal, bohong jika ia tak pernah bernafsu melihat Vanya apalagi ini di dalam kamar, bisa-bisa ia sudah membunting Vanya saat ini juga.
"Ini bukan salah gue, ini salah naluri laki-laki gue."
"Argh sial!"
Tok Tok
Terdengar suara pintu apartemennya yang berarti ada seseorang yang datang. Devan mengintip di balik layar yang memperlihatkan suasana di luar. Ia bernafas lega karena sempat mengira orang itu adalah Vanya yang masih belum pergi dan ternyata dugaannya karena orang itu adalah sahabatnya.
"Lama banget anjir," Umpat Noah langsung masuk di ikuti Miko.
"Yang di lihat dulu, siapa tahu orang jahat kan,"
"Yakali orang jahat mencet Bell, gila kali," Cetus Miko.
"Kalian ketemu sama Vanya di bawah?"
"Iya kita papasan sama tuh anak. Dia bilang sama kita supaya lo di bawah ke dokter karena takutnya cabe yang lo makan itu mempengaruhi otak lo yang ngomong sembarangan pas gak sadar tadi," Jelas Noah membuat Devan menyandarkan dirinya di sofa dengan kasar.
"Gue nafsu sama Vanya."
Buk
Devan mendapatkan lemparan bantal dari Noah. Ia kaget mendengar sahabatnya yang mengatakan tiba-tiba bernafsu pada Vanya.
"Anjing Sakit!" Pekik Devan balas melempari Noah.
"Ya salah lo ngomong tiba-tiba kayak gitu!"
"Iya, ih cabul banget," Miko bergidik ngeri.
"Ini naluri kelakian gue. Ini juga salah Vanya sendiri ngapain masuk ke kamar gue di saat gue gak sadar,"
"Lo kan gak mabuk anjir ngapain lo malah salahin Vanya. Kalau lo mabuk ya itu fine-fine aja tapi ini saat lo----" Noah tidak melanjutkan perkataanya karena greget dengan sahabatnya sendiri.
"Mending lo akuin aja deh perasaan lo sama Vanya," Saran Noah.
"Gak!"
"Dev takutnya lo ngelakuin sesuatu yang lebih dari tadi,"
"Gue belum siap Noah,"
"Vanya di ambil sama orang lain baru tahu rasa lo."
"Gak akan."
Miko terkekeh kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
"Yakin? Tadi aja Vanya nitipin sesuatu sama gue sama Noah buat si Vegas,"
Devan langsung merebut kertas yang di pegang Miko kemudian membacanya.
To kak Vegas
Hai mulai saat ini gue akan panggil lo kak Vegas walaupun kita seumuran. Bdw lo masih ingat sama gue kan? Kalau gak ingat tanya sama Noah sama Miko aja.
Kak Vegas kenapa unfollow gue, gue ada salah ya sama lo? Follback gue ya kak please. Gue itu pengagum lo hehe. Mungkin ini aja sekian dan terima kasih semoga kita berjodoh hehehe bercanda, kalau kejadian juga gak papa^_^
Devan langsung merobek kertas itu dengan rasa cemburu yang membara. Ini asli tulisan Vanya, tak mungkin ini tulisan mereka berdua. Tulisan Vanya itu rapi sedangkan mereka berdua tulisannya seperti cakar ayam.
"Kalau gini ma Vanya yang bakal pepet orang, bukan orang yang bakal pepet Vanya," Miko kembali memanas-manasi Devan yang di bakar api cemburu.
"Vanya itu milik gue! Gak ada yang bisa pacarain dia!" Pekik Devan berjalan menuju kamarnya.
Blam
"Astagfirullah," Kaget mereka berdua karena Devan menutup pintu kamarnya dengan kasar.
"Dih ngeklaim orang seenaknya tapi bukan pacar," Noah menggeleng-gelengkan kepalanya tak suka.
"Gue rasa kita perlu ubah startegi kita supaya Devan akuin perasaanya sama Vanya."
"Benar kita pikirin sekarang."
•••
Vanesa dan Denis menemani Vanya mempersiapkan apa yang akan di bawah Vanya besok. Senior menyuruh membuat pantun yang berhubungan Manajemen kemudian di tulis di atas kertas karton.
"Sayang kamu sudah telfon Devan?"
"Belum Ma," Jawab Vanya tetap fokus pada tugasnya.
"Kok gak di tanyain gimana kabarnya sekarang, siapa tahu kan Devan masih sakit perut. Kasihan tahu."
"Tunggu selesai ini dulu, lagian di sana sudah ada Miko sama Noah kok."
Vanesa dan Denis saling tatap. Mereka ingin Vanya dan Devan bersama tapi mereka tak ingin memaksakan perasaan putri mereka.
"Vanya ada suka gak sama seseorang?"
Vanya berhenti kemudian menatap mamanya.
"Gak tahu aku suka atau gimana Ma. Tapi dia itu buat Vanya kagum. Cara dia bicara, cueknya, pokoknya Vanya suka deh,"
"Dia siapa sayang?" Tanya Vanesa berharap itu adalah Devan.
"Senior aku namanya kak Vegas tapi seumuran kok sama aku Ma."
Denis berdehem ingin ikut menimpali cerita putrinya.
"Vanya ada deg-degan gak sama dia?"
"Deg-degan.....belum sih Pa,"
"Itu namanya gak cinta sayang. Kalau kamu deg-degan terus suka mules gitu kalau ketemu sama orang itu berarti suka."
"Papa mules kalau ketemu sama Mama?" Tanya Vanya dengan polosnya.
Vanesa dan Denis tertawa. Vanya benar-benar polos, pantas saja Devan suka gregetan jika Vanya tak peka dengan kode yang di berikan.
"Itu dulu waktu Papa sama Mama belum nikah,"
"Gitu ya," Vanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Vanya pernah rasain itu gak sekarang?"
Vanya berfikir sejenak. "Mm....kadang-kadang Pa."
"Sama siapa?" Tanya Vanesa cepat.
"Devan."
"Yes!" Seru Denis dan Vanesa bahkan mereka berdua berdiri dan saling memeluk satu sama lain.
"Papa sama Mama kenapa?"
"Gak papa sayang. Pokoknya kalau Vanya rasain itu lagi tanya Devan atau Mama sama Papa ya sayang."
"Siap Ma, tapi itu bukan gejala sakit jantung kan?"
"Eh gak boleh ngomong gitu. Pokoknya kalau jantung kamu suka dag-dig-dug di dekat Devan tanya Mama sama Papa atau Devan langsung aja, oke?"
"Siap Ma!"