Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 09
Dara menikmati waktu sorenya dengan bersantai menonton drama korea kesukaannya, sembari mengawasi Dion berkeliling dengan menggunakan baby walker, mengitari ruang keluarga.
Bocah menggemaskan itu mendekat ke arah Dara. "Ma.. Ma.. Ma.." ucapnya sambil menyodorkan tisu dalam genggamannya.
Dara yang awalnya menangis karena alur dari drama korea yang di tontonnya, mendadak tertawa melihat tingkah putranya. "Oh, terima kasih sayangku," ia menerima tisu tersebut, kemudian mengecup kening Dion. "Kau manis sekali." Ia pun mengelap air matanya dengan tisu pemberian Dion.
Ditengah keharuannya menonton drama korea, tiba-tiba saja bel berbunyi. Dara tahu yang datang bukanlah pengacara atau pun pengawas dari dinsos karena ini sudah terlalu kunjungan.
Dara beranjak dari tempatnya diikuti oleh Dion dari belakang, sepertinya bocah itu juga ikut penasaran dengan tamu yang datang.
Saat pintu dibukanya, Dara terkejut melihat wanita bertubuh gempal, mengenakan pakaian sexy. Langsung saja ia bergeser menutupi putranya agar mata polosnya tidak ternodai oleh wanita yang hampir telanjang.
Wanita berambut pirang itu mengibaskan rambutkan. "Kau pasti, Dara. Istri pura-pura Dante," tunjuknya pada Dara. "Aku Angel, calon istri sah Dante. Bisa kau panggilkan dia sekarang?" pintanya.
Dara menyunggingkan senyuman sinisnya pada wanita tak tahu malu itu.
"Hai Angel, Sayang!"
Belum sempat Dara menjawab permintaan Angel, Dante datang dan menyapa kekasihnya. Dante mendorong Dara agar menyingkir dari depan pintu, kemudian memeluk dan mengecup pipi Angel. "Apa kau sudah lama menunggu?"
Mulut Dara menganga melihat gaya berpacaran Dante dan Angel, namun ia langsung berbalik menutup mata putranya.
"Tidak. Aku baru saja ingin meminta istri pura-puramu ini memanggilmu, tapi kau sudah datang lebih dulu sebelum dia memanggilnya," jawab Anggel.
Dara mengerutkan keningnya. "Siapa juga yang mau manggilin Dante untuknya," gumam Dara pelan.
Saat melepas pelukan Dante, mata Anggel tertuju pada Dion. "Manis sekali, apa ini calon putraku?" tanya sembari mendekat ke arah Dion. Ia mengulurkan tangannya hendak menyentuh pipi gembul bocah manis itu, namun dengan cepat Dara memukul Angel.
"Jangan sentuh anakku!" ucapnya garang bak seekor singa yang siap memangsa musuhnya. "Anakku tidak akan pernah punya ibu tiri, terlebih wanita sepertimu." Dara menggendong Dion dan membawanya menjauh dari dua manusia yang paling menyebalkan bagi Dara. "Mengganggu saja," gerutunya.
Sementara Dion menatap Dante dengan sedih, tangannya mencoba meraih Dante sembari berucap. "Pa... Pa... Pa..."
Dante pun memandangi putranya yang menjauh darinya, ia memberikan kecupan jauh pada Dion seolah menangkannya.
"Istri palsumu galak sekali!" Angel memperlihatkan tangannya yang merah akibat dipukul oleh Dara.
"Dia hanya tak ingin Dion di sentuh oleh orang yang baru saja dari luar," ujar Dante yang terdengar seolah membela Dara.
"Kau lebih membela wanita singa itu, dibandingkan dengan aku?" tanya Anggel marah sembari menunjuk Dara.
"Ini hanya soal peraturan menjaga Dion," elak Dante. "Dia sendiri pun tidak akan menyentuh Dion jika baru saja dari luar, sampai mencuci tangannya."
Anggel mengendus kesal, namun ia memilih untuk tidak memperpanjang perdebatan ini. "Baiklah kalai begitu. Ayo kita pergi dari sini, aku sudah tidak tahan melihat singa itu." Ia memberikan kunci mobilnya pada Dante.
Dante menerimanya, ia merangkul Angel sembari berjalan bersamanya menuju mobil.
***
Pukul 01.00 dini hari, Dante kembali ke kediamannya dalam kondisi berantakan dan setengah mabuk.
Ia terlonjak kaget mendapati Dara duduk di ruang keluarga dengan baju terusan panjang berwarna putih dan rambutnya yang terurai.
Siluet dari lampu ruangan disebelahnya, membuat Dara nampak mengerikan, di tambah dengan tatapannya yang tajam
"Mau apa kau malam-malam begini berdiri disitu seperti hantu?" tanya Dante kesal.
"Harusnya aku yang bertanya, kenapa kau pulang selarut ini?" bentak Dara tak mau kalah.
"Ingat peraturan kita? Dilarang mencampuri urusan pribadi, apa kau lupa?" tanya Dante. "Apa sekarang kau sudah merasa menjadi nyonya di rumah ini sehingga kau berani mengaturku?"
"Aku tidak akan peduli jika prilakumu tidak mempengaruhi penilaian. Bagaimana jika ada tetangga yang melihatmu pulang selarut ini dalam keadaan mabuk dan bersama wanita murahan?" ucap Dara dengan berapi-api. "Aku yakin kau tidak akan berpikir bahwa mereka akan menanyakan soal prilakumu kepada para tetangga di sini!!"
Setelah meluapkan semua kemarahannya pada Dante, Dara langsung kembali ke kamarnya. "Bicara dengan orang mabuk sama saja seperti orang sinting, lebih baik aku istirahat. Ia menutup tubuhnya dengan selimut.
***
"Selamat pagi, Mama..." sapa Dante dan Dion saat Dara baru saja bangun dan turun menuju ruang makan.
Dante dan Dion terlihat sudah rapih. "Mau kemana kalian?" tanya Dara heran sembari mengucek matanya. "Tumben jam segini udah rapih?" Saat di kamar tadi, ia melihat jam masih menunjukan pukul 06.00 pagi.
"Hari ini hari minggu, tidak ada salahnya kita keliling komplek untuk jalan-jalan dan menyapa tetangga sekitar," ujar Dante. "Bersiaplah, kami akan menunggumu."
Dara langsung paham jika Dante ingin mencari tahu apakah semalam ada yang melihatnya atau tidak, sekaligus membuat image jika dia adalah bapak atau suami teladan. "Kalian saja, aku malas," tolak Dara, masih terlalu pagi untuk bersandiwara.
"Ayolah, Ra..." Dante mendorong Dara kembali ke tangga agar gadis itu kembali ke kamarnya dan bersiap. "Kau juga harus ikut."
"Aku malas... Kalian saja lah, jam sembilan aku mau ke toko."
"Ayolah, Ra.. Kali ini saja," pinta Dante memelas. "Nanti aku akan buatkan sarapan dan mengantarmu ke toko."
Dara berpikir sejenak, kebetulan sekali jika mobilnya saat ini sedang di bengkel, ia sedang ingin mengubah sedikit interiornya. "Baiklah kalau begitu, tapi aku tidak bisa lama."
"Iya, cuma muter komplek palingan jam setengah delapan kita udah pulang."
Dara pun akhirnya kembali ke kamar untuk bersiap, kurang dari sepuluh menit ia sudah menghampiri Dante dan Dion yang menunggunya di teras.
Dara dan Dante mendorong stroler Dion mengelilingi komplek sembari menyapa tetangga sekitar yang juga sedang menikmati udara pagi.
Mereka berhenti di taman dan membiarkan Dion bermain bersama teman-teman sebayanya. Dara mendudukan Dion di kotak pasir, ia sama sekali tidak keberatan putranya bermain kotor-kotoran.
"Aku turut berduka atas kepergian Max dan Yulia," salah seorang wanita paruh baya mendekati Dara dan Dante yang tengah mengawasi Dion bermain.
Wanita itu mengatakan dirinya tidak datang saat pemakaman lantaran anaknya yang sebaya dengan Dion tengah dirawat karena demam tinggi. "Aku tidak menyangka Max dan Yulia akan pergi secepat ini, padahal mereka ingin sekali membawa Dion ke kebun binatang. Dion sangat menyukai Gajah, apa kalian tahu itu?"
Dara mengangguk. "Ya. Dia suka Gajah, Domba, Burung, dan Jerapah."
"Jika kalian sempat, antar lah Dion ke kebun binatang sebagai ganti karena orang tuanya belum sempat mengantarnya ke sana," saran wanita itu.
Dante dan Dara hanya terdiam, mereka tak pernah kepikiran untuk jalan bersama. Dirumah saja mereka sering ribut, bagaimana jika di luar. Dante tak bisa membayangkannya. "Ya, sudah kami rencanakan," ujar Dante basa-basi.
"Sudah siang, waktunya Mama ke toko," Dante mengambil Dion dari kotak pasirnya, ia membersihkan tubuh Dion baru menaruh kembali menaruhnya di kereta dorongnya.
Mereka pun berpamitan dengan wanita itu dan warga lainnya. Dante sangat lega karena sepertinya tidak ada yang melihatnya mabuk tadi malam.
sepandainya org yg paham parenting harusnya tauu bahwa anak pasti akan keget ditempat hal2 baru
jangan2 mereka punya maksud nihh
klu menantukan seorang anak hrusnya kalian sebdiri yng mengurus bukannya pengasuh
nihh Dinsos nyaa gimana sihh
kok cepat banget yaa, langsung minta Dion gitu..emang tidak ada survei atau pengenalan thdap anaknya dulu kah..? bagaimana klu anknya tidak cocok? ini anak udah kayak barang ajaa
pleasee dehhh..BERANI KOTOR ITU BAIK
anak2 juga perlu diajarin mwngenal alam
truss salahnya dimanaa 🤣🤣
kamu tinggal balik, ambil baju kamu lalu kamu juga terbang ke Jogya menyusul Dante laaah
emang kok ya...kalian itu senangnya kok malah bikin masalah yang mudah jadi ribet kayak gini
jika ego kalian itu bisa kalian tekan maka saat ini kalian masih bisa bersama Dion tuuuuh