"Payungmu hilang, langit pun menghujanimu dengan deras, serta angin yang berhembus juga kencang, yang membuat dirimu basah dan kedinginan"
"Ternyata tidak berhenti sampai disitu saja, hujan yang deras serta angin yang berhembus kencang ikut menenggelamkan dirimu dalam banjir yang menerjang"
"Sampai pada akhirnya kamu menghilang dan yang aku temukan hanyalah luka yang mendalam"
~Erika Aura Yoana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amil Ma'nawi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak boleh
Enam jam berlalu, Haura masih belum keluar ataupun membuka pintu kamarnya. Alvan jadi khawatir takut terjadi sesuatu pada Haura. Ia pun mencoba untuk mengetuk pintunya kembali.
"Hora,,, buka pintunya, kami belum makan" Alvan sedikit menekan setiap perkataannya, karena dia sedikit kesal. Sedari tadi, Haura sama sekali tidak menjawabnya. Dan kini, Haura juga sama, ya sama tidak menggubris Alvan.
"Hora,,, buka atau Avan di dobrak pintunya?!" Alvan hanya mendengar suara Haura yang terbatuk-batuk, namun tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulutnya. Karena sudah terlanjur kesal, Alvan pun menggedor pintu kamar Haura dengan kasar, karena amarahnya sudah tak terbendung lagi.
Brak brak brak!!!
"HAURA!" Alvan mundur beberapa langkah, untuk mendobrak pintunya.
BRAK!!!
Pintunya berhasil terbuka, dan apa yang Alvan lihat? Dia hanya diam melihat pemandangan di hadapannya. Alvan tidak bisa berkata, dia bingung harus melakukan apa. Disaat yang bersamaan, Erima pun datang, dan langsung menerobos masuk kedalam kamar Haura, bahkan ia melewati Alvan yang tengah diam mematung.
"Haura,,," Erika meletakkan kepala Haura ke pangkuannya, kemudian Haura membuka matanya dan melihat wajah Erika. Awalnya, Erika juga terkejut melihat Haura dengan bercak darah yang mengenai bagian kerah bajunya, apa lagi bibir Haura juga terdapat darah. Namun, yang Haura butuhkan saat ini bukanlah apa yang Alvan lakukan kepadanya, melainkan yang Haura butuhkan adalah pelukan hangat dari orang-orang terdekatnya.
"Kenapa, Hau?" Erika menghapus air mata Haura yang meluncur dari sudut matanya. "Kenapa ada disini?" Haura memaksakan diri untuk berdiri. Sehingga tubuhnya pun sempoyongan dan dia hampir terjatuh, namun dengan cepat Erika menahannya.
"Pergi, Er,,, Erika gak boleh ada disini" Haura mendorong dorong tubuh Erika dengan lemah, agar Erika cepat pergi dari kamarnya. "Kenapa?" Erika pun tidak mengerti kenapa dia harus pergi dari sana, Padahal saat ini mungkin Haura sangat membutuhkannya.
Erika pun melihat ke arah Alvan, dengan tatapan penuh tanda tanya. Alvan hanya mengangguk pelan, memberikan isyarat kalau Erika harus menuruti Haura. Tapi Erika yang tidak mau pun menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin pergi, ia ingin berada disana.
Kemudian Alvan memberikan kembali isyarat, kalau Erika tidak bisa terus disana jika tidak ingin membuat Haura semakin sedih. Dan karena tubuhnya terus di dorong Haura, Erika pun kini sudah berada di luar kamar Haura dan Haura kembali menutup pintunya.
"Kamu pulang dulu aja, ya?"
"Gak mau kak, Erika gak bisa lihat Haura yang lagi kayak gitu. Enggak, Erika gak mau pulang" Erika berniat menyentuh kenop pintunya kembali. Namun Alvan menghalanginya. "Erika, kamu tahu kan apa yang barusan Haura mau? Dia mau kamu pulang, nanti kalo Haura udah tenang, aku telepon kamu buat nemuin dia"
Alvan berbicara dengan nada lembut, agar Erika bisa luluh dan menuruti perkataannya. Di dalam kamar, Haura menjatuhkan tubuhnya je lantai dan tergeletak. Haura kembali menangis, karena barusan Erika melihat dirinya dalam kondisi buruk.
Alvan pun masuk kedalam lewat pintu yang hanya bisa terbuka sedikit, dikarenakan terhalang oleh tubuh Haura. Alvan menghampiri Haura dan membangunkannya. Saat sudah terduduk, Alvan menatap mata Haura yang sudah sayu serta sembab itu. Kemudian Haura langsung memeluknya erat dan menangis.
"Heuu,, heuu,, heuu,," Alvan pun membalas pelukan Haura tak kalah erat, dan mengelus belakang kepala Haura. "Gak, papa. Erikanya udah pulang kok"
"Haura gak mau Avan,,, Haura belum siap, heuu,, belum siap Erika tau,,, heuu,,,"
"Iya,,, enggak kok, gak bakalan tau, Erika udah pulang, gak papa gak papa" Tangis Haura sangat mengartikan, kalau dia benar-benar sedang sedih. Ia benar-benar tidak ingin Erika mengetahui akan hal ini. Jika itu terjadi, mungkin kesedihan Haura akan lebih dari ini.
Haura kembali batur dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Haura melepas pelukannya dari Alvan, dan melihat darah yang berada di telapak tangannya. Alvan yang melihat itu, langsung meraih tangan Haura dan beralih melihat ke bibir Haura.
***
Erika mondar-mandir di dalam kamarnya, ia sedang menunggu telepon dari Alvan, namun tidak kunjung menelepon. Pikiran Erika kembali tertuju pada bercak darah yang terdapat di kerah baju Haura dan bibirnya.
Haura,,, sebenarnya kamu kenapa si? Erika tu selalu merasa kalau ada yang kamu sembuyiin dari Erika,,, apa selama ini ada sesuatu yang mengganggu hidup kamu? Jika memang benar, apa kamu gak bisa kasih tau Erika, sampai harus sembuyiin semua ini?
Erika menggeser foto-foto Haura beberapa minggu lalu saat mereka berada di pantai. Dan tanpa Erika sadari, air matanya meluncur tanpa permisi. Erika hanya tidak terbayang, jika suatu hari, sesuatu terjadi pada sahabatnya itu.
Kemudian, Erika meletakkan handphonenya dan memejamkan matanya. Lalu tidak lama dari situ, Alvan menelepon nomornya. Karena itu adalah telepon yang sedang di tunggu oleh Erika, Erika pun segera menjawabnya.
"Halo kak? Gimana? Apa? Masuk rumah sakit? Yaudah Erika langsung pergi kesana ya" Erika pergi dari rumahnya tanpa memikirkan apapun, bahkan dia hampir lupa untuk pamit pada sang ibu. Yang ada di pikirannya saat ini adalah, Haura Haura dan Haura.
Setibanya di rumah sakit, ia melihat Alvan yang sedang menangis di depan ruangan Haura. "Ada apa kak? Haura gak kenapa-napa kan? Kak?" Erika mengguncang tubuh Alvan, karena dia tak kunjung menjawabnya.
Lalu setelah itu, Erika pun langsung masuk saja kedalam ruangan Haura. Dan apa yang Erika lihat, ia melihat Haura yang terpasang beberapa alat medis. Air mata Erika pun tak bisa di tahan lagi, air matanya meluncur dengan sendirinya saat melihat Haura tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya.
"Hau,,," Erika tertunduk lemas di hadapan Haura saat tiba di dekat ranjangnya. Ia tidak lagi kuasa menahan isakannya, dan akhirnya pun tangisnya pecah. "Ke-kenapa bisa Hau? Hiks,,, kamu kenapa?" Haura meraih tangan Erika, dan melepas alat oksigennya. Dengan suara yang sangat pelan, bahkan Erika hampir tidak bisa mendengarnya, Haura berkata.
"Haura pamit ya,,, maaf kalo gak bisa nemenin Erika lagi" Erika terdiam dengan air mata yang terus mengalir. Perkataan Haura membuatnya mati kutu, tak bisa berbuat apa-apa dan tak bisa mengatakan satu patah kata pun.
Ternyata apa yang Erika takutkan selama ini, dia alami, sekarang, hari ini dan rumah sakit tempat papanya bekerja pun menjadi saksinya. Erika meremas selimut dengan kuat, ia tidak bisa menahan air matanya di hadapan Haura.
"Hau,,," Erika menggelengkan kepalanya, ia tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi pada Haura, yang akan berpengaruh terhadap kehidupannya.
"Jangan Hau,,, jangan pergi, kamu harus sembuh, kamu, kamu kenapa? Sembuh ya,,,"
"Gak bisa,,, ini udah waktunya, Er,,, maaf ya kita sampai sini dulu,,, nanti kita ketemu lagi di dunia yang tidak akan bisa memisahkan kita, Haura,,," Mata Haura mulai tertutup sedikit demi sedikit, dan ia kembali melanjutkan perkataannya. "Sayang Erika,,,"
"Enggak, Haura bangun Hau,,, HAURAAA!!!"
BERSAMBUNG,,,
Maafin ya baru up lagi soalnya d tabung dulu wkwkwk
yg penting bersatu kan?
wkwkwk
mksdnya, thor????
salken, Thor