Hana Hafizah menjadi perempuan paling tidak beruntung ketika ayah dan ibu memintanya untuk menikah, tetapi bukan dengan lelaki pilihannya. Ia menolak dengan tegas perjodohan itu. Namun, karena rasa sayang yang dimilikinya pada sang ayah, membuatnya menerima perjodohan ini.
•••
Gadibran Areksa Pratama. Dosen muda berumur 27 tahun yang sudah matang menikah, tetapi tidak memiliki kekasih. Hingga kedua orang tuanya berkeinginan menjodohkannya dengan anak temannya. Dan dengan alasan tidak ingin mengecewakan orang yang ia sayangi, mau tidak mau ia menerima perjodohan ini.
•••
“Saya tahu, kamu masih tidak bisa menerima pernikahan ini. Tapi saya berharap kamu bisa dengan perlahan menerima status baru kamu mulai detik ini.”
“Kamu boleh dekat dengan siapapun, asalkan kamu tahu batasanmu.”
“Saya akan memberi kamu waktu untuk menyelesaikan hubungan kamu dengan kekasih kamu itu. Setelahnya, hanya saya kekasih kamu. Kekasih halalmu.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYusra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Kekasih Halalmu – Pernikahan
Beberapa minggu kemudian
Hana memejamkan mata kala bibir hangat milik Dibran mengecup keningnya dengan lembut. Jantungnya berdebar. Entah karena ia sudah resmi menjadi seorang istri. Entah karena malu sebab dilihat banyak orang. Atau karena Galang masih berstatus sebagai pacarnya.
Ini ciuman kedua yang dilakukan Dibran padanya. Pertama kali ketika hari pertunangan mereka, dan di depan Nengsih. Tetapi kali ini, Dibran menciumnya didepan penghulu, mama papa, keluarga besar, hingga semua tamu yang diundang. Setelah mereka resmi menjadi sepasang suami dan istri.
Tanggal 11 Maret, di hari Jum'at. Dibran dengan sekali pengucapan, mengucapkan Ijab Qabul dengan lancar. Pernikahan dilangsungkan dirumah Hana dengan dekorasi yang sederhana. Hal ini karena tamu tidak banyak yang diundang. Karena Hana tidak ingin ada yang mengetahui jika ia sudah menikah. Dekorasi bernuansa putih dan sangat elegan. Para tamu perempuan dan laki-laki juga mengenakan pakaian yang menyesuaikan dengan tema.
Beberapa detik berlalu, akhirnya Dibran menjauhkan bibirnya dari kening Hana. Tangannya masih menggenggam Hana sesekali mengelus lembut. Ia menatap Hana yang sangat cantik hari ini. Senyum kecil terbit dari sudut bibirnya.
Sedangkan Hana hanya diam tanpa ekspresi ketika Dibran menatap dirinya seolah mereka menikah karena saling mencintai. Ia menunduk dan menghembuskan napas sejenak, kemudian mengangkat kepalanya untuk memberikan sedikit senyum agar tidak ada yang curiga.
Setelah selesai tukar cincin pernikahan dan segala urusan dengan penghulu, keduanya duduk dipelaminan untuk bersalaman dengan tamu yang hadir. Masih dengan senyuman yang terkesan dipaksa, Hana hanya mencoba menenangkan pikirannya ketika otak kecilnya itu mulai berpikir yang tidak-tidak.
Bagaimana jika Dibran tahu kalau ia masih belum memutuskan hubungannya dengan Galang?
“Kenapa?”
“Hm?”
Hana menoleh pada Dibran dengan tanda tanya. Sedetik kemudian, ia menggeleng. “Nggak. Nggak papa.”
“Kalau capek, istirahat aja.”
“Terus mereka gimana?” Hana menatap para tamu yang masih sangat banyak.
“Ada Mama sama Papa kita.”
Hana kembali menggeleng. “Nggak perlu. Aku baik-baik aja.”
Dibran kemudian mengangguk dan kembali menatap kearah para tamu yang hadir. Tidak banyak, hanya tamu bisnis dan keluarga mereka yang diundang untuk akad nikah.
Saat melihat Hana turun selesai Ijab Qabul tadi, Dibran tidak menampik jika Hana memang sangat cantik dibanding hari biasanya. Mungkin karena efek riasan yang telah tertempel diwajah perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Sehingga cantik yang biasanya, menjadi sangat cantik hari ini.
Kebaya dress yg digunakan perempuan itu sangat cocok untuknya. Ditambah riasan kepala yang menambah ke-eleganan seorang Hana. Dibran juga tidak kalah tampan dengan setelan pakaian pengantin yang sejalan dengan Hana. Keduanya memang raja dan ratu hari ini.
Hingga siang berlalu, dan acara potret-memotret juga sudah selesai. Pukul 5 sore, baru banyak tamu yang undur diri.
Hana membuka kamar miliknya yang sudah disulap menjadi layaknya kamar pengantin pada umumnya. Dekorasi dengan tema putih yang tidak terlalu ramai ataupun sepi. Sangat pas.
Hana merupakan anak satu-satunya dikeluarga ini. Sehingga saat seorang laki-laki masuk ke kamarnya, ia sangat gugup. Seumur hidupnya, baru kali ini ia membiarkan laki-laki lain selain ayahnya masuk ke ruangan pribadi miliknya. Bahkan mulai sekarang harus berbagi kamar.
Saat masuk kamar, wangi lavender langsung merambat ke indera penciuman Dibran. Khas seorang Hana.
“Bapak ingin bersih-bersih terlebih dahulu?”
Dibran menoleh pada perempuan yang saat ini sudah resmi menjadi istrinya. Alisnya terangkat sebelah, tetapi ia memilih mengangguk. Hana juga segera menyiapkan handuk yang sudah disiapkan dilemari kamar, kemudian memberikannya pada Dibran.
Setelah melepaskan sepatu dan kaus kaki, Dibran pun berlalu ke kamar mandi.
Saat melihat kamar mandi yang sudah tertutup, Hana menghela napas pelan dan berjalan menuju meja riasnya. Ia mulai melepas semua perhiasan yang ada dikepala, tangan dan lainnya. Kemudian menggerai rambutnya yang sejak pagi sudah digulung. Hana menghela napas lega karenanya.
Setelah semua terlepas, Hana pun mengambil kapas dan membersihkan make up nya. Sedangkan untuk baju, ia tidak cukup bisa melepas seorang diri. Sangat sulit tentu saja. Maka dari itu, menghapus make up adalah hal yang bisa ia lakukan.
Ting!
Hana menoleh ketika ponsel yang dari pagi belum sempat ia pegang. Padahal seharusnya, ia menggunakan benda itu untuk mengabadikan setiap momen dipernikahannya hari ini. Tetapi sekali lagi, Hana sangat tidak menggunakan benda tersebut. Karena yang ada, ia hanya memikirkan Galang untuk mengabarinya. Setelah hampir satu minggu tidak ada kabar.
Nengsih.
Sambil terus membersihkan wajahnya, Hana membuka ponsel dan membaca pesan dari Sahabatnya itu. Seketika wajahnya menampilkan raut menjijikkan saat Nengsih menyinggung malam pertama.
Apa-apaan itu!
Ngomong-ngomong soal Nengsih, perempuan itu tidak datang menghadiri pernikahannya. Disebabkan adanya seminar yang mengharuskan semua mahasiswa PG PAUD di Universitas Mandala, hadir. Seminar yang menghadirkan narasumber dari Lima Benua, dan acara itu dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga berhenti pukul 13.00. Kemudian dari kelas Nengsih dilanjutkan dengan kelas dadakan oleh dosen. Maka dari itu Nengsih tidak bisa menghadiri acar Ijab Qabul sahabatnya itu.
Baru saja Hana ingin membalas Nengsih, satu lagi motif yang muncul membuat Hana terpaku.
Hana menelan ludah dengan susah payah. Jantungnya berdetak dengan cepat. Apakah ia harus membuka pesan dari Galang? Kontaknya saja masih belum diganti.
Bukankah harusnya ia senang? Bukankah ini yang ia tunggu? Tetapi kenapa malah seperti ini?
Galang ❤
Sayang?
Maaf ya, semingguan ini ...
Hana hanya membaca pesan itu melalui pop chat yang ada dilayar ponselnya. Ia belum mau membuka room chat dari Galang itu. Entah karena apa. Hana hanya memperhatikan pop chat dengan pandangan kosong.
Setelah mencoba menenangkan dirinya, Hana lalu membuka pesan itu dan segera membalasnya.
Galang ❤
Sayang? Maaf ya, semingguan ini aku nggak ada kasih kabar.
Tugas kuliah sama kafe bikin aku lupa waktu.
Maaf banget yaa
Hana
Iya, nggak papa.
Setalah membalasnya, Hana kembali meletakkan ponsel dimeja dan melanjutkan aktivitasnya menghapus make-up. Tetapi baru saja ia menatap cermin, kehadiran Dibran yang ia lihat dicermin membuat jantungnya seperti akan berhenti. Ditambah tatapan datar yang dilayangkan oleh pria itu, Hana ketakutan. Badannya gemetar hingga untuk bergerak sedikit saja sangat berat ia lakukan.
Dibran yang sudah selesai mandi dan berpakaian, langsung menghampiri Hana untuk menyuruhnya segera mandi. Namun ketika ia melihat keterdiaman Hana sambil menatap ponsel, membuatnya penasaran. Kemudian ikut menatap ponsel yang menampilkan roomchat Hana dengan seseorang.
Seketika kemarahan langsung terpancar dari wajah tegas Dibran. Ditambah Hana masih membalas pesan dengan nama kontak diberi emotikon hati itu. Rahang laki-laki itu mengetat, bibirnya menipis menahan amarah.
Dibran kemudian menatap Hana dengan datar, lalu pada saat Hana menatap cermin barulah laki-laki itu menyambut tatapan ketakutan Hana dengan raut datar miliknya.
Laki-laki itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana piyama yang ia gunakan saat Hana mulai bangkit dari duduknya.
“Langsung bersih-bersih. Nggak baik mandi terlalu malam.”
Hana kembali menutup mulutnya saat akan mengatakan sesuatu. Ucapan Dibran barusan seolah memberitahunya jika ia tidak boleh mengatakan apapun.
“Pak,” panggil Hana membuat langkah Dibran yang sudah balik badan untuk ke kasur terhenti.
Dibran sejenak menghembuskan napasnya pelan untuk mereda emosi yang susah payah ia tahan.
“Saya tahu kamu masih belum bisa menerima pernikahan ini. Tapi saya berharap secara perlahan kamu bisa menerima status baru kamu mulai detik ini,” ucap Dibran kembali berbalik menatap Hana.
“Kamu boleh dekat dengan siapapun, saya tidak akan melarang. Asalkan kamu tidak melewati batasan yang sudah ada,” sambung Dibran membuat Hana semakin terpaku.
“Saya akan memberikan kamu waktu untuk menyelesaikan hubungan kamu dengan kekasih kamu. Setelah itu, hanya saya kekasih kamu. Kekasih halalmu,” ucap Dibran lagi dengan tegas. Rautnya masih sama datarnya dengan tadi.
Hana yang mendengar ucapan Dibran semakin tidak bisa bicara. Mulutnya seolah terkunci, disaat banyak hal yang ia katakan.
Dibran pun kembali mengatakan sesuatu saat Hana tidak mengatakan apapun.
“Sekali lagi, saya tidak akan melarang kamu melakukan apapun. Jika kamu ingin, lakukan saja. Tapi sekali lagi ...” Dibran menjeda ucapannya. Ia memandang perempuan yang sudah menjadi istrinya itu dengan lekat. “Ingat batasan dan statusmu.”
Hana terdiam. Mulutnya kelu ingin menjawab. Dalam sekejap, laki-laki itu membungkamnya dengan sorot lembut namun tegas.
“Bapak menerima pernikahan ini?” tanya yang akhirnya keluar dari mulut Hana setelah sekian lama hanya diam.
“Jika saya tidak menerima pernikahan ini, maka saya tidak akan pernah menerima jabatan tangan ayahmu di depan penghulu, saksi, bahkan Tuhan.”
***
suexxx gak mudeng aku lama2 sama para karakter di novel ini.