Rasanya, tidak akan pernah cukup, kendati selalu kupinta dirimu dalam setiap sujud.
Dan rasanya tidak akan pernah cukup, kendati selalu kulangitkan namamu dalam setiap tahajjud.
karena di atas segala daya dan upayaku dalam setiap doa untuk meminta, sudah lebih dahulu ditetapkan takdir atas diri kita.
Aku hanya mampu bertaruh cinta di atas Takdir, berharap Allah Ridho.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8 Tertabrak
Zaskia menarik napasnya dalam, setelah segenap pikiran tak mampu ia halau. Dan segala pertanyaan yang telah berbaris rapi dalam benak, tak bisa menemukan jawaban.
"Ya Allah," adunya pada Sang Pemilik Kuasa dengan tatapan menerawang. Tekadnya semakin bulat untuk bertanya langsung saja pada Irfan Arafka Wafdan, tentang hal yang sebenarnya. Karena jauh di relung hatinya, Zaskia tak pernah percaya atas dakwaan terhadap pemuda tampan itu.
Sekali lagi, putri Kyai Fadholi--pemangku Al-Hasyimi cabang--itu menatap pada pagar aula yang sempat roboh akibat insiden seminggu yang lalu, oleh Masayu yang mencoba menabrakkan diri pada motor Arafka. Dan kembali Zaskia terngiang pada ucapan Arafka pada waktu itu, maka kembali rasa tak percaya semakin dalam menusuk kalbu. 'Tak mungkin, Mas Rafka melakukan perbuatan keji itu. Aku gak percaya sama sekali' bisik hati Zaskia dalam diamnya.
Terdengar deru motor yang sudah sangat dihafal dari arah gerbang, Zaskia segera berdiri, ia yakin itu Arafka yang datang. Niatnya sudah bulat untuk bertanya sekarang.
Gadis cantik itu menarik napas kuat, mengumpulkan segenap keberanian. Pasalnya ia belum pernah bicara secara privasi dengan Arafka, meski nama pemuda tampan itu selalu ia sebut dalam doa.
Tak dinyana, ternyata motor CBR hitam itu justru berhenti di depan aula, di mana kini Zaskia menegakkan tubuhnya. Namun, gadis cantik itu harus menelan kecewa, karena yang mengendarai motor milik Arafka itu bukan sang empunya. Tapi, Adli, yang diketahui sebagai teman akrab Arafka.
"Assalamualaikum, Ning Zaskia," sapa Adli.
"Waalaikumsalam," sahut Zaskia.
"Saya menyampaikan pesan dari Davina pada Meidina shafa, agar ke rumah sakit sekarang," tutur Adli dengan bahasa yang lugas, sepertinya pemuda itu sedang terburu-buru.
"Ke rumah sakit?"
"Iya, Rumah sakit bunda Fatimah," terang Adli. Rumah sakit bunda Fatimah, adalah rumah sakit milik pesantren Al-Hasyimi.
"Kenapa mbak Davina nyuruh mbak Meidina ke rumah sakit?" Tanya Zaskia tak mengerti.
"Davina kecelekaan, sekarang ada di rumah sakit."
"Kecelakaan?" Zaskia segera terlonjak. Seingatnya, tadi mereka bertiga pergi ke perpustakaan pesantren. Dan kemudian hanya Madina dan Nabila yang datang kembali lebih dulu ke asrama. Kenapa bisa kini, rekannya sesama siswi kulliyatul muallimin itu mengalami kecelakaan.
"Kena tabrak Rafka," sahut Adli yang kembali mendatangkan keterkejutan kedua pada Zaskia.
******
"Dek Rafka!"
Pemuda yang sedang menelungkupkan kepala ke atas meja itu terdongak. Wajah tampannya nampak kusut, tatapannya pun layu, menggambarkan keletihan yang menggelayut. Bukan hanya karena kurangnya waktu untuk sepasang matanya bisa terpejam, tapi terlebih lagi dengan permasalahan yang tengah menimpa sekarang.
"Mas Azmi, Mas Nizam." Arafka menyambut dua orang pemuda berpeci dan berkain sarung itu dengan senyuman. Senyum yang mengikis segala letih yang terpancar.
Azmi dan Nizam adalah dua orang seniornya di Al-Badar. Keduanya juga berperan sebagai vocalist di grup sholawat itu.
"Gimana, Dek?" Tanya Azmi yang segera duduk di sampingnya. Dan Nizam mengikut pula.
"Dia sedang ditangani dokter di dalam!" Tunjuk Arafka pada ruang rawat pasien di depannya.
"Gimana kejadiannya? Kok Dek Rafka sampai menabrak?" Tanya Nizam.
"Iya, saya yang lalai, Mas. Sampai menabrak orang. Untungnya tidak terlalu parah," sahut pemuda itu disertai helaan napas berat dan tatapan yang menerawang. Dalam benaknya seakan sedang diputar kembali kejadian di mana ia menabrak Kanza Davina--salah satu siswi kulliyatul muallimin--di jalan pesantren.
Saat itu, Arafka sedang berkelana sambil berkendara. Berkelana dengan pikirannya yang terbang ke berbagai arah dan tak mendapatkan muara. Sedangkan motor besarnya terus melaju tanpa tahu kalau sang majikan tidak berada dalam kondisi sadar penuh.
"Iya, kami paham dengan situasi dik Rafka saat ini ..." Azmi memutus kalimatnya begitu saja, karena merasa tak akan dapat menemukan kalimat yang bagus untuk mendamaikan perasaan Arafka, dalam masalah yang tengah dihadapinya.
"Waktu saya tinggal dua hari lagi, Mas. Dan sampai saat ini, saya belum mendapatkan bukti apa-apa untuk membela diri," keluh Arafka dengan suara berat.
"Allah, yang akan membelamu, Dek," harap Nizam dalam sejumput doa dan pengharapan besar yang tertanam dalam dada.
"Aamiin ... Tapi, saya bukan hambanya yang baik, Mas. Selama ini, saya lebih banyak menggunakan waktu saya untuk mengabaikanNYA, dari pada mengingatNYA," akunya dengan segenap kerendahan hati.
"Dik, rahmat Allah itu Maha Luas. Jangan berputus asa." Azmi menepuk pelan pundak Arafka yang segera mengangguk dan tertunduk.
"Kenapa dik Rafka tidak sowan pada syaikhona?" tanya Nizam.
Syaikhona adalah sebutan untuk pengasuh besar Al-Hasyimi.
"Iya, Mas. Saya sudah dua kali kesana. Tapi beliau belum datang dari Tuban."
Azmi dan Nizam hanya bisa saling pandang. Meskipun sangat besar keinginan mereka untuk bisa membantu. Namun, saat ini semua usaha seperti masih menemui jalan buntu.
Adli datang tergopoh ke tempat itu. "Rafka, aku dengar kabar dari ustadz Rahman, kalau Syaikhona sudah datang dari Tuban," tuturnya langsung, bahkan sebelum tubuhnya sampai dengan utuh di dekat mereka.
"Oya? Alhamdulillah." Arafka mengucap syukur dengan senyuman lega. Ia seakan menemukan setitik harapan sekarang. Yaitu dawuhnya Syaikhona atas masalah yang tengah ia hadapi. Berupa apa pun nanti dawuh itu, ia pasti akan menjalani. Sekalipun berupa hal yang sangat pahit, misal ia didakwa bersalah dan harus menikah dengan Masayu.
Semua teman-teman dekat Arafka--utamanya sesama personil Al-Badar--cukup tahu betapa patuh dan taatnya pemuda tampan itu pada Syaikhona. Bagi Arafka, Syaikhona ibarat matahari dalam kegelapan jiwanya. Dan seumpama tongkat pegangan di kala ia buta arah.
Dan di kalangan teman-teman dekat Arafka juga tahu, kalau pemuda tampan itu sering mendapat pendidikan langsung dari syaikhona, berupa satu petuah atau nasihat, yang mana dari setiap petuah yang didapat, pemuda tampan itu berusaha menjalankannya dengan taat.
Ini adalah satu keistimewaan Arafka yang tak banyak diketahui oleh santri lain. Bahwa biasanya, untuk santri sekelas Arafka, bukan perkara mudah untuk bisa dekat dengan pengasuh besar, apalagi mendapatkan pendidikan langsung darinya. Karena Syaikhona tidak terjun secara praktis dalam bidang kependidikan di Alhasyimi. Sudah ada dewan pengajar, dalam setiap jenjang pendidikan, baik ditingkat formal maupun non formal di pesantren salaf modern tersebut.
"Sebaiknya, dik Rafka menghadap beliau nanti malam saja! Saat ini beliau pasti masih butuh istirahat setelah perjalanan jauh," usul Nizam yang segera mendapat persetujuan dari Irfan Arafka Wafdan.
"Assalamualaikum"
Ucapan salam itu mengawali hadirnya dua orang gadis cantik di tempat itu. Yang satu cantik, bahkan bisa dikata sangat cantik, mengenakan hijab warna jingga yang kian menyinari kecantikan parasnya. Semua sudah tahu, kalau ia adalah Zaskia Arifa, putri kyai Fadholi--pemangku Al-Hasyimi cabang.
Dan yang satu, berparas lembut nan ayu yang menghiasi wajahnya dengan phasmina lebar, dipadu abaya panjang warna senada. Kesan anggun terpancar dari tampilannya.
"Ini, Madina Shafa ya," sapa Nizam pada gadis yang kedua itu.
"Benar," sahutnya diserta seulas senyum ramah. "Davina ada di ruangan yang mana?" Ia bertanya cepat, karena merasa tidak sabar untuk segera melihat kondisi sang sahabat.
aku mampir ya thor...🥰
banyak yang mengidolakan 😌