Silvya karena kematian saudara kembarnya memutuskan bergabung dalam organisasi mafia saat berumur 17 tahun. kemampuannya dalam ilmu beladiri menjadikannya Ratu Mafia yang disegani. Ia tidak segan-segan menghabisi musuhnya saat itu juga.
karena sebuah penghianat dalam organisasinya menyebabkan dia mengalami kecelakaan tragis yang hampir meregang nyawanya.
Dokter Dika, niatnya menolong malah harus menikahi orang yang ditolongnya karena digrebek warga.
Bagaimana Silvya membongkar penghianatan dalam Wild Eagle dan menemukan dalang dibalik kematian saudaranya?
Bagaimana pernikahan Dokter Dika dan Silvya akan berjalan dan bagaimana reaksi dokter yang terkenal dingin itu saat mengetahui wanita yang dinikahinya itu adalah Ratu Mafia yang disegani?
Ikuti kisahnya, bukan plagiat jika ada kesamaan nama tokoh itu bukan kesengajaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9. I'm Sorry Mom
sebulan berlalu Vya sudah kembali sehat. Bahkan setiap dini hari sebelum subuh ia akan jogging di sekitar komplek perumahan yang ditempati Dika. Ia melakukan pada dini hari agar tidak terlihat oleh para tetangga.
Pada dasarnya Vya adalah wanita yang mandiri, ia pun membantu Dika membersihkan rumah bahkan memasak makanan untuk Dika. Selama sebulan di rumah Dika keberadaan Vya tidak disadari oleh siapapun termasuk para perawat yang bekerja di Healthy Clinic.
Nia, Risa, dan satu lagi Tio tidak pernah menyadari adanya orang lain di rumah itu selain Dika. Hanya sesekali mereka heran karena jika praktek dimulai ruang klinik sudah bersih. Bahkan ada beberapa air mineral yang ditempatkan di klinik dimana hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Mereka pun tidka berani bertanya mengingat dokter Dika begitu datar dan dingin.
Seusai sholat subuh Dika turun dari lantai dua menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Sedikit terkejut melihat penampakan meja makan yang sudah ada makanan sepagi itu.
"Dimana gadis itu, jam segini sudah selesai memasak."
Dika meletakkan gelas yang baru saja dia pakai lalu berkeliling rumah mencari Vya. Ternyata gadis itu berada di belakang rumah sedang melatih kemampuan beladiri nya.
" MasyaaAllaah beneran itu cewek, dia jago banget karate nya. Haish.. Aku aja yang cowo belum sampai level itu."
Dika terkejut melihat kemampuan beladiri Vya. Ia terus melihat gadis itu berlatih tanpa mengeluarkan suara apapun. Lagi... Dika terkejut lagi saat Vya mempraktekkan ilmu silatnya. Mulutnya menganga dan matanya membola.
"Ini seumpama dikeroyok orang bukannya aku yang nolongin tapi dia yang malah nolongin aku. Ini namanya insecure."
Dika menepuk jidatnya pelan, hendak kembali ke dalam namun kaki nya menyenggol sapu dan pengki yang ada disana.
Bruak...
"Siapa disana, eh dokter Dika." Ucap Vya menghentikan aktivitasnya melihat ada Dika di sana.
"Ayo sarapan."
Ucap Dika dengan nada datar dan dingin.
Sial hampir aja kepergok lagi merhatiin dia, batin Dika.
Vya mengekor sambil bergumam pelan, cih...dasar dokter kulkas, dinginnya awet nggak cair cair.
Mereka berdua duduk di ruang makan dan mulai memakan sarapan yang dibuat Vya. Dika yang tadinya tidak pernah sarapan setelah ada Vya menjadi terbiasa sarapan. Intinya Dika menjadi terbiasa makan masakannya Vya. Terkadang Dika meminta Vya untuk membuatkannya bekal makan siang untuk dibawanya ke rumah sakit.
"Hari ini aku akan ada jadwal operasi full dan akan pulang ke rumah orang tuaku jadi kamu tidak perlu memasak makna malam."
"Ooh oke, berarti dokter tidak akan pulang malam ini?"
" Iya, betul. Aku tidak pulang."
Ada rasa sedikit kecewa di hati Vya mendengar Dika tidak akan pulang malam ini tapi secepat mungkin ia menepisnya.
"Ya sudah aku berangkat dulu, assalamualaikum terima kasih untuk sarapannya."
"Waalaikumsalam."
Sepeninggalan Dika, Vya langsung membereskan meja makan. Sejak tinggal dengan Dika, Vya kembali mengucapkan dan membalas salam. Hal yang sudah lama tidak ia lakukan semenjak Zion meninggal dunia dan ia jarang pulang ke rumah.Tiba tiba Vya teringat akan rumah dan orang tuanya.
"Mumpung dokter kulkas itu tidak pulang malam ini sepertinya aku bisa pulang sebentar untuk melihat keadaan mom and dad, sekalian mau mengambil mainan."
Setelah beres membersihkan meja makan Silvya langsung menuju ke kamar untuk bersiap keluar rumah. Ia merubah dandanannya menjadi gadis culun berkacamata. Tidak lupa ia juga memakai rambut palsu warna hitam untuk menutupi rambut coklat ikalnya. Ia membuat tahi lalat di bawah bibir sebelah kiri. Dna sentuhan terakhir adalah kacamata.
Perfect,..
Ia mematut dirinya di depan cermin, memastikan tidak ada yang miss. Kali ini ia mengenakan celana jeans dark blue dan kaos lengan panjang dengan warna sengaja. Ia juga menggunakan topi. Vya memilih keluar dengan melompati dinding pagar agar tidak ada yang curiga.
Silvya memesan ojol untuk mengantarkannya pulang ke rumahnya. Butuh waktu satu jam untuk sampai di sana. Lagi lagi Silvya memilih melompati pagar agar tidak ketahuan orang rumah. Ia pun memanjat tembok untuk menuju kamarnya di lantai dua.
Hap…
Silvy mendarat dengan mulus di kamarnya. Ia segera mengambil ransel dna memasukkan beberapa baju yang biasa ia butuhkan untuk menjalankan misi. Ia langsung menuju brangkas nya. Senyumnya mengembang dengan sangat lebar.
"Oh mainan mainanku, aku sangat merindukan kalian."
Jangan dipikir mainan Silvya adalah boneka atau semacamnya. Mainan yang dimaksud gadis ini adalah beberapa senjata api seperti pistol, rakitan laras panjang, belati, pisau dan sejenisnya. Ia pun mengambil beberapa uang untuk keperluannya. Sejenak ia menatap foto keluarga yang ada di kamarnya, rasa rindu itu menggelayut namun Silvya menggelengkan kepalanya.
Tak tak tak
Suara langkah kaki mendekat ke kamarnya, dengan cepat ia menutup brankas lalu masuk ke kolong tempat tidur sambil menarik ransel yang sudah penuh dengan barang keperluannya.
"Assalamualaikum putri cantik mommy, kok nggak pulang pulang sih, nggak ada kabar pula. Kamu kemana sih sayang. Mommy rindu hiks...hiks…"
Fatimah menangis sendiri di kamar putrinya itu. Dia merasa sangat bersalah kepada Silvya.
"Vya… Maafin mommy nak, mommy salah sama kamu. Maafin mommy." Fatimah terus menangis. Silvya yang berada id bawah tempat tidur membungkam mulutnya. Ia sangat terkejut mendengar mommy nya menangis dengan menyebut namanya. Hal yang selama ini tidak mungkin terjadi. Rasanya ia ingin keluar dari sana dan memeluk mommy nya saat ini juga namun ia mengurungkan niatnya.
"Tidak… tidak sekarang. I'm sorry mom. Ada yang harus Vya lakukan. Dan ini lebih penting. Maafin Vya juga mom." Batinnya.
Tak tak tak… Fatimah keluar dari kamar putrinya. Silvya bernafas lega. Setidaknya ia mengerti bahwa mommy nya baik baik saja. Ia pun keluar dari kolong tempat tidur dan membereskan apa yang akan dibawanya lalu melompat dari kamar lantai duanya ke bawah.
Bluk…
Pendaratan sempurna. Silvya tersenyum tipis, sejenak menatap rumahnya lalu menyelinap pergi. Silvya menuju ke rumah pribadinya yang sebenarnya tidak jauh dari komplek perumahan milik orang tuanya, ia mengganti bajunya dan memasang beberapa senjata di tubuhnya.
Dua senjata di pahanya ia simpan dibalik roknya. Dan dua lagi di balik jaket yang ia kenakan. Namun sylvia tetap tidak merubah dandanannya. Ia tetap harus memakai identitas gadis culun untuk melihat markas wild Eagle. Beruntung ia menyimpan sebuah motor di rumah nya. Ia langsung mengendarai motor trail itu dna melesat menuju markas wild eagle.
Hari menunjukkan semakin panas. Matahari berada tepat diatas kepalanya.
"Jam berapa ini. Sial ternyata sudah jam 2. Pantas terasa panas. Oh iya waktu itu Mr. Sun memberiku itu."
Silvya berhenti agak jauh dari markas Wild Eagle yang berada di tengah hutan. Ia kemudian membuka ponselnya, mengecek cctv luar markas. Sejak diberi akses oleh mr. Sun Vya belum menemukan hal yang mencurigakan.
"Semoga tebakanku salah. Semoga anggotaku tidak ada yang berkhianat. Jika ada entah aku harus bagaimana."
Silvya memejamkan matanya sejenak, membuah nafasnya lalu memberanikan diri mengecek cctv di luar markas sekitar 5 sampai 10 meter dari markas. Wild Eagle memang menyebar cctv di berbagai titik untuk mengawasi kalau kalau ada musuh yang mendekat. Entah, saat ini perasaan Silvya sangat tidak enak. Ia merasa akan ada sesuatu yang besar.
Mata Silvya membelalak saat menyaksikan apa yang ditangkap oleh kamera pengawas itu.
"Tiger Fangs, kenapa mereka jam segini di sini. Itu… dia… oh astaga. Apa mataku tidak salah. Kenapa dia. Badjingan.. Berani beraninya kau? Apa yang kau lakukan bersama Tiger fangs."
Mata Silvya memerah, darahnya terasa mendidih. Hasrat membunuhnya sudah muncul ke permukaan. Ia sangat siap untuk menghabisi musuhnya.
Ia mengambil memasukkan ponselnya ke ransel dan mengambil pistol dari dalam jaketnya.
"Sial… awas… akan ku habisi kau."
Saat Silvya bersiap membidik tiba tiba tubuhnya ditarik dari belakang. Mulutnya dibekap dengan sapu tangan.
"Ufh… ufh… ufh…"
Silvya sempat meronta namun pengaruh obat bius itu lebih cepat dan membuatnya tak sadarkan diri.
TBC
teo pa ya