Mira menjadi seorang Janda semenjak ditinggal suaminya. Ia harus mengurus sang buah hati seorang diri yang masih berusia 4 tahun dan Mira mengatakan pada Rafa kalau Papanya sedang bekerja di luar negeri, sehingga Rafa harus hidup dalam sebuah kebohongan. Padahal Papanya telah tiada.
Cantik dan masih Muda, Mira mendapat saran dari banyak pihak, untuk segera menikah lagi.
Ketika Mira sudah mulai membuka hati untuk pria lain, Ia harus dihadapkan pada pilihan sulit. Gio dan Darell datang secara bersamaan.
Akankah Mira mau membuka hati salah satu dari mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Nasokha(Ahong), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Kembali
Mira berusaha bersikap biasa saja saat bertemu dengan Efendi. Mira menyakinkan dirinya sendiri untuk jangan buru-buru menjawab pernyataan cinta dari Efendi. Mira berusaha untuk menjaga sikap, sehingga orang-orang kantor tidak mengetahui kabar kalau Efendi sudah menyatakan cinta kepadanya. Kecuali Efendi sendiri yang mungkin akan cerita kepada orang-orang kantor.
Kalau sampai mereka tau, entah apa yang terjadi. Mungkin saja, berita ini akan menjadi perbincangan panas di kantor. Pasti Mira tidak akan bisa bekerja dengan tenang, teman-temanya tidak akan berhenti menggoda.
Semua orang seakan setuju jika Mira dan Efendi bersama, semua orang seakan memaksa agar mereka segera memadu cinta.
Mira sendiri menyadari akan hal itu, Mira sendiri sempat mengagumi dengan sosok Efendi.
Selain tampam, Efendi adalah orang yang bijaksana, pekerja keras, bertanggung jawab dan mempunyai jiwa pemimpin. Di usianya yang masih muda itu, Efendi sudah mampu memiliki sebuah bisnis penerbitan buku dan bisnis-bisnis lainya.
Mira juga berfikir kalau dirinya menolak Efendi, Ia adalah orang yang bodoh. Tidak banyak orang yang bisa mendapat kesempatan ini. Bahkan, banyak sekali wanita-wanita yang kagum dengan Efendi.
Lalu, mengapa Efendi memilih dirinya? Mengapa Ia tidak menjalin hubungan dengan gadis lain? Kenapa harus dengan dirinya? jelas-jelas dirinya adalah Janda dan sudah mempunyai anak.
Namun, sampai detik ini Mira belum bisa mencintai Efendi. Mira mencoba memahami situasi, dengan tidak terburu-buru. Mira pun perlahan dapat memaklumi karena baru kemarin malam Efendi menyatakan kalau suka denganya. Masih banyak waktu untuk dapat menumbuhkan rasa suka dan cinta kepada Efendi.
Saat ini, Mira sedang berjalan menuju depan kantornya untuk menunggu Wanda yang katanya mau mengajaknya ke Mall untuk membeli sesuatu. Setelah sebelumnya bertemu dengan Efendi di ruangan, seperti biasa menyapa dirinya, kali ini ada kecanggungan di antara mereka.
Sementara itu, di bawah pohon mangga, di samping gedung ini, Ilham sedang duduk di atas motornya sambil memandang ke depan dengan tatapan kosong. Ilham tak tau mengapa dirinya tidak ingin beranjak dari sana. Ia ingin berlama lama di situ.
Alasan Ilham tak ingin beranjak dulu karena ingin mengucapkan terima kasih kepada Mira yang sudah benar-benar membayarkan kopi untuknya. Bisa saja Ilham menyampaikan rasa terima kasihnya itu melalui Pak Ahmad, namun Ilham ingin menyampaikan kepada Mira secara langsung.
Tiba-tiba pandangan Ilham tertuju pada seorang wanita dengan balutan blouse dengan motif garis-garis hitam putih, rambutnya bergerak-gerak diterpa angin. Pandanganya berkali-kali melongok pada layar ponsel.
Dialah Mira, yang sudah Ilham tunggu-tunggu sedari tadi. Ilham tersenyum lebar dan langsung bangkit dari atas motor menghampiri Mira.
“ Mira, ” panggil Ilham sambil berjalan mendekat.
“ Ilham? ” balas Mira tersentak kaget, tidak menyangka akan bertemu dengan Ilham saat ini, Mira sempat gugup belum siap bertemu dengan Ilham apalagi mendadak seperti ini.
“ Kamu mau pulang? ” tanya Ilham.
“ Iya, ” jawab Mira sedikit kaku.
“ Saya mau mengucapkan terima kasih atas traktiran kopinya kemarin, ” kata Ilham.
Mira mengangguk pelan dan tersenyum.
“ Maafkan saya, lusa saya tidak ke kesini, baru kemarin saya bisa kesini. Saya pikir, kamu benar-benar tak memesankan kopi untuk saya, maka dari itu saya tidak kesini kemarin. ” Lanjut Ilham kembali.
Mira mangguk-mangguk lalu berkata. “ Iya, tidak apa-apa, sebenarnya lusa aku menunggumu, aku kira, kamu akan kesini pada hari itu juga. ” Balas Mira.
“ Kamu menungguku? ” sambar Ilham.
“ Eh? ” Mira tersentak, tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Ilham. Mira pun bingung hendak menjawab apa.
“ Tadi kamu mengatakan kalau kamu hendak pulang? Pulang dengan siapa? ” tanya Ilham mengganti topik, Ia sadar hal itu tidak seharusnya Ia katakan.
“ Aku sedang menunggu temanku, ” jawab Mira.
Tiba-tiba dari arah luar gerbang Wanda memanggil Mira. Wanda yang sedang ditunggunya akhirnya datang juga. Kesempatan bagi Mira untuk segera menghindar dari Ilham karena kekikukan yang sedang melanda dirinya saat ini.
“ Ilham, aku pergi dulu, ya, temanku sudah datang, ” ucap Mira.
“ Kamu sudah tau nama, saya? ” cegah Ilham dan berhasil menghentikan langkah Mira. Mira memutar badan dan hanya tersenyum malu. Lalu kembali bergegas menghindar dari Ilham.
Ilham pun tak bisa menyembunyikan senyumnya saat ini. Ilham pun tidak tau, kenapa Ia harus senyum-senyum seperti ini.
Kenapa sangat susah sepertinya untuk bisa mengobrol dengan Mira lebih lama. Kalau pun bisa bertemu, hanya sebentar saja dan Mira sudah hendak akan pergi.
Iham merasa agak kecewa sebenarnya karena tidak bisa mengobrol dengan Mira lebih lama. Ilham segera menuju motornya dan pergi dari sana.
ooo
Di atas boncengan, Mira masih merasa malu pada Ilham, karena sudah ketahuan menunggunya dan sudah mengetahui namanya dengan tidak sengaja. Sampai-sampai Wanda yang mencoba mengajak ngobrol, tidak diindahkan olehnya.
Tak terasa, mereka telah sampai di Mall. Wanda memarkirkan motor dan Mira turun dari atas boncengan, sambil melepas helm -menaruhnya di atas spion.
“ Siapa tadi yang mengobrol denganmu? ” tanya Wanda, sambil berjalan menuju Mall.
Mira berfikir sejenak dan berkata setelah ada jeda. “ Dia Ilham, dia biasa makan di warungnya Pak Ahmad, ”
“ Tampan, juga, ya, ” kata Wanda, rahangnya mengeras.
Mira hanya menggeleng kepala, sudah tak heran dengan sikap sahabatnya itu. Setiap melihat Pria tampan, pasti akan langsung terkagum-kagum. Padahal dia sendiri sudah mempunyai tunangan, namun itu hanyalah bercanda. Sekadar hanya untuk mencairkan suasana.
Mereka pun langsung memilih sesuatu yang terpapang rapi. Sesekali meraihnya, lalu menaruhnya kembali. Setelah meminta saran pada Mira, akhirnya pilihan bajunya pada blouse berwarna biru muda. Wanda langsung mengambil blouse itu dan menuju kasir untuk membayar. Mira menunggunya sambil melihat-lihat barang-barang yang terpajang apik.
Sebelum pulang, mereka memutuskan untuk singgah di food court lebih dulu. Keduanya hanya memesan cup es teh dan burger.
“ Bagimana ceritanya kamu bisa berkenalan dengan Ilham? ” tanya Wanda penasaran.
Mira pun menjelaskan pada Wanda mengenai dirinya bisa mengenal Ilham. Wanda mendengarkan dengan saksama, sesekali tersenyum ke arah dirinya.
Tampaknya cerita Mira barusan belum membuat Wanda merasa puas, lantas Wanda pun bertanya soal Ilham lagi bermaksud mengorek informasi. Mira hanya mampu menjawab kalau dia adalah seorang Mahasiswa, selebihnya Ia tidak tau informasi Ilham.
“ Kamu ini bagimana, sih, seharusnya kamu meminta nomor Whatapp-nya dia saja, Biar kalian bisa berkomunikasi, ”
“ Urusanku dengan dia itu sudah selesai, Wan! Aku tak perlu untuk mendapatkan nomor Whatsapp dia, untuk apa! ” jawab Mira agak memekik, kesal dengan Wanda.
“ Untuk dijadikan teman, kan bisa Mir! ” Jawab Wanda sambil terkekeh pelan.
“ Ah! Aku lupa, kamu kan sudah mempunyai Pak Efendi. Bagimana bisa kamu dekat dengan Laki-laki itu, ” sambar Wanda.
Mira melotot ke arah Wanda, mendengar Wanda mengatakan nama Efendi, Ia jadi harus lebih hati-hati. Walaupun Wanda sahabatnya, Ia belum siap kalau harus bercerita kalau Efendi sudah menyatakan cinta kepada Wanda.