Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Goyah
"Dad, aku rasa aku sakit. Bolehkah aku tidak datang ke kantor hari ini?" tanya Anaya dengan suara lemah.
Robert mendengarkan suara putrinya itu dengan seksama. "Sakit? Sakit apa, My Dear? Apa yang kau rasakan? Daddy ke kamar, ya."
Pagi itu, dia masih bergumul dengan selimut tebalnya. Rambutnya yang panjang, masih tergelung kusut, tak berbentuk.
Wajahnya polos tanpa riasan dan bahkan, dia masih memakai piyama.
Robert yang sedari pagi sudah berada di ruang makan pun segera naik ke atas untuk menemui putrinya.
Setibanya di kamar, Robert melihat Anaya yang tertidur. Dia buru-buru memegang kening putrinya dan menyamakan suhu dengan keningnya sendiri.
"Nak, kau baik-baik saja? Apa kau kelelahan? Mau Daddy panggilkan dokter?" tanya Robert lembut.
Anaya menggeleng pelan. "Tidak usah, Dad. Aku hanya butuh tidur. Beberapa hari ini aku pulang malam dan selalu lembur."
Robert menghela napas panjang. Dahinya yang keriput mengajaknya berpikir. "Apa Josh menekanmu untuk bekerja terlalu keras?"
Mendengar nama Josh disebut, jantung Anaya seakan jungkir balik. Namun, dia berusaha untuk tetap bersikap biasa saja.
"Kenapa Daddy memberikan Josh untukku? Dia benar-benar gila, Dad! Rapat mendadak, bertemu klien sampai malam, menekan tim marketing untuk melakukan penawaran. Bagaimana aku bisa sehat?" protes Anaya.
Akan tetapi, Robert justru tertawa mendengar keluhan putrinya itu. "Hahaha! Baguslah! Itu yang Daddy mau, Nay."
"Josh adalah orang kepercayaan Daddy. Tangan kanan Daddy dan Daddy mau Josh membantumu untuk bisa kuat dalam bisnis ini," kata Robert masih sambil tersenyum.
Anaya menatap kedua mata ayahnya. Ada rasa kagum yang dirasakan Anaya saat itu. "Kenapa Daddy bisa percaya begitu saja pada Josh?"
"Maksudku, Daddy kan tidak tau Josh orang seperti apa," lanjut Anaya lagi.
Robert mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia menjawab dengan pelan tetapi tegas. "Josh memiliki integritas tinggi dalam pekerjaan dan loyalitasnya pun bagus."
"Ingat, Nay, jangan pernah kau campur adukkan kehidupan pribadimu dalam pekerjaan. Kalau kau lakukan itu, maka, kau akan mudah dihancurkan. Jangan terlihat lemah atau cengeng. Kuat dan tegarlah walaupun air matamu sudah diujung matamu." Robert mengingatkan seolah tau apa yang sedang terjadi pada putrinya itu.
Anaya terdiam mematung. Berusaha memasukan kata demi kata ke dalam otaknya.
Lalu, tanpa sadar dia menghela napas. "Dad, aku rasa aku tidak bisa menjadi pemimpin yang baik. Aku sudah mencampur adukkan urusan pribadiku dengan pekerjaan."
Namun, Anaya heran sekali karena lagi-lagi ayahnya itu menanggapi dengan tertawa. "Hahaha! Aku juga melakukan itu dulu. Tenang saja, kalau kau tidak salah, kau tidak akan belajar dan kau tidak akan pernah bisa menjadi kuat, My Dear."
Gelombang sayang mendera Anaya saat itu. Cepat-cepat dia memeluk ayahnya.
Air mata sudah menggantung di alis matanya yang lentik. "Thanks, Dad."
"Nay, hari ini Daddy ada meeting dengan klien. Kemungkinan sampai malam. Kau tidak masalah, kan, kalau kutinggal?" tanya Robert.
Wajah pria tua itu menyiratkan ketidakpastian dan kekhawatiran saat mengetahui putri kesayangannya itu sakit di saat dia harus berpergian.
Anaya mengangguk. "Daddy pergi saja. Aku bukan bayi yang harus disuapi saat makan. Aku hanya ingin tidur seharian ini."
"Begini saja, aku akan meminta staff-ku untuk menemanimu, ya," kata Robert lagi masih dengan wajah cemas.
Namun, Anaya menggeleng. "Tidak perlu, Dad. Nanti Jane akan datang dan aku akan meminta dia menemaniku sampai malam. Mungkin dia akan bersama Airin dan teman-teman yang lain."
Robert memandang putrinya. Dia tampak tidak setuju dengan keputusan Anaya itu.
"Sebenarnya, aku tidak suka dengan teman-temanmu, Nay. Mereka baik, tapi tidak bisa mengajakmu untuk berkembang," kata Robert lagi.
Entah apa yang membuat Robert yakin, hingga akhirnya dia mengizinkan Anaya untuk bersama dengan Jane.
Selepas kepergian Robert, beberapa menit kemudian, Jane datang dengan membawa donat kayu manis serta cinnamon frappuccino untuk Anaya.
"Kau baik-baik saja, Sayang? Wajahmu tampak kacau sekali. Apa yang terjadi?" tanya Jane bertubi-tubi.
Dengan serta merta, Anaya memeluk Jane dan setengah menyeretnya untuk masuk ke dalam kamar.
"Tolong aku, Jane! Aku rasa aku jatuh ke dalam lubang cinta yang paling gelap dan menyeramkan," kata Anaya.
Air mata yang sedari kemarin ditahannya, kini bergulir deras.
"Kau benar-benar jatuh cinta padanya, ya?" tanya Jane sambil berusaha menenangkan sahabatnya itu.
Anaya mengangguk. "Kemungkinan besar, iya. Tapi, aku tidak mungkin memiliki dia, Jane. Selain dia sudah berkeluarga, dia juga hanya menganggapku seperti gadis kecil yang mudah dipermainkan. Menyebalkan sekali!"
"Aku paham. Menurutku, kau harus melupakan dia, Nay. Jangan goyah, jangan terpengaruh, dan jangan lengah! Kalau dia mulai ada gelagat untuk mendekatimu, kau bisa pukul dia sekencang-kencangnya!" Jane mempraktekkan beberapa gaya memukul udara, hingga mau tak mau Anaya pun tersenyum.
Setelah sesi curhat yang diakhiri dengan makan-makan di kamar Anaya, Jane pun berpamitan dan berjanji akan datang kembali malam nanti jika Robert belum kembali.
"Menginap saja di sini, Jane. Ayahku tak akan pulang malam ini. Kau tidak perlu membawa apa pun selain dirimu sendiri," kata Anaya mengundang.
Jane mengangguk. "Oke. Kabarin aku, Nay."
Menjelang siang, pelayan Anaya kembali mengetuk pintu kamarnya.
"Non, ada tamu lagi," katanya sopan.
Anaya mengerenyitkan dahinya. "Jane? Airin?"
Pelayan itu menggeleng. "Laki-laki, Non. Temannya Tuan."
Kening Anaya mengerenyit semakin dalam. "Teman Daddy? Masa aku tetap harus bekerja di rumah?"
"Persilakan masuk saja, Bi. Saya siap-siap dulu. Ayahku itu kadang keterlaluan! Ck!" Anaya pun mengganti piyamanya dengan terusan sederhana berwarna pastel.
Dia memulas wajahnya dengan riasan sederhana dan dia membiarkan rambutnya tergelung kusut begitu saja.
Tak lama, Anaya turun untuk menemui tamunya dan betapa terkejutnya dia saat melihat siapa yang datang saat itu.
"Josh?" tanya Anaya. "Darimana kau tau rumahku?"
"Rumah ayahmu lebih tepatnya, Nay. Ayahmu memberitahuku kalau kau sedang sakit dan beliau khawatir kau tidak akan makan, jadi, beliau memintaku untuk membelikan makanan kesukaanmu." Josh mengangkat tiga kotak makanan berwarna cokelat.
Dari salah satu kotak itu, ada kotak dari toko donat kesukaan Anaya yang tadi dibawakan juga oleh Jane.
Anaya mendengus kesal, tapi senang. "Huh! Daddy ada-ada saja! Tidak mungkin, kan, aku tidak makan."
Dia mengambil kotak-kotak itu dan kembali memandang Josh. "Lalu? Kau akan pergi setelah memberikan ini kepadaku?"
"Tentu saja tidak. Aku mendapatkan perintah dari ayahmu untuk menemanimu malam ini." Josh menyeringai lebar.
Semburat merah memenuhi wajah Anaya. "Kali ini, ayahku gila!"
"Pulang sajalah! Aku bisa sendiri!" Anaya mendorong Josh untuk segera keluar.
Namun, Josh membalikkan tubuhnya dengan cepat dan menggenggam kedua tangan Anaya. "Perintah ayahmu tidak bisa kutolak, Nay."
Desiran aneh menyengat jantung dan seluruh organ tubuh Anaya saat pria itu menggenggam tangannya.
Anaya menggelengkan kepalanya cepat-cepat, mengusir keinginannya untuk disentuh Josh lebih lama.
"Aku bisa sendiri, Josh! Kau sudah punya istri dan aku tidak mau merusak keluargamu! Pulanglah!" kata Anaya lagi dengan suara bergetar.
Josh tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Memangnya kita mau apa sampai kau mengatakan kau tidak mau merusak keluargaku? Apa yang akan kau lakukan padaku, Nay?"
Anaya termenung dan mematung. Dia menundukkan kepalanya, menyembunyikan rona merah yang mulai menjalar.
"Hei, Nay, apa kau benar-benar sakit?" tanya Josh saat melihat wajah merah Anaya.
Dia memegang kening dan leher Anaya. Kedua mata mereka saling bertautan.
Tiba-tiba saja, Josh mendekap Anaya dengan erat. "Tolong jangan menghindar dariku, Nay. Aku membutuhkanmu di hidupku."
***