NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Flashback

🦋

Flashback on

Gavriel menurunkan tubuh mungil Valora di atas ranjang bukan ranjang milik Valora, melainkan kamarnya sendiri di rumah Kakek Wardana. Gerakannya lembut, tetapi tatapannya tak lepas dari wajah Valora, seolah takut kehilangan setiap detilnya.

"Gav, yang kau lakukan ini salah. Valora berhak bahagia… bersama Jevano," ucap Hardi pelan tapi tegas dari sudut kamar. Tatapannya penuh ketidaksetujuan.

"Kali ini aku setuju dengan Hardi," sambung Vion, nada suaranya dingin. "Kau tahu, Gav, ibumu bahkan tak bisa menatap Valora tanpa rasa benci. Bagaimana mungkin kau ingin menikahinya?"

Gavriel memejamkan mata, menghela napas berat. Ia malas sekali berdebat, apalagi dengan dua orang yang biasanya selalu berada di pihaknya.

"Aku hanya mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku," ucapnya lirih, namun cukup untuk membuat Vion dan Hardi saling berpandangan, kaget sekaligus jengah.

"Dia sepupumu, Gav. Kalian tidak akan bisa bersama," kata Vion, nadanya meninggi. "Aku tak mau melihat kau melukai Valora lagi."

Hardi mengangkat alis, menyela dengan santai, "Tidak sedarah. Selama ayah Gavriel dan ayah Valora bukan saudara kandung, mereka bisa menikah."

Vion menoleh tajam. "Kau.."

"Hardi benar," potong Gavriel, senyum tipisnya mulai mengembang. "Kalau aku punya tekad, aku akan mendapatkannya."

Vion tak habis pikir. Setelah Gavriel merenggut sesuatu yang paling berharga dari Valora, kini ia berambisi memiliki Valora sepenuhnya. Tidak. Kali ini ia tidak akan menyerah.

"Dan kalau ibumu menolak?" Vion menyeringai sinis. "Kita semua tahu Tante Shara membenci Valora setengah mati."

Gavriel terdiam, rahangnya mengeras. Ia tahu Vion benar. Meyakinkan ibunya menerima Valora mungkin adalah pertempuran terberat.

"Aku tidak peduli," ucapnya akhirnya, berdiri menatap kedua sahabatnya. "Bagaimanapun caranya, Valora harus menjadi milikku."

Raut wajah Vion memerah menahan amarah. Ia memilih keluar kamar, diikuti Hardi. Gavriel hanya menatap dingin punggung mereka yang menghilang.

Perlahan, ia membaringkan tubuh di samping Valora, memeluknya erat. Bibirnya menempel di pucuk kepala gadis itu, mencium dengan kelembutan yang anehnya dibangun dari obsesi. Ia tahu ini salah… tapi tak ada jalan mundur.

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Gavriel tertidur nyenyak.

18.00

Gavriel terbangun, mendapati sisi ranjang kosong. Ia tak khawatir, mungkin Valora sudah kembali ke kamarnya. Tidur kali ini terasa berbeda… damai. Tidak ada mimpi buruk, tidak ada ingatan tentang pukulan ayahnya atau cambukan rotan ibunya.

Namun, ia memutuskan pulang. Matahari hampir tenggelam, dan ia tahu apa yang akan terjadi jika orang tuanya mendapati ia tak ada di rumah.

*Kamar Valora*

Usai mandi, Valora duduk di meja rias, merapikan wajahnya dengan sedikit riasan. Malam ini ia ingin menjenguk Jevano, memastikan keadaannya. Kemeja hoodie navy menutupi tubuhnya, dipadukan celana panjang hitam.

Notifikasi dari Jevano membanjiri layar ponselnya, panggilan tak terjawab, pesan khawatir. Senyum tipis terbit di wajahnya sebelum ia memesan taksi.

Sebelum keluar, ia harus meminta izin. Di ruang tamu, Kakek Wardana dan Om Cakra tengah mengobrol.

"Kakek, Om… Lora izin keluar sebentar," ucapnya.

"Mau ke mana?" tanya Kakek Wardana, nadanya datar.

"Ketemu teman."

"Hm. Jangan pulang malam-malam, atau pintu akan terkunci."

"Iya, Kek." Ia menyalami mereka, lalu melangkah keluar dengan hati lega, malam ini suasana rumah tampak lebih ramah dari biasanya.

*Basecamp*

"Pelan-pelan, Ra!" ringis Jevano saat Mahiera mengolesi lukanya dengan alkohol.

"Berapa kali aku bilang, jangan dekat-dekat Valora lagi? Aku ini mantanmu, iya. Tapi aku juga sahabatmu, Jev. Aku bilang begini bukan karena mau merebutmu, tapi karena aku peduli," oceh Mahiera tanpa henti.

"Tentu saja aku ikhlas mengobatimu," jawab Mahiera cepat, ketika Jevano menatapnya tajam.

"Kalau begitu… diamlah. Kepalaku pusing." Jevano berdiri, melangkah menuju kamarnya.

Ia percaya pada kata-kata Vion. Meski Vion adalah sahabat musuhnya, Jevano tahu lelaki itu menyukai Valora dan pernah mengungkapkan perasaannya, namun ditolak halus. Vion tak marah, malah memilih menjaga Valora dari jauh.

Ketika Valora tiba, ia langsung mencari Leo. "Leo! Tunggu!"

"Lora? Ngapain di sini?" Nada Leo terdengar tegang.

"Mana Jevan?"

"Dia… udah pulang."

Sebelum ia sempat menanyai lebih jauh, Zeno muncul. "Ada di dalam kok."

Ooo.. Oke makasih ya" Valora tersenyum sebelum meninggalkan ke dua teman Jevano

"Apa kau tidak tau kalau di dalam ada Mahiera?" Leo geram dengan tengannya yang satu ini, ia menatap nyalang teman begonya ini

"Aduhh" Zeno menepuk jidatnya karna kebodohannya ini bisa menyebabkan perang Dunia ke 10

Ucapan itu membuat Valora langsung masuk, tanpa sadar menuju ruangan tempat Mahiera berada.

"Aku tahu kau di sini" suara Valora terdengar tenang namun menusuk.

Mahiera mengangkat kepala, tatapannya penuh kebencian. "Untuk apa kau datang?"

"Tentu saja, menjenguk kekasihku."

Senyum Valora hanya membuat Mahiera semakin panas. Hingga akhirnya ia mendorong Valora. Tubuh Valora jatuh keras ke lantai.

"VALORA!!" teriak Jevano dari lantai atas, berlari menghampiri dan langsung menggendongnya.

Tatapan Jevano pada Mahiera bagai pisau. "Sudah berapa kali kubilang—JANGAN SENTUH MILIKKU!"

Air mata Mahiera mengalir. "Tapi… karena dia, kau terluka! Dan siapa yang selalu di sisimu? AKU!"

"Aku tak pernah memintamu."

Mahiera terduduk, menangis. Di dalam hatinya ia tahu, ia hanya selingkuhan, dan Jevano tak pernah benar-benar memilihnya.

Di kamar, Jevano menurunkan Valora perlahan. Ia mengoleskan minyak kayu putih ke kaki yang terkilir, lalu menyarankan untuk memijat perut Valora yang kram.

Awalnya Valora menolak, namun akhirnya mengizinkan. Jemari Jevano bergerak hati-hati, nyaris ragu, hingga ia merasakan sesuatu di perut gadis itu.

"Sayang… kau lapar?" tanyanya, mencoba mengusir pikiran buruk.

Obrolan mereka mengalir pelan, hingga Valora melempar pertanyaan aneh.

"Emm.. Jevan"

"Ada apa sayang, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"

"Apa kau benar-benar mencintaiku?"

"Tentu!! Kenapa bertanya seperti itu"

"Lalu Mahiera?"

"Jangan bicara tentang orang lain ketika kita sedang berdua" tatapan Jevano berubah dingin saat mendengar nama Mahiera

"Aku punya sebuah perumpamaan"

"Apa itu"

"Ini hanya perumpamaan saja ya, jangan di anggap serius. Kau punya seorang pacar yang anak rumahan dia baik dan pintar dan sangat pandai memasak tapi ada yg dia sembunyikan"

"Apa itu?"

"Dia menyembunyikan kehamilannya. Tapi dia tidak bersalah, dia hanyalah korban pelecehan"

"..."

"Pertanyaanku, apakah kau masih mau menerimanya?"

Jawaban Jevano singkat dan tegas: "Tidak."

"Tapi dia tidak bersalah, dia hanyalah korban"

"Itu bukan anakku jadi aku gak mau menerimanya"

"Tapi dia sangat mencintaimu"

"Tetap saja tidak!" jevano menatap Valora insten "Memangnya kisah siapa yang kau ceritakan ini sayang, kenapa kisahnya begitu tragis"

"Hanya karanganku saja."

Valora tersenyum tipis, namun hatinya terasa mencengkeram. Kata 'tidak' dari Jevano menggema di kepalanya, memukul sebuah titik rapuh yang selama ini ia sembunyikan.

Gavriel benar… pikirnya. Tak ada lelaki yang mau menerima beban yang bukan miliknya.

"Sayang," suara Jevano memanggil, namun Valora hanya menatap kosong ke arah pintu. Ia takut menatap mata Jevano, takut rahasia yang ia pendam sejak malam itu akan meledak begitu saja.

Ketukan di pintu memecah keheningan. Satu… dua… tiga kali, perlahan tapi berat.

Jeavano bangkit hendak membukanya, namun Valora tiba-tiba memegang tangannya kuat-kuat.

"Jangan."

"Kenapa?" kening Jevano berkerut.

Valora menelan ludah, jantungnya berdentum tak karuan. Dari luar, terdengar suara serak yang terlalu dikenalnya.

"Valora… aku tahu kau di dalam."

Suara Gavriel.

🦋To be continued...

1
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!