Zara adalah gambaran istri idaman. Ia menghadapi keseharian dengan sikap tenang, mengurus rumah, dan menunggu kepulangan suaminya, Erick, yang dikenal sibuk dan sangat jarang berada di rumah.
Orang-orang di sekitar Zara kasihan dan menghujat Erick sebagai suami buruk yang tidak berperasaan karena perlakuannya terhadap Zara. Mereka heran mengapa Zara tidak pernah marah atau menuntut perhatian, seakan-akan ia menikmati ketidakpedulian suaminya.
Bahkan, Zara hanya tersenyum menanggapi gosip jika suaminya selingkuh. Ia tetap baik, tenang, dan tidak terusik. Karena dibalik itu, sesungguhnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta HP
Emily tiba di rumah. Di benaknya ia sudah menyusun strategi untuk membuat Erick merasa bersalah serta menginterogasi Erick yang tengah pergi karena tidak ada di rumah. Namun sambutan Erick yang sudah lebih dulu berada di rumah dengan senyum tenang seperti biasanya, seketika meruntuhkan seluruh skenarionya.
"Sudah pulang?" dengusnya, rasa sebal menjalar karena kesempatan untuk menyidak telah hilang. Mulutnya sudah gatal untuk melontarkan pertanyaan investigatif, dan tanpa basa-basi ia pun menembakkannya, "Dari mana?"
"Dari kamar," jawab Erick enteng.
Emily tak mau menyerah. Ia langsung menusuk ke inti persoalan. "Bukan itu! Maksudku, dari mana kamu saat aku pergi? kamu juga pergi, kan?"
Erick hanya tersenyum. Senyum itu sontak membuat Emily jengkel. Ia tidak mau Erick merasa ge'er atau menganggap pertanyaan itu sebagai bentuk perhatian.
"Aku dari rumah seseorang. Apakah kamu juga mau bertanya seseorang itu siapa? Kalau iya, terima kasih sudah menunjukkan perhatian padaku hingga bersedia mendengarkan ceritaku hari ini."
Pernyataan itu telak. Kata-kata Erick sukses membuat Emily berhenti melontarkan pertanyaan lebih lanjut. Itu yang dimau Erick, Emily tidak banyak bertanya.
Emily masih merasa dongkol. Erick saat ini selangkah lebih maju. Emily lantas mencoba taktik lain, yaitu menagih perhatian atau mencari celah yang biasanya dilakukan Erick. Biasanya, Erick akan cekatan membukakan mantel atau membantu membawakan barang-barang bawaannya. Kali ini, bahkan sebelum Emily sempat meminta, Erick sudah sigap menyodorkan tangannya untuk mengambil tas. Semua jebakan kecil yang dilemparkan Emily berhasil ditangkis dengan sempurna.
Emily hanya bisa bergumam dalam hati, Mengapa Erick sekarang jadi jauh lebih pintar menghadapiku? Apa dia sedang mencoba membangkang?
Tidak berhenti di situ, Erick bahkan menyodorkan sebotol vitamin, serta rebusan sayuran dan buah-buahan segar. Tindakan ini justru membuat Emily merasa tersinggung. Di benaknya, Erick seakan menuduh Emily memiliki masalah dengan kesuburannya.
"Apa-apaan ini? Kau pikir aku sakit? Atau kau pikir aku tidak bisa hamil, makanya aku harus minum vitamin dan segala makanan ini?! Tidak perlu bersikap seolah kau dokter kandungan pribadiku, Erick! Aku baik-baik saja. Justru kau yang bermasalah." Emily langsung menjurus ke arah sana. Ia berusaha menyangkal kenyataan kalau dirinya lah yang perlu diperiksa.
Dan di tengah kobaran amarah Emily, Erick hanya menanggapi dengan sangat tenang.
"Terserah kamu mau makan dan minum ini atau tidak, Em. Yang penting, jangan lupa makan."
Setelah mengatakan itu, Emily terdiam. Ia memilih mengakhiri interaksi dan pergi meninggalkan Erick, menuju ke kamarnya.
...***...
Di dalam kamar, Emily menunggu. Ia menunggu Erick menyusul masuk seperti yang selalu terjadi. Namun menit berganti, Erick tidak kunjung muncul. Ketidakhadiran yang tidak biasa ini membuat kesabaran Emily habis. Ia meraih ponsel.
Dengan nada sinis, dingin, dan tanpa basa-basi menanyakan kabar atau posisi Erick, Emily langsung melancarkan perintah. "Masuk ke kamar kita. Lima detik. Telat, kamu akan aku hukum."
Satu menit kemudian, barulah Erick membuka pintu. Kesempatan emas ini tidak disia-siakan Emily. "Satu menit. Kamu melanggar. Sekarang terima hukumanmu."
Hukumannya adalah melayaninya di ranjang. Erick diminta untuk tampil perkasa dan tidak melehoy.
Mampus gue. Mana sekarang cuma nyium aroma parfumnya aja bikin enek. Apalagi harus... gue harus cari cara menghindar. Batin Erick.
"Kali ini tidak ada bayaran uang yang akan terbang ke wajahmu, aku anggap gratis," ucap Emily sinis, bahkan memanggil Erick dengan sebutan kasar, seakan ia adalah laki-laki malam yang hanya bertugas memuaskan hasrat.
Erick sebenarnya sudah terbiasa diperlakukan seperti itu. Tetapi kali ini, ia tidak bisa mengiyakan permintaan itu seperti biasanya. Sejujurnya, saat diajak oleh Emily, Erick membutuhkan upaya ekstra untuk membangunkan Joni-nya. Dan sekarang ia sedang mengalami kehamilan simpatik suatu kondisi di mana ia ikut merasakan gejala kehamilan istri keduanya. Bahkan mencium aroma parfum Emily saja sudah membuatnya ingin muntah.
Jadi,
Erick harus menolak, tetapi penolakannya tidak boleh sampai membuat wanita di hadapannya murka. Akhirnya ia mencari cara. Ia mulai batuk-batuk secara berlebihan, agar terlihat sakit nan menjijikkan.
Benar saja. Taktik itu berhasil membuat Emily seketika merasa jijik. Ia menyuruh Erick keluar karena takut ketularan.
Tepat sebelum Erick benar-benar melangkah keluar, Emily teringat akan celetukan temannya bahwa ia harus memeriksa kesuburannya, karena hubungannya dengan Darren pun tak kunjung membuahkan kehamilan. Normalnya, mereka harus melakukan pemeriksaan bersama. Tapi Emily menyuruh Erick untuk periksa dirinya sendiri, lalu bawa laporan hasil tes nya kepada Emily.
"Soal aku yang belum kunjung hamil, nanti kamu saja yang cek kesuburan. Bawa hasil laporan pemeriksaannya padaku. Jangan-jangan kamu yang tidak subur."
"Tidak masalah. Aku akan cek. Tapi sebaiknya kamu juga ikut diperiksa."
Emily menolak mentah-mentah. Dengan gaya congkak, ia bersikukuh bahwa kesuburannya pasti sehat dan tidak bermasalah sama sekali. Akhirnya Erick pun mengiyakan tanpa ada perdebatan lagi.
Erick melangkah pergi keluar dari kamar. Pikirannya langsung tertuju pada satu hal, yaitu menghubungi Zara. Ia memanfaatkan waktu terpisahnya dengan Emily ini, yang terasa seperti sebuah kesempatan untuk menyampaikan sesuatu yang mendesak. Ada sesuatu yang sangat penting, yang ia yakini hanya bisa diselesaikan oleh Zara.
Ia mengayunkan langkahnya ke tempat yang dirasanya cukup jauh dan sepi untuk melakukan panggilan telepon pribadi. Baru saja lima langkah, tahu-tahu pintu kamar yang baru saja ia tutup kembali terbuka.
"Erick,"
Erick menoleh. Emily berdiri di ambang pintu dengan menyilangkan tangan.
"Ada apa, Em?"
Emily seketika bergerak menadahkan tangan, seperti meminta sesuatu.
"HP-mu. Sini, berikan padaku."
Erick tertegun. Dalam kebersamaan mereka yang sudah terjalin cukup lama, ini adalah kali pertama Emily meminta ponselnya. Tidak pernah sekalipun Emily mengusik hp Erick, seperti hal itu tidak penting baginya. Tapi sekarang lain cerita.
"Cepat, Erick! Kau budek?" desak Emily tidak sabar.
Erick menarik napas panjang, lalu...
.
.
Bersambung.
Yaaa tapi kan hukum di negeri enih bisa dibeli 😌
jelas bikin perut keram
aku gak punya madu aja sering keram, gara dongkol hati ini 😁😁😁
jadi curhat nih