Gadis berusia dua puluh tahun harus merelakan impian pernikahannya dengan sang kekasih demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Ia di jodohkan dengan bujang lapuk berusia empat puluh tahun yang hidup dalam kemiskinan.
Namun siapa sangka, setelah enam bulan pernikahan Zahira mengetahui identitas asli sang suami yang ternyata seorang milyarder.
Banyak yang menghujatnya karena menganggapnya tidak pantas bersanding dengan sang suami hingga membuatnya tertekan. Akan kah Zahira tetap mempertahankan pernikahan ini atau ia memilih untuk meninggalkan sang suami?
Dukung kisahnya di sini!
Terima kasih buat kalian yang mau suport author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GARA GARA PEBINOR
Setelah menaiki komedi putar, Aarav mengajak Hira makan malam.
" Seru ya mas tadi." Ucap Hira sambil berjalan mencari tempat untuk makan.
" Iya." Sahut Aarav. Sejujurnya ia merasa malu karena harus berbaur dengan anak anak balita ketika menaiki komedi putar tadi. Banyak mata ibu ibu muda yang menatap kagum padanya membuat Aarav merasa risih. Ingin sekali ia langsung meninggalkan tempat itu tapi ia harus menjaga perasaan Hira. Tidak akan ada yang menyangka, pria berwibawa sepertinya harus menurunkan egonya demi sang istri tercinta.
" Eh mas, aku mau coba permainan lempar bola. Aku pengin boneka itu." Nampaknya Hira menjadi dirinya sendiri saat ini, ia bisa mengekspresikan sikapnya tanpa rasa sungkan kepada Aarav. Ia menunjuk boneka beruang besar yang di jadikan sebagai hadiah utama.
" Baiklah, ayo kita ke sana!" Sahut Aarav.
Keduanya menuju permainan lempar bola tersebut.
" Ayah Aning mau boneka itu."
Hira menoleh ke belakang dimana seseorang yang tidak ingin ia temui, justru berdiri di sana bersama dengan anak perempuan dan ibunya. Hira memutar bola matanya malas.
" Hira, kamu di sini?" Rama mendekati Hira.
" Kenapa? Ini tempat umum jadi siapa saja boleh berada di sini kan." Sahut Hira.
" Ah aku tahu, kamu pasti mau naik komedi putar. Seperti ketika kita mengunjungi pasar malam selama ini. Apa kamu sudah naik? Kalau belum aku mau menemanimu."
Deg...
Ucapan Rama membuat hati Aarav mencelos. Rupanya Hira naik komedi putar karena sedang bernostalgia dengan masa lalunya bersama Rama bukan karena ia takut dengan wahana yang lainnya. Hatinya terbakar cemburu sampai ia mengepalkan erat tangannya menahan sesak di dadanya.
" Aku sudah tidak tertarik lagi dengan masa lalu kita mas." Ucap Hira.
" Ayah ayo ambilkan boneka itu untuk Aning." Ucap Aning menarik narik lengan Rama.
" Gimana kalau kita berlomba dengan tante Hira? Sepertinya tante Hira juga tertarik ingin mendapatkan boneka itu." Ujar Rama.
" Boleh, ayo tante!" Ucap Aning menatap Hira.
" Ah tante nggak jadi, tante... "
" Apa tante takut sama ayah Aning?" Tanya Aning. " Ayah Aning baik tante. Aning merasa senang malam ini karena ayah mengajak Aning ke sini untuk yang pertama kalinya."
Hati Hira trenyuh mendengar ucapan Aning. Tiba tiba rasa bersalah menyusup ke dalam hatinya. Karena ketidaktahuannya membuat Rama mengabaikan putri kecilnya. Hira tidak marah karena di bohongi, ia hanya kecewa sesaat kepada Rama. Karena ia menyadari, rasa sakit yang di rasakan oleh Ayu selama ini jauh lebih besar di bandingkan rasa kecewanya.
" Kamu senang bisa jalan jalan sama ayah kamu?" Tanya Hira mengelus pipi Aning.
" Senang banget tante." Jawab Aning dengan gerakan tangannya.
" Kalau begitu tante akan buat ayah kamu menemanimu kamu setiap harinya." Ujar Hira.
" Apa benar bisa begitu tante?" Tanya Aning.
" Tentu saja." Sahut Hira melirik Rama.
" Kalau begitu, ayo kita main bareng tante. Kita harus rayakan hari persahabatan kita." Ucap Aning.
" Ayo!!!" Sahut Hira.
Hira, Rama dan Aning mendekat ke arena permainan lempar bola. Mereka membayar beberapa lemparan demi bisa mendapatkan boneka yang menjadi rebutan itu. Penjaga itu memberitahu aturan mainnya. Hira harus bisa merobohkan sususan gelas plastik sampai roboh semua baru ia bisa mendapatkan bonekanya
" Ayo tante lempar bolanya!" Ucap Aning.
" Siap." Hira melempar bola kecilnya, namun sepertinya Hira kurang tenaga. Jadi bola itu tidak sampai menyentuh gelas plastik tersebut. Setelah Hira maka gantian Rama yang melemparnya, begitu seterusnya. Mereka bertiga asyik bermain tanpa menghiraukan dua orang yang sedang berdiri menatapnya.
" Mereka seperti keluarga yang harmonis ya om." Ucap Ayu menatap mereka bertiga.
Tentu saja ucapan Ayu membuat hati Aarav kepanasan karena terbakar api cemburu.
" Harmonis apanya? Hira istriku, seharusnya kamu yang menggantikan Hira. Itu baru bisa di katakan keluarga harmonis." Sahut Aarav.
" Seandainya bisa, pasti sudah lama aku melakukannya om." Ucap Ayu.
" Kenapa? Apa kamu tidak bisa meluluhkan hati Rama?" Tanya Aarav.
" Om benar. Cinta Rama untuk Hira begitu besar sampai tidak ada celah untuk aku masuk ke dalamnya meskipun aku ibu dari putrinya." Sahut Ayu.
" Sekarang kamu mempunyai kesempatan itu. Bahkan kesempatan yang sangat besar, jadi gunakan kesempatan itu untuk merebut hati Rama." Ujar Aarav.
" Sepertinya kita satu nasib ya om. Sama sama mencintai namun tidak pernah di hargai." Ucap Ayu.
" Beda, meskipun Hira tidak mencintaiku tapi setidaknya dia menjadi milikku." Sahut Aarav menatap Hira yang kini sedang asyik bermain dengan Rama dan Aning.
" Aku ucapkan selamat, om satu langkah di depanku." Ucap Ayu.
" Terima kasih, kamu juga harus berusaha lebih keras lagi." Ujar Aarav.
" Sepertinya akan sangat sulit om karena kemarin Rama bilang, kalau sampai kapan pun dia tidak akan mau menikahiku karena dia hanya mencintai Hira. Bahkan dia bertekad untuk mengejar cinta Hira lagi."
" Apa????" Pekik Aarav tidak percaya.
" Iya. Selama Hira masih berada di sekitarnya, Rama tidak akan pernah melepasnya. Kecuali kalau Hira tidak di sini." Ucap Ayu tersenyum smirk sambil melirik Aarav.
" Maksudmu tidak di sini?" Tanya Aarav.
" Ya pindah kemana gitu." Sahut Ayu.
Aarav nampak sedang berpikir. " Dia benar, sepertinya aku harus segera membawa Hira pindah dari sini. Aku tidak mau pebinor itu mengganggu istriku. Ya, aku harus segera membawa Hira ke kota." Ujar Aarav dalam hati.
" Tapi Hira mau pindah kemana? Orang dia rumahnya di sini. Sedangkan om, rumahnya juga di sini." Imbuh Ayu mencoba memprovokasi Aarav. Ia dapat informasi kalau Aarav punya kontrakan di kota J. Ayu berharap, Aarav mau membawa Hira ke sana. Bukan egois, tapi bukan kah ini untuk kebaikan bersama? Hira sudah menikah, sudah sewajarnya kalau ia mengikuti kemanapun suaminya pergi. Dengan begitu, siapa tahu Rama mau menerima dan mau menikahinya. Aning semakin besar, dia semakin membutuhkan sosok ayah. Apalagi tahun depan Aning mau masuk sekolah dini, otomatis teman temannya pasti akan menanyakan kemana ayah Aning berada. Pikir Ayu.
" Horeeeee ayah dapat bonekanya." Teriakan Aning mengalihkan perhatian mereka.
" Ayah hebat. Berikan boneka itu kepada tante Hira yah." Ucap Aning.
Hira menatap Rama begitu pun sebaliknya.
" Tidak perlu Aning, boneka itu ayah Aning yang dapat. Jadi buat Aning saja." Tolak Hira menatap Aning.
" Tidak tante. Anggap saja sebagai hadiah persahabatan kita." Ujar Aning.
" Ya sudah kalau Aning maunya seperti itu. Boneka ini ayah kasih ke tante Hira." Ucap Rama. Ia memberikan boneka tersebut pada Hira. " Ini untukmu Hira. Anggap saja sebagai hadiah pernikahanmu. Jika suatu saat nanti kamu merindukan aku, kamu bisa peluk boneka ini." Bisik Rama di telinga Hira.
Hal ini membuat Aarav naik pitam. Kecemburuan berhasil menaikkan amarahnya sampai ke ubun ubun. Dengan langkah lebar ia menghampiri Hira.
" Ayo pulang!" Aarav menarik tangan Hira.
" Ini untukmu Hira." Ucap Rama menyodorkan boneka itu pada Hira.
Aarav menepisnya, " Hira tidak butuh barang murahan seperti itu. Aku bisa membelikannya beserta tokonya." Ucap Aarav.
" Ayo pulang." Aarav menarik Hira meninggalkan Rama dan yang lainnya.
" Om tanganku sakit." Aarav tidak menghiraukan rintihan Hira karena masih emosi. Ia terus menarik Hira menuju tempat dimana ia memarkirkan motor tadi. Banyak orang yang melihat mereka saat ini. Jujur, Hira merasa malu harus menjadi pusat perhatian semua orang.
" Lepas om!" Ucap Hira setengah berteriak. Lagi lagi Aarav tidak peduli, seolah ia tidak mendengarnya sampai Hira menyentak kasar tangganya hingga terlepas dari genggaman Aarav.
Aarav berhenti, ia berbalik badan menatap Hira yang sedang mengelus elus pergelangan tangannya.
" Kenapa? Apa kamu.. "
" Aku mau pulang sendiri." Ketus Hira meninggalkan Aarav. Setelah kepergian Hira, Aarav baru menyadari kesalahannya.
" Ya Tuhan apa yang telah aku lakukan pada Hira? Gara gara pebinor itu aku menyakiti istriku sendiri. Aku harus minta maaf padanya sekarang juga."
TBC....