 
                            Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.
Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Kedelapan
Satu bulan berlalu, Reno berdiri di depan cermin sembari menyisir rambutnya. Ia juga sudah berpakaian rapi dan wangi.
"Mas, mau ke mana?" tanya Sekar yang masuk ke kamar, ia baru saja selesai mencuci pakaian.
"Aku mau reuni dengan teman sekolah," jawab Reno tanpa menoleh.
"Jangan kemana-mana, Mas!" Sekar melarang suaminya bepergian dengan suara pelan.
"Kenapa kamu menjadi mengatur aku?" Reno membalikkan badannya.
"Mas, Arya lagi sakit. Tubuhnya masih panas," kata Sekar.
"Kamu beri dia obat, selesai 'kan!" Reno berucap dengan entengnya.
"Mas, aku sudah memberikannya obat. Tapi, demamnya juga belum turun," ujar Sekar.
"Nanti sore juga sudah membaik, kamu enggak perlu cemas!" kata Reno.
"Aku minta uang!" pinta Sekar.
"Buat apa?" tanya Reno.
"Buat bawa Arya berobat," jawab Sekar.
"Aku enggak punya uang. Beli obat warung saja lagi!" kata Reno memberikan usulan.
"Mas....!"
"Aku pergi dulu, temanku sudah menunggu!" Reno bergegas meninggalkan kamarnya.
Sekar hanya menghela napas pasrah melihat kepergian suaminya. Ia tak mengerti lagi dengan sikap suaminya yang jauh berubah ketika tinggal bersama ibu mertua dan iparnya.
Sekar menghampiri putranya yang masih tertidur, suhu tubuhnya masih terasa panas meskipun tak terlalu tinggi.
Sekar kembali melanjutkan pekerjaannya karena sudah melihat kondisi kesehatan putranya.
Dua jam berlalu, Sekar kembali ke kamar. Ia mendekati putranya untuk mengajaknya makan siang. Saat Sekar membangunkannya, tangan Sekar menyentuh keningnya Arya yang sangat panas.
"Arya... badanmu panas sekali!" Sekar begitu panik.
Mengangkat tubuh Arya dari tempat tidur dan menggendongnya, ia berlari ke luar rumah mencari bantuan.
Tujuan pertama adalah rumah Bu Doni yang merupakan tetangga dekat dengan wajah ketakutan dan panik ia mendatanginya. "Bu Doni, tolong Arya!!" teriaknya.
Kebetulan ada beberapa ibu-ibu sedang berada di teras rumahnya Bu Doni, mereka dengan cepat menoleh ketika mendengar Sekar berteriak dan berlari mendekat.
"Ada apa, Sekar?" tanya Bu Lilis yang juga terkejut mendengar suaranya Sekar.
"Arya sakit, Bu. Badannya panas sekali, aku takut terjadi sesuatu padanya!" jawab Sekar gemetaran dan air mata menetes.
"Di mana suamimu?" tanya Bu Doni.
"Mas Reno lagi ke luar, Bu. Tak ada satu orang pun di rumah kecuali kami!" jawab Sekar menjelaskan.
"Cepat bawa ke klinik!" kata Windi menyarankan.
"Aku enggak punya uang!" Sekar yang bingung cuma bisa menangis.
Ibu-ibu saling melemparkan pandangannya mendengar ucapan Sekar yang tak memiliki uang.
"Bawa saja dulu ke klinik, urusan pembayaran nanti bisa minta dengan suamimu!" kata Windi lagi agar Sekar tak perlu khawatir.
"Mas Reno enggak mau memberikan uang berobat!" ucap Sekar memberitahu tetangganya.
"Suamimu itu bagaimana, sih?" Bu Lilis berdecak kesal.
"Bawa saja dulu, urusan itu nanti kita pikirkan!" kata Windi lagi.
"Iya, Sekar. Bawa saja dulu, ini ada sedikit buat pegangan!" Bu Doni menyelipkan uang 20 ribu di tangan menantu tetangganya.
Sekar mengangguk mengiyakan.
"Ayo aku antar!" ajak Windi. "Aku ambil dulu motorku di rumah!" wanita itu berlari ke arah rumahnya.
Windi belum kembali, Ryan kebetulan melintas. Salah satu ibu-ibu yang tadi ikut nongkrong di rumah Bu Doni menghentikan laju kendaraan pria itu.
"Ada apa, Bu?" tanya Ryan.
"Bantu dulu dia!" jawab ibu-ibu paruh baya itu menunjuk ke arah Sekar.
Ryan pun menoleh ke arah Sekar yang sedang menggendong anaknya.
"Pergi dengan Ryan saja!" Bu Lilis mengarahkan pandangannya kepada Ryan yang belum mengetahui apa yang sedang terjadi.
"Iya!" sahut Bu Dion.
Bu Lilis mendekati Ryan, "Tolong bawa anaknya Sekar ke klinik!"
"Ayo!" kata Ryan dengan cepat.
"Sudah sana cepat bawa anakmu berobat!" Bu Doni mendesak Sekar agar segera beranjak.
"Cepat, Sekar!" panggil ibu-ibu yang pertama menghentikan laju kendaraannya Ryan.
Dengan berlari kecil, Sekar naik ke atas motor dan duduk di belakang. Ryan gegas menyalakan mesin motornya dan melesat ke klinik.
Selang 15 detik kemudian, Windi datang mengendarai sepeda motornya.
"Sudah berangkat!" kata Bu Lilis.
"Dengan siapa?" tanya Windi.
"Ryan. Keponakannya Pak Karman," jawab Bu Lilis.
"Alhamdulillah!" Windi tampak lega karena Sekar sudah berangkat ke klinik.
"Reno memang keterlaluan, ya, sudah tahu anaknya sakit malah pergi," kata Bu Lilis kesal.
"Mungkin anaknya sakit sebelum Reno pergi," ucap Bu Doni tak mau berprasangka buruk.
"Anaknya sudah sakit dari kemarin malam, tadi pagi-pagi Sekar beli obat di apotek," kata Bu Lilis. Karena dirinya sempat berpapasan dengan Sekar saat ke apotek dan mereka juga menyempatkan mengobrol sejenak.
Ibu-ibu itu pun mengangguk paham mendengar penjelasan Bu Lilis.
"Hmm, ngomong-ngomong memangnya Bu Lastri ke mana, ya? Dua hari ini enggak kelihatan?" tanya Bu Doni.
"Ke rumah saudaranya di luar kota," jawab Bu Lilis lagi. Dia mengetahuinya juga dari Sekar.
-
Di klinik, Arya direbahkan di brankar. Dokter dan 2 orang perawat sedang memeriksanya. Sekar dan Ryan berdiri tak jauh dari Arya. Sekar juga menjawab setiap pertanyaan dokter yang menanyakan gejala-gejala yang dialami Arya.
Bu Dokter tersenyum kepada Arya, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Cuma demam biasa, nanti minum obat, ya."
Arya mengangguk mengiyakan.
"Tunggu sebentar, ya, obatnya akan disiapkan!" kata Bu Dokter dengan senyuman kemudian meninggalkan ketiganya bersama 2 orang perawatnya.
"Ini cuma ada dua puluh ribu. Aku takut kalau uangnya enggak cukup buat membayar obatnya Arya!" ucap Sekar dengan hati-hati dan malu. Ia merasa sungkan meminjam uang kepada Ryan, apalagi pria itu sudah membantunya mengantarkan putranya berobat.
"Enggak usah dipikirkan, nanti aku bantu tambahkan!" kata Ryan tersenyum.
"Jika aku punya uang, aku janji akan mengganti uang kamu."
"Enggak perlu diganti, aku ikhlas." Lagi-lagi Ryan tersenyum, ia tak mau Sekar kepikiran.
Seorang perawat menghampiri keduanya lalu memberikan obat kepada Sekar dan juga menjelaskan jadwal meminumnya.
"Berapa biaya berobatnya?" tanya Ryan kepada si perawat setelah selesai berbicara dengan Sekar.
"Tiga puluh ribu, Pak. Silahkan bayar di bagian administrasi," jawab perawat sekaligus memberitahu Ryan tempat pembayaran.
Ryan kemudian berjalan mengikuti si perawat dan menyuruh Sekar untuk menunggu serta menjaga Arya.
Tak lama berselang, Ryan kembali dan membawa bukti pembayaran tagihan berobat lalu disodorkannya kepada Sekar.
"Ini dua puluh ribunya!" kata Sekar menyerahkan uang yang diberikan cuma-cuma oleh Bu Doni.
"Simpan saja buat kebutuhan kamu dan Arya!" Ryan menolak uangnya Sekar.
"Tapi..."
"Sudah kubilang, jangan dipikirkan!" kata Ryan dengan nada suara lembut.
"Terima kasih banyak!" Sekar sedikit menundukkan kepalanya karena sudah sangat terbantu.
"Ayo kita pulang!" Ryan mengangkat dan menggendong tubuh Arya.
"Biar aku saja yang menggendongnya!" Sekar tak mau merepotkan pria di depannya.
"Ayo!" Ryan tak mengacuhkan ucapan Sekar.
Ryan menggendong Arya sampai ke parkiran klinik. Ia lalu menyerahkan bocah itu kepada ibunya dan mereka pun pulang.
Motor Ryan berhenti di depan kediamannya Lastri. Sebelum Sekar masuk ke rumah, Ryan menanyakan keberadaan suaminya Sekar.
"Mas Reno sedang keluar bersama temannya," kata Sekar.
"Apa dia tahu kalau Arya lagi sakit?" tanya Ryan.
Sekar menggelengkan kepalanya, ia sengaja berbohong agar orang lain tak mau menyalahkan Reno apalagi Ryan adalah tetangga yang baru dikenalnya. Cukup tetangga lama yang paham mengenai sikap suaminya.
"Hmm, ya, sudah, aku pamit!" kata Ryan.
"Sekali lagi terima kasih!" ucap Sekar.
"Iya, sama-sama. Cepat sembuh, ya, Arya!" Ryan sejenak memegang tangan anaknya Sekar. Ia kemudian menyalakan mesin motornya dan berlalu.