"umurku 26 tahun, jika ingin melakukan seks knpa memang walau hanya main main, Tak semua seks itu dengan perasaan serius" sahut Jovanka ketus. Sean cukup tercekat mendengarnya, bahkan terdiam, hanya tangannya semakin erat mencengkram pinggang Jovanka tanda bahwa emosinya mulai terpancing. "Kau telat sekali ingin memulai di umur 26 tahun" ejek Sean, . "Tidak ada yang telat jika menyenangkan" ucap Jovanka seolah membalas ejekan sean. "Jadi kau senang melakukan nya dengan ku?" tanya Sean dengan wajah yang sangat menyebalkan Skak, jovanka tidak Bisa berkata-kata lagi, " Bukan begitu jugaa" sahut jovanka gugup mengalihkan pandangannya ke arah lain. **** "Astagaaaaaaa aku juga akan menjalani kontrak pernikahan" teriak Jovanka tak terima. "Jovanka, siapa tahu saat berjalannya waktu kalian bisa saling jatuh cinta" ucap Vivian ibunya dengan lembut. "Itu lebih tak mungkin lagi,! teriak jovanka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lian14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU SAHABAT
Jovanka berlari dari atas tangga sambil menenteng tas nya, " ma aku ke tempat Ira ya, makan siang aku juga gak pulang, mau makan sama Ira" jovanka mengulur tangan mencium tangan dan mencium kening Vivian.
"Emang Ira udah tau kamu pulang" tanya vivian
" Enggak sih, mau bikin surprise aja hehehe" jovanka menggaruk kepalanya yang tidak gatal
"Surprise surprise eh malah kak iranya gak ada di rumah sakit, kan malah zonk" sergah maira menyahut sambil memainkan ponselnyA,
" Nyaut aja bocil, kuliah sana biar cepat selesai"
" Kak aku udah 22 taon Loh yaaa, bocil bocil" sahut Maira tersungut sungut
"Iyaaa deeh si paling tuaaaaaa" jovanka tergelak sambil berlari keluar, membuat Maira tersenyum mendengarnya,saat ada jovanka, suasana rumah kembali ramai. Pun bagi Vivian, sudah lama tidak ada saling usil, saling ejek, saling manja antar anak anaknya
Di salah satu ruangan praktek di Rumah Sakit besar HANS MEDICAL CENTER ,
Seorang perempuan memakai sneli masih sibuk menatap monitor komputernya, sesekali mengetik keyboard nya dengan cepat.
Dia HUMAIRA MARHAN, dokter spesialis bedah TKV( toraks kardiovaskular) junior dibawah jovanka, jovanka menjadi seniornya karna lulus lebih dulu karna percepatan pendidikan mereka dekat sejak kecil, seperti biasa keluarga kalangan atas membuat anak-anaknya berteman akrab agar mudah dalam menjalani kerja sama atau bisnis di kemudian hari,
Dia anak kedua dari guru besar kedokteran Faisal Marhan. Ayahnya seorang guru besar dan pebisnis besar,sekaligus pemilik Rumah Sakit SWASTA terbesar di kota METRO "HANS MEDICAL CENTER" kakaknya Frans Faisal Marhan , teman baik Morgan sekaligus dokter pribadi keluarga wijaja
karena 20% saham rumah sakit di pegang oleh keluarga wijaja, Frans dengan mudah meminta investasi berapapun yang di inginkannya dan Morgan akan menyetujuinya
itulah gunanya anak anak kalangan kelas atas berteman akrab sejak kecil untuk membangun relasi dan memudahkan kerja sama di kalangan generasi berikutnya
Terdengar dering telpon yang terletak di mejanya, tangan ira bergerak meraih gagang telpon dan mendekatkan ke telinganya Hingga terdengar suara perawat di seberang sana
" dok ada satu pasien lagi, apa masih bisa? " Ira masih fokus dengan komputernya,
" bukankah tadi yang terakhir hari ini" tanya nya sesekali mengerutkan kening menatap layar komputer
" benar dok, tapi katanya ini urgent, " balas perawat yang merangkap asistennya.
Ira mengerutkan keningnya,
"baiklah suruh masuk" ucapnya meletakan kembali gagang telpon Di tempatnya
Terdengar bunyi ketukan pintu dari luar ruangan,Ira masih fokus dengan komputer di ruang praktek nya,
"Masuk" sahut Ira mengeraskan suaranya mempersilahkan pasien nya masuk,
Terdengar handle pintu di buka,
Matanya masih fokus ke arah komputer,
sambil berdiri Ira mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang terbuka.
" Selamat sii ,," kalimatnya menggantung, matanya memandang sosok yang selama ini selalu di rindukannya, orang yang selalu dicarinya empat tahun ini.
" Jovanka?" Ucapnya kagum tak bergerak menatap ke arah pintu. tidak percaya apa yang di lihatnya kali ini, benarkah jovanka sahabatku kembali? lirihnya.
" Selamat siang dokter, terimaksih masih mau menerima pasien terakhir ini " ucap jovanka tersenyum di ambang pintu,
" Jo, itu kau? Jovanka "tanya Ira tak percaya.
" Dokter, kenapa kau seperti melihat hantu" sungut jovanka tersneyum mengejek
" Jooooooo" teriak Ira berlari memeluk jovanka dengan erat. Isakan tangis mulai terdengar dalam pelukan jovanka,
" Dokterrr, kau membasahi baju ku, ini baju baru yang dibelikan mama ku" ucap jovanka mengusap punggung Ira dengan lembut,
Ira mundur dengan pelan, memandangi dari atas sampai kebawah sosok di hadapannya," Benar kau, aku tidak mimpikan, jojooo kuuuu" teriaknya kembali memeluk jovanka.
"Selama ini kau kemanaaa? Aku kehilangan mu, jahat sekaliii, kak Morgan tak pernah mau memberitahu kau dimana, aku mencari mu" kesalnya menarik tubuhnya mundur dari pelukan jovanka.
Ira mengusap kasar air mata di wajah nya yang membuat Jovanka tersenyum sambil ikut mengusap air mata Ira,
" jangan menangis seperti itu, makeup mu luntur" ejeknya
" Kau kemanaaa, jawab akuu,dasar jalang" Ira mulai mengumpat sambil memukul lengan jovanka dengan keras membuatnya tergelak mendengar umpatan itu sambil mengusap pelan lengannya yang terasa sakit.
" kecilkan suaramu, kau Ingin semua orang tahu betapa kotornya mulut mu" tajam Jovanka. Hingga Ira menutup mulutnya , dia tidak sadar sedang berada di rumah sakit saat ini.
" Masuk !"titah Ira menarik kasar tangan jovanka memasuki ruangannya dan mengunci pintunya.
"Duduk kau jalang sialan, duduk, aku sedang murka pada mu" geram Ira mendorong jovanka duduk di sofanya.
"Iyaa iyaaa, tapi kasih minum dulu kali, diluar tadi panas sekali " sungut jovanka mengipas ngipas lehernya.
"Sebentar ku buatkan teh" ucap ira belalu mendekati mini kitchen di ruangannya,
" Hanya teh? Apa tidak ada bir?" tanya nya membuat Ira menoleh sambil ternganga ke arahnya.
" jalang ini, apa kau belum tobat" rutuknya membuat Jovanka tertawa mendengarnya
" apa kau sudah tobat?" Tanya nya balik pada Ira yang masih sibuk membuat teh
" sudah, selama kau tidak ada, aku kehilangan separuh jiwaku, tidak ada orang gila yang bisa ku ajak ke club malam untuk sekedar minum bir dan berjoget ria "sungut Ira meliukan badan nya seperti berjoget, membuat Jovanka tergelak melihat tingkah sahabatnya itu
"dasar gilaaa" hardiknya pada ira yang mendekat meletakan segelas teh di depan jovanka,
" jadi kemana kau selama ini, kau sudah punya kekasih? Atau suami mungkin?kau berbisnis atau kau masih menjadi dokter? " Ucapnya membrondong jovanka dengan pertanyaan
"Satu satu kali nanya nya" sahut jovanka sambil meniup tehnya.
" Oke pertanyaan pertama, kau punya kekasih,atau sudah menikah mungkin?
" Belum menikah dan tidak punya kekasih"Sahut Jovanka.
" Kau masih menjadi dokter ?" tanya ira
" Masih lah," jovanka menyeruput teh nya,
" aaaahhh tidak berubah, teh buatan mu sangat enak, aku sangat merindukannya"
" Tidak usah perez, pertanyaan ketiga katakan kemana kau selama ini" Ira menjebikan bibirnya,
lalu berdiri mendekat duduk di samping jovanka, dia melingkarkan tangannya dan memeluk Jo dengan erat,
" Joo aku sangat merindukan mu, kenapa kau pergi hilang bagai di telan bumi, tahukah kau, aku menjalani hidup Dnegan hampa" lirihnya menyandarkan pipinya di bahu jovanka.
jovanka tersenyum,meletakan tehnya dan bergerak mendorong tubuh Ira,
" lebaaay, sana aku mau menikmati teh ku"
Sergahnya namun Ira tidak mendengarkannya, iya semakin erat memeluk jovanka,
" aku serius, sebentar biarkan aku memelukmu dulu, aku ingin menumpahkan semua kerinduan ku ini'
Mereka memang sangat dekat, sejak kecil, Ira adalah tempat jovanka berkeluh kesah, tentang perlakuan dari mama kandungnya, tentang Ivanka kembarannya.
Begitupun dengan Ira, jovanka adalah tempatnya mengadu, tempatnya menangis, dari tekanan ayahnya,
Ira yang tidak mau menjadi dokter, tapi orangtua dan kakaknya adalah seorang dokter terkenal, mau tidak mau dia harus mengikuti jejak ayahh dan kakaknya.
" Iraaa sana ah, aku mau minum, nanti teh ku dingin" kesal jovanka mendorong kepala Ira.
Ira melepas pelukannya dan bersandar ke sofa,
" Jadi kemana kau?"
Jo menyeruput teh nya kembali
" aaah enak bangeeettt" pujinya riang.
" Jooooo " Ira mulai kesal dengan tingkah sahabatnya itu.
Jovanka tergelak mendengarnya, dia memang suka membuat orang kesal
" di desa Mekarsari,desa kecil di perbatasan provinsi" sahutnya .
Ira mengerutkan keningnya
" kau tinggal di desa? Selama 4 tahun ini?,kak Morgan bilang kau di luar negri, kau tahu aku mencari mu sampai ke Amerika, Swiss, New York, dan kau di desa?" Kesal nya tak percaya
"Apa yang kau lakukan di sana?" Sambungnya.
" Bertani"sahut Jovanka singkat,
" Kau ingin ku pukul?"bentak Ira, Kekesalannya sudah mulai tidak bisa di bendung.
Jovanka kembali tergelak
" jadi dokter lah, ngapain lagi. "
" Kau jadi dokter di desa? Benarkah" kening Ira mengerut ,
Jovanka mengangguk cepat
" kenapa?"
" Kau lulusan termuda dan terbaik di angkatan mu, kau jadi dokter di desa? "
Jovanka memandang lama wajah temannya yang terheran heran itu
" apa salahnya? " Sahutnya bingung.
"Jooo bahkan 20% saham rumah sakit ini milik keluarga mu, bergabung disini saja, untuk apa jadi dokter di desa" Ira menyilangkan tangannya tanda tidak ada penolakan.
Jovanka tersenyum " tidak mau, aku hanya libur 1 Minggu , minggu depan aku kembali ke desa" sahutnya tersenyum
Mata Ira mulai melotot seperti hendak melompat keluar
" gak ada ya pergi pergi lagi, apa maksud mu datang dan pergi sesuka hati? Kau ingin memeprmainkan perasaan ku" tajamnya
Jovanka langsung tertawa mendengar nya
" kau seperti orang yang sedang mengomeli pacar aja" ejek jovanka.
" Benar, Hmmmm karna standar kekasih ku harus sebaik dirimu, aku akhirnya susah dapat pacar" Ira menunduk lesu.
"Menyedihkan " ejek jovanka lagi.
" Kau juga, sama, menyedihkan" balas Ira membuat jovanka kembali tergelak mendengarnya.
" Eh, apa kau sudah menemui Lucas ? Dia juga mencari mu kemana mana seperti orang gila" ucap Ira cemberut.
" Belum, mungkin nanti sore atau besok" sahut jovanka tersenyum mengingat Lucas.