Zakia Amrita. gadis cantik berusia 18 tahun, terpaksa harus menikah dengan anak pemilik pesantren Kais Al-mahri. karena perjodohan oleh orang tua Kais. sendiri, karena Pernikahan yang tidak di dasari Cinta itu, harus membuat Zakia menelan pahitnya pernikahan, saat suaminya Kais ternyata juga tidak memilik cinta untuk nya.
Apakah pernikahan karena perjodohan ini akan berlangsung lama, setelah Zakia tahu di hati suami nya, Kais memiliki wanita lain?
yuk baca Sampai Happy Ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Bermalam di Hotel.
Sepanjang perjalanan mereka berdua diam, Gus Kais diam tidak bertanya apa-pun pada Zakia, sementara Zakia juga nampak diam membisu, merasakan detak jantungnya yang terus gugup tidak karuan, entah apa selanjutnya yang akan terjadi di depan sana, sampai-sampai Gus Kais mau mengiyakan kemauan Uminya.
"Apa Gus Kais diam-diam mulai menerima ku?" gumam Zakia dalam hati, nampaknya ia sudah begitu percaya diri berprasangka kalau Gus Kais sudah mulai menerimanya.
"Ngak! aku ngak boleh sesumbar dan senang dulu, siapa tahu di dalam hatinya ia sudah merencanakan sesuatu yang lebih buruk." Zakia berprasangka lagi, rasa-rasanya sejak menikah dengan Gus Kais ia lebih sering uji nyali, Karean sifat Gus Kais yang sangat sulit sekali di tebak karean berubah-ubah.
Zakia ingin terpejam sejenak namun Mobil berhenti tepat di depan pasar perbelanjaan, nampaknya Gus Kais turun seorang diri tampa mengajak Zakia turun, Gus Kais membeli oleh-oleh untuk teman Abahnya.
Hari semakin siang, matahari di langit terang benderang, Zakia menatap kearah kaca mobil, nampak pohon-pohon berjejer begitu rapih, Zakia tidak menghafal jalan karean memang ia baru pernah keluar sejauh ini.
Dua jam berlalu akhirnya mereka sampai di sebuah rumah minimalis, namun di depannya rumah itu nampak menghadap langsung ke Mushola umum.
"Alhamdulilah. kalian sudah sampai" sapa Umi Salimah yang kebetulan sudah menunggu mereka di teras depan.
Zakia dan Gus Kais langsung di minta masuk oleh Istri Ustadz Mubarak, mereka berdua langsung masuk beriringan.
Menyalami Ustadz Mubarak dan Istrinya, keduanya menyambut kedatangan Zakia dan Gus Kais ramah, bahkan Berkali-kali istri Ustadz Mubarak menatap Zakia kagum, bukan hanya parasnya yang cantik, tapi ia juga tahu kalau Gus Kais mungkin tidak begitu perduli dengan pesantren Abahnya.
Maka dari itu, meskipun Zakia sudah menikah, ia masih tetap belajar pada Umi dan Abah tentang ilmu-ilmu yang bermanfaat agar kelak mereka yang meneruskan menjadi pengurus pesantren Al-Munawar
Sore menjelang. Kiyai Syarif sekeluarga pamit untuk berliburan ke Parang Tritis, sebelum gelap menyusul, mereka segera pamit dari rumah Ustadz Mubarak.
"Terimakasih. Atas jamuannya Ustadz Mubarak, maafkan kami sudah merepotkan."
"Tidak apa-apa justru saya senang Kiyai Syarif sudah mau mampir kesini." Bu Ustadzah juga nampak senang bisa menjamu tamunya itu dengan baik.
"Yah-sudah kami pamit dulu yah Ustadz, Assalamualaikum." Mereka Semua langsung masuk kedalam Mobil setelah berpamitan.
Dari Semarang ke Yogyakarta memakan waktu 3-4 jam, itupun jika tidak macet dan menuju ke Pantai parang Tritis mereka juga kembali menempuh perjalanan Dua jam.
"Kita menginap saja nanti Di Hotel Dulu, sudah masuk waktu sore gini takutnya ngak ke kejar, kita liburan ke pantainya besoknya lagi saja." Ucap Abah sembari membenarkan posisi duduknya.
"Kita sewa satu kamar hotel saja yah Bah?" Gus Kais begitu terang-terangan menolak secara halus.
"Satu kamar bagimana ini maksudnya Umi?" Abah malah menatap Umi Salimah heran, jelas saja ucapan anaknya itu tidak masuk akal masa harus menyewa satu kamar sedangkan disini ada empat orang.
"Yah ngak bisa gitu dong Kai, kamu berdua sama Zakia, Abah sama Umi jadi kita sewa dua kamar, lagian kalau tidur rame-rame apa kamu ngak butuh privasi?" Umi terkekeh pelan melihat wajah Gus Kais yang nampak malu karean salah bicara.
"Iyah Kamu ini aneh-aneh saja! nanti kalau kamu mau peluk bojomu yah canggung karean ada Abah sama Umi." Abah menimpali.
Zakia hanya bisa terdiam, seolah aliran darahnya mengalir begitu deras, meskipun ia sama sekali belum pernah ke Hotel apa lagi masuk kedalam Hotel.
"Haduh... masa harus satu kasur! di Hotel mana ada Sofanya yang ada bangku makan, masa ia aku harus tidur disana." Gumam Gus Kais nampak gundah memikirkan nya.
Tidak terasa Mobil sudah sampai di Depan Hotel XX di Yogyakarta, Bu Nyai Salimah turun dari mobil di tuntun Zakia. "Ayo Umi hati-hati." Zakia memapah ibu mertuanya.
"Iya Nak' terimakasih." Bu Nyai Salimah langsung meraih tangan menantunya itu.
Gus Kais berjalan paling depan memasuki lobi yang lain membuntuti di belakang, saat sudah sampai di Staf resepsionis, dengan tangan gemetar ia menunjukan kartu identitas. "Permisi mas kami mau Cek-in empat orang, tapi kita cuma butuh dua kamar saja yah mas." Ujar Gus Kais
Resepsionis mengecek sejenak, kamar yang belum di isi, ternyata ada kamar yang berseberangan 105 dan 109 "Ini pak kuncinya, terimakasih atas kunjungan dan kepercayaan anda telah menginap di Hotel XX." Resepsionis menaruh tangan di dadanya tanda menyambut tamu dengan baik.
Mereka naik ke lantai Dua, disana Abah dan Umi masuk lebih dulu kedalam kamar mereka, karean hendak shalat isa.
Jantung Zakia berdebar tidak karuan, saat Gus Kais mulai membuka pintu kamar Hotel.
"Apakah malam pertama ini akan terjadi?" debaran jantungnya begitu tidak karuan, saat matanya menangkap seluruh sudut kamar itu tidak ada Sofa, hanya ada satu ranjang, satu lemari, dan kamar mandi. Serta di ujung sekat terdapat dapur yang hanya ada dua bangku beserta alat memasak lainnya.
Gus Kais tak kalah gugup saat memikirkan hal yang sama dengan Zakia. "Kita shalat dulu yah." kentara sekali kalau Gus Kais sedang menahan debaran jantungnya, bahkan saat hendak mengambil Air Wudhu malah nampak bingung melangkah kesana kemari.
"Iya Gus..." Zakia juga nampak bingung, saat Suami dinginya itu malam mondar-mandir
Selesai drama kegugupan mereka.
berdua langsung Shalat Isya berjamaah untuk yang pertama kalinya, biasanya jika di rumah Zakia selalu shalat lebih dulu, karean terkadang Gus Kais pulang telat.
Selesai Shalat Zakia langsung melipat sajadah dan mukenahnya entah mengapa udara di kamar juga tiba-tiba saja nampak gerah, membuat Zakia ingin melepaskan jilbabnya namun dia nampak engan.
Zakia naik keatas ranjang lebih dulu, sedangkan Gus Kais sengaja melipat sajadahnya di lama-lamakan "Perlu di bantu Gus?" Zakia menawarkan bantuan, ia hendak turun dari ranjang namun segera Gus Kais tahan.
"Tidur perlu Kia, tidak apa." Tangan nya nampak gemetar saat melipat sajadah dan menaruhnya di atas meja TV.
Zakia berbaring sembari menahan gejolak di hatinya. Zakia menarik selimut, matanya masih melihat jelas Gus Kais yang duduk di ujung kasur matanya memang sedang menonton TV tapi bahasa tubuhnya Zakia yakin kalau Gus Kais sedang berdebar-debar karean sedari tadi duduknya nampak tidak tenang.
"Kalau Gus ngak bisa tidur ngak papa saya yang pindah ke lantai bawah." Zakia nampak pasrah ia kasihan juga melihat Gus Kais, karean Gus Kais pasti lelah tidak berbaring istirahat sedari pagi.