Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.
Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.
Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Ekor Takdir
Salju masih menutupi Desa Qinghe. Langit pagi berwarna abu-abu, dan udara dingin menusuk tulang meski Liyun sudah mengenakan lapisan pakaian tebal. Ia duduk di kursi depan rumah, menatap ladang kecil yang tertutup salju tipis. Tangannya menggenggam secangkir teh hangat, tapi panasnya tak mampu menghilangkan kegelisahan yang menghantuinya sejak beberapa hari terakhir.
Semua yang terjadi di desa, mulai dari penyelamatan Lin Xiaomei oleh Wu Shengli hingga perubahan perilaku Chen Weiguo, menimbulkan efek domino yang tak ia duga. Setiap gerakan kecil di sekitar sungai, setiap senyum atau tatapan, bahkan kata-kata yang terucap tanpa sengaja, semua berpotensi mengubah nasibnya sendiri.
"Setiap tindakanku, setiap orang yang kuperhatikan… aku bisa merasakannya. Nasibku bisa di ubah," pikirnya.
Beberapa hari terakhir, Liyun mengamati dengan cermat interaksi penduduk desa. Wu Shengli semakin sering berada di dekatnya, Lin Xiaomei kini terlihat kagum pada pemuda desa yang sebelumnya hanyalah figuran, sementara Chen Weiguo tampak bingung dan sedikit frustasi karena perhatian Lin Xiaomei yang seharusnya menjadi pusat perhatian mulai tergeser kepada Wu Shengli.
Meskipun mereka belum memiliki ikatan resmi tapi dia dan Lin Xiaomei saling menyukai. Mereka sering berkencan tanpa orang lain tahu. Chen Weiguo merasa cemburu.
Liyun merasakan gelombang campur aduk: lega karena ia berhasil menghindari kematian yang tertulis dalam novel, tapi juga cemas karena perubahan ini bisa menimbulkan konsekuensi tak terduga. Ia mulai menyadari satu hal penting: nasib bukan hanya miliknya, tapi juga milik orang-orang di sekitarnya yang tindakannya dipengaruhi olehnya.
Ia menunduk, menatap secangkir teh yang beruap hangat. "Jika aku salah langkah… jika aku terlalu banyak campur tangan… apa yang akan terjadi padaku? Atau pada mereka?"
Di siang hari, kepala desa kembali mengatur pekerjaan kolektif. Saluran air di ladang harus diperiksa, batu-batu penghalang diperkuat, dan beberapa pohon yang patah harus ditebang. Liyun harus berhati-hati: ikut terlalu dekat berarti risiko terseret alur asli, tapi menghindar sepenuhnya akan menimbulkan kecurigaan.
Ia memutuskan untuk mengambil posisi di pinggir ladang, mengawasi tanpa terlihat terlalu menonjol. Wu Shengli muncul beberapa langkah di belakangnya, membawa kayu bakar untuk tungku desa. Ia menatap Liyun sekilas, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
Liyun menahan napas. Keheningan ini penuh ketegangan. Salju menutupi tanah, membuat setiap langkah licin dan sulit diprediksi. Setiap gerakan yang salah bisa menjadi bencana.
Sementara itu, Lin Xiaomei datang menghampiri Liyun, membawa beberapa batu kecil untuk memperbaiki jalan setapak. Matanya bersinar cerah, tak menyadari bahaya di sekitar sungai yang licin.
“Liyun, kau duduk saja di sini? Mari bantu aku!” serunya dengan suara lembut.
Liyun menatapnya sebentar, menimbang risiko. Jika ia ikut langsung, bisa terseret plot lama. Jika menolak, Xiaomei mungkin merasa diabaikan. Ia memilih menepuk tangan Xiaomei untuk memberi dorongan semangat, sambil berkata, “Hati-hati, Xiaomei. Batu-batu ini licin karena salju.”
Xiaomei mengangguk, tersenyum, dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Liyun menelan ludah, menyadari bahwa bahkan hal sekecil ini bisa mengubah jalannya cerita.
Wu Shengli tetap diam di dekatnya, sesekali menatap ke arah sungai. Keberadaan Shengli menenangkan Liyun, meskipun ia tahu pemuda itu kini mulai mengambil peran yang tidak tertulis dalam novel. Shengli tak banyak bicara, tapi tindakannya berbicara. Ia melindungi, mengamati mereka, dan menjaga agar tidak ada yang mencurigai aktivitas diam-diamnya.
Liyun merasa lega sekaligus khawatir. Shengli yang sebelumnya hanyalah figuran kini menjadi faktor penting dalam keberhasilannya mengubah takdir. Hubungan mereka mulai berkembang tanpa disadari, dan hal itu membuat Liyun mempertimbangkan setiap langkah dengan lebih cermat.
"Setiap tindakan kecil bisa menjadi titik balik. Aku harus berhati-hati, tapi juga harus pintar memanfaatkan ini," gumamnya dalam hati.
Chen Weiguo, yang seharusnya menjadi pusat perhatian Xiaomei, kini terlihat bingung. Wajahnya memerah saat melihat Shengli menolong Xiaomei, dan matanya sering melirik ke arah Liyun dengan rasa penasaran dan kekhawatiran.
Liyun menunduk, hati berdebar. Ia sadar bahwa keberadaannya, cara ia mengatur jarak dan mengamati, mulai memengaruhi persepsi Chen. Jika ia terlalu menonjol, Chen mungkin akan curiga, dan hal itu bisa menarik Xiaomei kembali ke alur lama.
Musim dingin semakin keras. Suhu menurun drastis, salju menumpuk, dan air di sungai mengalir deras tapi sebagian sudah mulai membeku di tepi. Liyun tahu, jika ia ingin bertahan hidup, ia harus menggunakan setiap keahlian yang ia miliki.
Ia mulai menanam sayuran kecil di halaman belakang, memanfaatkan abu dari tungku untuk menjaga tanah tetap hangat. Ia bereksperimen membuat roti kukus dan sabun sederhana dari sisa bahan, memastikan tidak menarik terlalu banyak perhatian, tapi cukup untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Wu Shengli diam-diam menolongnya, membawa beberapa kayu bakar dan bahan tambahan dari dapur kolektif. Kehadiran pemuda itu membuat Liyun merasa aman, meskipun ia tahu tindakan ini bisa mengubah plot romansa dan nasib Xiaomei.
Suatu malam, angin kencang meniup salju ke seluruh desa. Atap rumah gemeretak, dan suara ranting patah terdengar di kejauhan. Liyun duduk di kamar, memeluk lututnya, memikirkan apa yang akan terjadi esok hari.
Ia tahu, setiap interaksi dengan Shengli, Xiaomei, atau Chen Weiguo bisa menjadi titik balik.
"Jika aku salah langkah, musim dingin ini bisa menjadi akhir, bukan awal," pikirnya.
Namun di balik kegelisahan itu, ada tekad yang membara. Liyun sadar, ia kini bukan lagi karakter pendukung yang menunggu kematian tragis. Ia menjadi pengendali nasibnya sendiri. Setiap tindakan, setiap strategi, adalah upaya untuk bertahan hidup dan menulis ceritanya sendiri.
Malam itu, Liyun menatap langit gelap yang dipenuhi bintang, salju menutupi ladang, dan suara angin menambah kesan sunyi. Ia menutup mata, merasakan kehangatan dari secangkir teh hangat dan rasa lega karena berhasil menghindari sungai hari itu.
Ia tahu, musim dingin masih panjang, dan setiap hari adalah ujian. Tetapi kali ini, ia memiliki alat, strategi, dan sekutu yang bisa diandalkan. Wu Shengli bukan lagi figuran, melainkan sekutu diam-diam. Lin Xiaomei tetap polos, tapi kini jalannya bisa berbeda. Chen Weiguo mulai menyadari perubahan yang terjadi di sekitarnya.
“Musim dingin ini… aku tidak hanya bertahan hidup. Aku akan menulis jalanku sendiri. Aku akan mengubah nasibku, dan mungkin… nasib orang-orang di sekitarku,” gumam Liyun, wajahnya penuh tekad.
Lampu minyak berkelip di kamar sempitnya, menyoroti wajah Zhao Liyun yang penuh perhitungan, strategi, dan keberanian. Di luar, salju menutupi dunia dengan dingin, tapi di dalam hati Liyun, ada kehangatan yang lahir dari kesadaran bahwa ia merasa hidupnya akan lebih baik.