Pertempuran sengit di akhir musim kedua mengubah segalanya. Xander berhasil menundukkan Edward dan sekutunya, namun harga yang harus dibayar sangat mahal: darah, pengkhianatan, dan tumbangnya Evan Krest—sekutu terkuat yang selama ini menjadi sandaran kekuatannya.
Kini, di season ketiga, badai yang lebih besar mulai berhembus. Cincin takluk yang melilit jari para musuh lama hanyalah janji rapuh—di balik tunduk mereka, dendam masih menyala. Sementara itu, kekuatan asing dari luar negeri mulai bergerak, menjadikan Xander bukan hanya pewaris, tapi juga pion dalam permainan kekuasaan global yang berbahaya.
Mampukah Xander mempertahankan warisannya, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menjaga sisa-sisa kepercayaan sekutu yang tersisa? Ataukah ia justru akan tenggelam dalam lautan intrik yang tak berujung?
Pewaris Terhebat 3 menghadirkan drama yang lebih kelam, pertarungan yang lebih sengit, dan rahasia yang semakin mengejutkan.
SAKSIKAN TERUS HANYA DI PEWARIS TERHEBAT 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Dalton tampak kesal, tetapi ia tidak bisa melayangkan protes dan hanya bisa menggerutu. "Kakek selalu saja mengistimewakan Alexander. Pernikahan Alexander dan Lizzy seharusnya tidak sah karena tidak diketahui oleh anggota keluarga yang lain."
Dalton menatap Alexis. "Anak itu tampaknya sebaya dengan Darryl. Itu berarti Alexander menikah dengan Lizzy sebelum pengkhianat itu menikah dengan Evelyn. Anak itu juga terlihat mirip dengan Alexander. Dugaanku dan Jasper memang benar. Alexander sudah menikah dan racun yang dimasukkan pada Alexander tempo hari gagal membuatnya mandul."
Dalton mengamati Lizzy lekat-lekat. Ia seketika terkejut ketika mengingat sesuatu. Lembaran masa lalunya terus terbuka hingga akhirnya berhenti di sebuah peristiwa. "Lizzy. Nama itu seperti tidak asing bagiku. Aku seperti pernah bertemu dengan wanita itu dan mendengar namanya."
Dalton terdiam, memejamkan, membuka memori masa lalu. Matanya membulat lebar ketika mulai mengingat sosok Lizzy. "Aku memang pernah bertemu dengan Lizzy. Dia adalah salah satu pengawal Alexander yang pernah bertarung denganku saat aku berkunjung bersama Ruby."
Dalton menggelengkan beberapa kali, menatap Xander. "Apa yang sebenarnya terjadi? Alexander menikahi pengawalnya sendiri? Itu tidak masuk akal."
Dalton meneguk minuman hingga habis. "Aku tidak bisa mengambil foto Lizzy sembarangan. Andai saja Ruby berada di sini, dia pasti juga akan mengingat Lizzy."
"Kenapa kau terus melihat Lizzy?" tanya Alana.
"Aku sepertinya pernah bertemu dengan Lizzy di suatu tempat, tapi aku ragu dengan ingatanku. Jika Ruby ada di sini, dia pasti bisa mengingat lebih jelas."
"Kau pernah bertemu dengan Lizzy?" Alana memperhatikan Lizzy yang tengah menyuapi Alexis. Dalam berbagai sisi, wanita itu benar-benar sempurna dan sebanding dengan Alexander.
Acara dilanjutkan dengan pembicaraan hangat.
Anak-anak mulai mendekat pada Alexis.
"Ayah, Ibu, apakah aku bisa bermain bersama mereka?" tanya Alexis.
Xander memberi tanda pada tiruan Miguel dan Robbins. "Kau bisa bermain bersama mereka, tapi kau harus menurut pada Miguel dan Robbins."
"Aku mengerti, Ayah." Alexis turun dari kursi, mendekat pada anak-anak yang lain. "Bisakah kita bermain bersama?"
Alexis dan anak-anak mulai berlarian ke sana kemari. Tiruan Miguel dan Robbins mengikuti dan mengawasi mereka dengan ketat.
"Ini akan menjadi ujian kalian selanjutnya," gumam Xander ketika melihat Alexis dan anak-anak lain bermain, menoleh pada keluarga Ashcroft. "Aku tidak segan menghancurkan kalian jika berani menyakiti Alexis.
Xander mulai berbincang Marcus di atas panggung. "Bagaimana keadaanmu, Kakek?"
"Seperti yang kau lihat, aku semakin tua dan tidak berguna, Alexander." Marcus tertawa, menatap Alexis yang tengah memimpin anak-anak menjelajahi rumah. "Aku senang akhirnya hari ini tiba. Aku bisa mati dengan tenang sekarang."
"Kau pasti bisa melihat Alexis remaja dan dewasa, Kakek. Dia masih ingin bertemu dengan kakeknya."
"Aku berharap hal yang sama, tapi aku hanya manusia biasa yang bisa berencana. Keinginanku untuk melihat keluargaku damai akhirnya terwujud."
Xander berbincang dengan Darius dan beberapa anggota keluarga yang lain. Sementara itu, anggota keluarga Ashcroft tampak masih ragu mendekat pada Lizzy.
Alana dan Sophia adalah dua orang yang berani untuk mendekat lebih dahulu.
"Aku, Alana." Alana mengulurkan tangan.
"Dan aku, Sophia." Sophia ikut mengulurkan tangan.
Lizzy membalas uluran tangan, melirik beberapa wanita keluarga Ashcroft yang memperhatikannya dari agak jauh. "Aku Lizzy. Senang bertemu denganmu."
"Kita pernah bertemu di Star Building sekitar enam tahun lalu," ujar Alana.
"Kita juga pernah bertemu di salah satu bukit di kota Royaltown," sambung Sophia.
"Benarkah?" Lizzy tersenyum hingga gigi putihnya terlihat. "Maafkan aku. Aku tidak mengingat jika kita pernah bertemu sebelumnya."
Lizzy memang tidak mengingat jika dirinya pernah bertemu dengan Alana dan Sophia, tetapi ia mengetahui jika kedua wanita itu adalah dua wanita yang sempat didekati Xander untuk menjadi istrinya.
Evelyn memberanikan diri mendekat, disusul oleh Tessa, Mila, dan Zara.
Lizzy memberi anggukan singkat, melirik Evelyn sekilas. Ini kali pertama bertemu dengan Evelyn yang menjadi mantan istri Xander.
Evelyn, Tessa, Mila, dan Zara memperkenalkan diri.
"Lizzy, dari keluarga mana kau berasal?" tanya Tessa, “aku mengenal hampir semua keluarga kelas atas di Vistoria dan beberapa di negara lain, tapi aku benar-benar tidak mengenalmu."
Evelyn, Alana, Sophia, Mila, dan Zara sama penasarannya dengan Tessa. Mereka tidak sabar mengetahui dari mana Lizzy berasal.
Lizzy seketika terdiam. Ia sudah menduga jika keluarga Ashcroft akan bertanya mengenai asal-usulnya. Berdasarkan saran dari Sebastian, Samuel, Lydia, dan juga Xander, ia tidak diperkenankan untuk mengatakan bahwa dirinya berasal dari keluarga pengawal biasa.
"Aku berasal dari keluarga Serravia, sebuah keluarga di negara Lytora."
Lizzy tidak berbohong mengenai nama keluarganya. Serravia memang nama keluarga dari pihak ayahnya. Sayangnya, informasi mengenai keluarganya sangat terbatas mengingat ayahnya meninggal saat masih kecil. Ia hanya tahu jika ayahnya memiliki beberapa saudara yang entah bagaimana keadaannya saat ini. Ayahnya beruntung bisa bergabung dengan pasukan Samuel dan menikah dengan ibunya. Govin sendiri tidak mengetahui cukup banyak mengenai keluarga Serravia.
Lizzy sempat meminta Xander untuk mengerahkan pasukan guna mencari keluarga dari ayahnya. Sayangnya karena minimnya petunjuk, pencarian tidak mendapatkan hasil.
Evelyn, Alana, Sophia, dan yang lain saling menoleh satu sama lain.
"Aku baru pertama kali mendengar nama keluarga Serravia. Keluargamu pasti sangat terpandang sampai kau bisa menjadi istri Alexander," ucap Tessa dengan tatapan agak sinis.
Lizzy tersenyum, meneguk minuman hingga tersisa setengah, menatap Alexis yang sedang asyik bermain.
"Ibu." Alexis berteriak sambil berlari, tidak sengaja menabrak Evelyn.
Alexis dan Evelyn saling menatap satu sama lain untuk sesaat. Ingatan Evelyn seketika terbang ke masa lalu di mana ia masih dengan sangat mudah bisa menggapai Xander.
Alexis memeluk Lizzy. "Aku sangat haus."
Tessa, Mila, dan Zara saling menoleh satu sama lain. Mereka bertiga menjauh sesaat, mulai mencari informasi mengenai keluarga Serravia.
"Aku tidak mendapatkan informasi apa pun mengenai keluarga Serravia." Tessa menatap sinis Lizzy. "Keluarganya pasti sangat kaya sampai informasi mengenai keluarganya tidak bisa diakses publik."
"Kau benar." Mila dan Zara menyahut bersamaan.
Sementara itu, Sebastian tengah berada di kediaman keluarga Blair bersama Bernard, Darren, dan Kelly.
"Aku senang karena Bernard, Darren, dan Kelly berada dalam pasukanmu sekarang. Mereka bisa menemukan tempat yang sangat layak untuk berlindung," ujar Noah Blair seraya menatap Bernard, Darren, dan Kelly yang berdiri di belakang Sebastian.
Noah Blair menyeka air mata. "Aku sangat membenci Evan, tapi di saat yang sama aku sangat menghormatinya sebagai seorang sahabat."
Tak jauh dari ruangan pertemuan Sebastian, Bernard, Darren, Kelly, dan Noah, Ruby tengah berada di kamar bersama putranya yang sudah tertidur.
Ruby terkejut ketika mendapat pesan dari Mila jika Xander sudah memiliki istri dan seorang putra. "Aku sudah menduga hal ini, tapi aku tetap saja terkejut. Aku menjadi sangat penasaran dengan istri dan putra Alexander.”
Pintu kamar terbuka dari luar.
Ezra masuk dengan wajah berseri, menyimpan tas di kursi.
Ruby segera menyimpan ponsel, mendekat pada Ezra. "Kau pulang lebih larut dari sebelumnya. Aku sudah menyiapkan air hangat dan makan malam untukmu."
Ezra tiba-tiba memeluk Ruby dengan erat.
Ruby tertawa. "Kau menjadi manja akhir-akhir ini."
Senyum Ezra perlahan pudar. Tatapannya menjadi kosong dan penuh kebencian pada anak laki-laki yang tengah tertidur di ranjang. "Katakan, siapa ayah dari anakmu, Ruby Ashcroft?"
Ruby sontak mematung.
bahkan ada keluarga yg sudah kalah tapi gak mau mengakui kekalahan.
Sungguh di luar prediksi pembaca..
Tetap semangat & sehat selalu Thorr...
livy sepupu larson