Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 kucing kucingan
Malam itu, di balkon apartemen mewahnya yang menghadap gemerlap kota, Sonia duduk sambil menyeruput wine.
Pikirannya terus berputar, mencoba merangkai potongan-potongan misteri hilangnya Adrian.
Ia memandang daftar catatan di tablet semua tempat favorit Adrian sudah ia datangi. Kantor, restoran hotel bintang lima, lapangan golf, bahkan kediaman keluarga Adrian.
Kosong.
Namun, naluri Sonia mengatakan satu hal, Adrian tidak meninggalkan kota ini.
Sambil memutar gelas wine di tangannya, ia bergumam,
“Dia terlalu pintar untuk kabur begitu saja. Kalau dia menghilang… itu berarti dia menyembunyikan sesuatu. Dan aku akan menemukannya.”
Tangannya kemudian meraih ponsel, menekan nomor yang tersimpan dengan label Private Detective.
“Cari orang ini. Namanya Adrian Aurelius Bramasta. Semua data tentang dia sudah aku kirim. Aku mau hasilnya secepat mungkin.”
Suaranya terdengar dingin, tak ada nada memohon—hanya perintah.
------
Di dapur Sweet Anya, aroma roti manis bercampur wangi kopi memenuhi udara.
Raka atau Adrian sedang fokus memotong croissant hangat ketika Anya masuk sambil membawa setumpuk nota pesanan.
“Raka, pesanan pagi ini banyak banget. Kita harus gerak cepat.” ujar Anya
Nada suaranya riang, tapi Raka tahu perempuan itu sudah mulai curiga pada sosok Pak Bram yang datang kemarin.
“Tenang aja, semua aman,” jawab Raka sambil tersenyum tipis.
Tapi dalam hati, ia sedang menghitung waktu.
Setiap hari ia bekerja di toko ini berarti semakin besar risiko identitasnya terbongkar apalagi kalau Sonia sampai muncul di sini.
"Jangan sampai wanita gila itu menemukan ku di saat aku belum mengambil hati Anya, bisa gawat" ujar Adrian dalam hati
Sementara itu, Sonia yang sudah menyewa detektif pribadi, menerima laporan awal:
“Dia memang tidak masuk kantor, Nona. Tapi kami mendapat informasi samar bahwa seseorang mirip dia terlihat di sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Namanya Sweet Anya.”
Sonia menegakkan tubuhnya. “Sweet… Anya?”
Nada suaranya meninggi, bibirnya membentuk senyum penuh kemenangan.
“Aku tahu dia tidak mungkin meninggalkanku.”
Detektif itu menambahkan, “Tapi kami belum bisa memastikan identitasnya, Nona. Orang itu… terlihat berbeda.”
Sonia tidak peduli. “Kalau pun dia menyamar, aku akan tahu. Aku lebih mengenalnya dibanding siapa pun.”
Siang itu, Sweet Anya mulai ramai. Andara muncul lagi, kali ini sendirian, sambil membawa setangkai bunga matahari untuk Anya alasan klasiknya, biar toko tambah manis.
Raka yang sedang mengelap meja depan tiba-tiba merasa bulu kuduknya berdiri.
Refleksnya menoleh ke arah jendela besar.
Di seberang jalan, ada seorang wanita berambut hitam panjang, memakai kacamata hitam besar, berdiri sambil menatap ke arah toko.
Sekilas saja, tapi cukup membuat Raka tahu siapa dia. Sonia.
Ia langsung mundur ke belakang meja, menunduk seolah sedang membereskan sesuatu.
Dalam hati, jantungnya berdegup cepat. "Kenapa dia bisa sampai di sini secepat ini? Aku harus menyuruh mereka menyingkirkan wanita gila itu" ujar Adrian pelan
Pintu toko terbuka. Sonia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan.
Anya yang sedang melayani pelanggan lain menoleh dan tersenyum ramah.
“Selamat siang, Mbak. Mau pesan apa?” tanya Anya
Sonia tersenyum tipis. “Saya… cuma mau lihat-lihat.”
Matanya terus mengamati tiap sudut, mencari sosok yang ia yakini ada di sini.
Di dapur, Raka menahan napas, berharap Anya tidak memanggilnya keluar.
Untungnya, Andara yang melihat situasi ini segera melangkah ke meja Sonia.
“Mbak, kalau mau roti favorit di sini, saya bisa rekomendasiin. Tapi sayangnya, chef-nya lagi sibuk banget.”
Sonia menatap Andara lama, seolah mencoba membaca ekspresinya.
“Chef-nya… pria?” tanyanya datar.
Andara tersenyum lebar. “Rahasia dapur, Mbak. Kalau mau tahu, sering-sering aja datang.”
Sonia meneguk minumannya, tapi dalam hati ia sudah memutuskan ia akan kembali.
Dan kali berikutnya, ia tidak akan pulang tanpa memastikan kebenaran.
Sweet Anya sudah tutup. Lampu-lampu toko redup, hanya menyisakan cahaya temaram dari dapur.
Raka duduk di kursi belakang sambil memijat pelipisnya. Andara berdiri di depannya, tangan terlipat, seperti guru yang siap memberi kuliah panjang.
“Kamu tuh kenapa kayak orang dikejar utang? Tadi aja pas Sonia masuk, kamu langsung ngilang kayak kucing habis nyolong ikan,” sindir Andara.
Raka menatapnya tajam. “Kalau kamu yang ada di posisiku, lihat sendiri siapa yang masuk, pasti juga langsung ngilang.”
Andara mengangkat bahu. “Ya… Sonia memang punya radar. Kalau dia nyium ada ‘bau-bau familiar’, dia bakal kejar terus. Tapi—”
Andara menunjuk wajah Raka, “—penyamaran kamu sempurna kok. Kumis tipis, rambut acak-acakan, apron belepotan tepung… dia nggak bakal nyangka ini bosnya perusahaan kuliner internasional.”
Raka mendengus. “Aku cuma nggak mau Anya jadi terlibat masalah sebelum waktunya.”
Andara tersenyum nakal. “Sebelum waktunya… berarti kamu memang ada rencana sama dia?”
Raka berdiri, mengambil lap di meja. “Rencana paling penting sekarang adalah memastikan Sonia nggak pernah ketemu aku. Titik.”
Pagi itu, Raka datang lebih awal dari biasanya. Ia memeriksa semua sudut toko, memastikan tidak ada celah yang bisa membuat Sonia langsung menatapnya.
Anya yang baru masuk kaget melihatnya sudah sibuk.
“Wah, pagi-pagi udah kayak pasukan anti-huru-hara. Ada inspeksi dadakan?” goda Anya sambil menaruh tasnya.
Raka tersenyum tipis. “Anggap aja… latihan perang.”
Anya mengernyit tapi tidak bertanya lagi. Ia sibuk menyalakan mesin kopi.
Andara muncul lima menit kemudian dengan senyum lebar dan… kamera DSLR di leher.
“Apa lagi ini?” tanya Raka curiga.
“Tenang. Aku mau bikin promosi toko. Foto-foto cantik Anya, roti-roti manis… dan mungkin… chef misteriusnya.”
Raka langsung menunjuknya. “Foto aku? No. Jangan pernah upload fotoku ke media sosial toko.”
Andara berpura-pura polos. “Kenapa? Takut fans lama pada nyamperin?”
Raka menatapnya tajam, membuat Andara pura-pura batuk dan memutar badan. “Oke-oke, paham.”
Di tempat lain, Sonia duduk di sebuah mobil hitam yang diparkir tidak jauh dari Sweet Anya.
Detektif pribadinya duduk di kursi kemudi.
“Dia memang tidak terlihat kemarin,” ujar detektif itu. “Tapi ada pola aneh. Setiap kali Mbak masuk, seorang staf laki-laki yang biasanya di depan, langsung menghilang ke dapur dan tidak muncul lagi sampai Anda keluar.”
Sonia tersenyum dingin. “Berarti dia memang bersembunyi. Dan kalau dia bersembunyi… itu hanya mengonfirmasi kecurigaanku.”
Matanya menatap ke arah pintu toko dengan tatapan seperti pemburu mengamati mangsa.
“Kita tunggu waktu yang tepat. Kali ini aku tidak akan pulang dengan tangan kosong.”
Hari yang Sibuk dan Hampir Ketahuan
Sweet Anya ramai siang itu. Anya mondar-mandir mengantar pesanan, sementara Raka memilih bertahan di dapur.
Namun, tiba-tiba, Anya masuk sambil membawa nampan kosong.
“Raka, bisa bantu bawain pesanan meja dua? Aku nggak sempat.”
Raka hampir menolak, tapi tatapan Anya penuh harap.
Ia akhirnya mengambil piring berisi roti dan melangkah keluar… hanya untuk melihat Sonia duduk di pojok, memunggunginya.
Jantungnya langsung berpacu. Ia buru-buru memiringkan wajah, menaruh piring di meja dua, dan kembali masuk sebelum Sonia menoleh.
Andara, yang memperhatikan adegan itu, nyaris tertawa keras. Ia mendekat ke Raka dan berbisik, “Itu tadi… sprint paling cepat yang pernah aku lihat. Bahkan roti croissant pun nggak bisa lari sekencang itu.”
Raka hanya memelototinya. “Kamu nggak tahu ini taruhan nyawa.”
"Cepat beri tau Jordan untuk mengurus wanita gila ini, suruh dia hubungi satria agar membawa adiknya kerumah sakit jiwa" ujar Adrian kesal
"Kalau lagian kenapa kamu takut sama orang gila" ujar Andara
"Aku gak takut tapi aku gak mau Anya jadi sasaran orang gila itu dan juga tempat ini. Aku malas berhadapan dengan dia yang selalu buat aku malu dan ingin membunuhnya" kesal Adrian
"Baik lah aku mengerti kak" ujar Andara lalu pergi
Bersambung
lgian,ngpn msti tkut sm tu nnek shir....
kcuali kl ada rhsia d antara klian....🤔🤔🤔