NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cintapertama / One Night Stand / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Dark Romance
Popularitas:24k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Diremehkan

Tatapan Kevin menembus, membuat Kevia gelisah di kursinya.

“Itu cuma perasaan kamu aja, Vin,” sahut Kevia cepat, berusaha menutup ruang yang tiba-tiba terbuka.

Kevin memejamkan mata sejenak, lalu menatapnya lekat. “Via, aku suka sama kamu. Meski kau belum menerimaku, aku… akan menunggu.”

“Vin—” Kevia hendak menyela.

Tapi Kevin melanjutkan, suaranya bergetar oleh emosi yang ditahan. “Aku tahu kamu banyak menderita. Aku cuma takut kamu salah jalan. Aku…” ia berhenti sejenak, menelan ludah. “…aku sudah mulai masuk ke kantor Papa. Aku bisa dapat uang jajan lebih. Kalau ada apa-apa… katakan padaku.”

Kevia menatap Kevin dalam. Batinnya bertanya, "Salah jalan? Apa maksudnya?"

Kevin merogoh saku, lalu meletakkan sebuah kartu ATM di atas meja.

“Mungkin uangku tak seberapa. Tapi itu halal. Dan aku… ikhlas kalau kamu mau pakai.”

Genggaman Kevia di pangkuannya mengerat, sampai buku-buku jarinya memutih.

Halal?

Satu kata itu saja sudah cukup menghantamnya seperti cambuk.

"Apa maksudnya? Dia pikir aku mencari uang dengan cara kotor?"

Dadanya sesak. Wajahnya menunduk, menyembunyikan gejolak yang tiba-tiba naik ke permukaan. Ya… ia memang sudah jatuh sejauh itu. Menjual kehormatan dirinya demi biaya pengobatan sang ibu.

Tapi… apa salahnya? Ia tak pernah merugikan siapa pun. Tak ada yang berhak menghakiminya. Semua luka, semua aib itu… hanya ia yang menanggungnya.

Mata Kevia langsung menatap benda itu. Jantungnya berdetak keras, pikirannya bercampur aduk.

“Apa maksudnya ini?” tanyanya, menahan getar di suaranya.

“Di dalamnya ada tabunganku. Lima puluh juta. Kamu bisa pakai kalau terdesak,” jelas Kevin tulus.

Genggaman Kevia di pangkuannya nyaris memutih, tapi wajahnya tetap tenang. Sorot matanya tajam, berani, meski di dalam sana ada luka yang menganga. Ia menelan getir itu dalam diam, lalu tersenyum tipis. Sebuah senyum yang lebih mirip perisai daripada kelembutan.

“Terima kasih, Vin. Tapi aku nggak mau berutang budi pada siapa pun. Lagi pula, sejak pindah ke kontrakan baru… perekonomian kami lebih baik. Jadi kamu nggak perlu khawatir.”

Kalimatnya tenang, tapi tegas. Ada kekuatan baru yang memancar, sesuatu yang membuat Kevin tertegun. Bukan Kevia yang rapuh dan selalu pasrah seperti dulu, tapi Kevia yang berani berdiri tegak.

"Sejak kapan dia seteguh ini?" batin Kevin, sorot matanya tak bisa lepas dari wajah gadis itu. Ada rasa kagum yang muncul, bercampur dengan khawatir.

Tangannya tergerak, ingin meraih tangan Kevia, menahan, melindungi, atau sekadar memastikan ia tak menjauh. Namun sebelum sempat menyentuh, sebuah suara bening memotong udara.

“Kevin!”

Ringan tapi jelas, penuh antusias. Kepala mereka serentak menoleh. Seorang gadis melangkah cepat ke arah meja mereka, senyum cerah terpasang di wajahnya. Matanya berbinar hanya pada Kevin, seolah Kevia tak ada di sana.

“Kevin, kebetulan sekali ada di sini!” suara riang itu terdengar tiba-tiba.

Gadis cantik berambut panjang bergelombang itu tersenyum manis. Dengan santai ia langsung meraih lengan Kevin.

Kevin menoleh sekilas, lalu perlahan, namun tegas, melepaskan genggamannya. Gerakannya halus tapi tak memberi ruang kompromi. Wajah gadis itu sontak berubah masam.

“Popy?” suara Kevin datar, nyaris tanpa intonasi. “Bukannya kamu kuliah di luar negeri?”

Kevia sempat melirik sekilas, tapi cepat-cepat kembali fokus pada cake di piringnya. Potongan kecil ia sendok, masuk ke mulutnya dengan santai, seakan keberadaan Popy sama sekali tak penting.

Popy mendengus tipis lalu tanpa permisi menarik kursi di sebelah Kevin, bahkan menggesernya lebih dekat hingga bahu mereka nyaris bersentuhan. Dari ekor matanya, ia sempat melirik Kevia yang tetap makan dengan tenang, seolah tak terganggu.

“Aku pindah ke universitas dekat sini,” ujar Popy manis, “sama kayak kamu.”

“Oh.” Kevin hanya bergumam ringan, tangannya sibuk mengaduk minumannya. Tapi tatapannya… tak bergeser dari Kevia.

Popy mengerjap, menyadari arah mata Kevin. Bibirnya mengetat, tapi ia segera tersenyum lagi. “Kamu masih ada kelas nggak?” tanyanya manja.

“Nggak,” jawab Kevin singkat, tetap datar, matanya masih pada Kevia.

Popy akhirnya menoleh ke arah Kevia, menatapnya penuh selidik. Tatapannya menelisik, meremehkan, seolah mencoba mengukur lawan. “Dia ini siapa?”

Kevin menoleh sebentar, lalu memperkenalkan dengan nada tenang. “Ini Kevia. Via, kenalkan ini Popy, anak rekan bisnis papaku.”

Kevia tersenyum sopan, meletakkan sendok, lalu mengulurkan tangan. “Aku Kevia.”

Namun Popy hanya melirik tangan itu sekilas, tak berniat menyambut. Tatapannya malah menajam. “Orang tuamu kerja di mana?” tanyanya dingin.

Kevin melirik Popy dengan tatapan tak suka, namun belum sempat ia bicara, Kevia sudah menjawab dengan nada biasa saja. “Kami punya usaha toko kelontong.”

“Ohh…” suara Popy dibuat-buat ringan, meski sinis jelas terasa. “Aku kira anak pebisnis mana.”

Tatapannya lalu jatuh pada kartu ATM yang tergeletak di meja. Ia langsung menoleh ke Kevin. “Vin, kenapa kartu ATM kamu ditaruh di situ?”

Mata Popy menyipit, lalu berpindah ke Kevia dengan senyum tipis penuh sindiran. “Hati-hati, Vin. Sekarang ini banyak cewek yang sengaja deket sama cowok cuma buat dimanfaatin. Diporotin. Dijadikan ATM berjalan. Dan setelah kamu nggak punya apa-apa lagi, ya sudah, mereka pergi.”

Suasana di meja langsung menegang.

Kevia sempat terdiam sejenak, sendok di tangannya berhenti sebelum menyentuh bibir. Sindiran Popy memang tajam, menusuk harga diri jika orang lain yang mendengarnya.

Kevin, di sisi lain, wajahnya mengeras, jelas tak suka dengan ucapan itu.

Tapi alih-alih tersinggung, bibir Kevia justru melengkung membentuk senyum tipis. Sorot matanya berkedip sekali, tenang, menantang.

“Oh begitu ya… syukurlah kalau ada yang masih peduli soal keamanan,” ucapnya ringan, suaranya tenang, seperti embun pagi yang jatuh di dedaunan. Ia lalu melanjutkan menyendok cake di piringnya, seolah ucapan Popy hanyalah angin lalu.

Sikapnya yang tidak terguncang membuat Popy semakin masam. Kontras terlihat jelas. Wajah Popy menegang karena ingin menunjukkan superioritas, sementara Kevia tetap kalem, penuh percaya diri. Kevin yang sejak tadi memerhatikan, tak bisa menahan diri. Pandangan matanya semakin condong pada Kevia, kagum pada ketenangan gadis itu.

Kevin akhirnya meletakkan sendoknya, gerakannya pelan tapi mantap. Tatapannya beralih pada Popy, sorot dingin namun terkendali.

“Popy,” ucapnya singkat, tapi nada suaranya membuat suasana seketika hening. “Kalau kamu nggak bisa menghargai teman yang sedang bersamaku, sebaiknya jangan ikut nimbrung.”

Popy terbelalak kecil, tak menyangka Kevin akan menegurnya di depan Kevia.

Kevin melanjutkan, suaranya tetap tenang tapi penuh penekanan.

“Aku nggak suka ada orang yang menilai orang lain hanya dari pekerjaan orang tuanya atau seberapa banyak hartanya. Nilai seseorang… bukan ditentukan dari itu.”

Kevia menunduk sedikit, berusaha menyembunyikan senyum yang hampir muncul di wajahnya. Ada hangat yang merambat ke dadanya, bukan karena ingin menang atas Popy, melainkan karena Kevin berdiri di sisinya.

Sementara Popy, wajahnya memerah menahan malu. Ia tak bisa membalas, terlebih karena tatapan Kevin sama sekali tak lagi tertuju padanya, melainkan hanya pada Kevia, seolah dunia menyempit tinggal mereka berdua.

Kevia terdiam beberapa detik. Hatinya berdesir, anehnya bukan karena malu, melainkan rasa hangat yang sulit dijelaskan. Jarang sekali ada orang yang membelanya, apalagi dengan cara setenang itu.

Ia mengangkat wajahnya perlahan, menatap Kevin yang masih fokus padanya. Bibirnya membentuk senyum tipis, sederhana tapi tulus.

“Terima kasih, Vin,” ucapnya lirih, nyaris seperti bisikan. “Aku nggak masalah kalau orang lain mau meremehkan, tapi… rasanya menyenangkan tahu masih ada yang mau melihatku lebih dari sekadar latar belakang.”

Sorot matanya jernih, ada luka yang ia sembunyikan, tapi juga ada keberanian baru yang tampak jelas. Sikapnya tetap tenang, kontras sekali dengan Popy yang gelisah dan tidak nyaman duduk di kursinya.

Kevin hanya mengangguk kecil, seolah balasan itu sudah lebih dari cukup. Tapi sorot matanya… menegaskan bahwa baginya, Kevia bukan sekadar “teman biasa”.

Sejenak hening. Hanya denting sendok yang beradu dengan cangkir, sampai—

Ting!

Suara notifikasi ponsel memecah suasana. Kevia merogoh tasnya, melihat layar, lalu nyaris mendesis.

Sinting 💬

Kau bertemu dia lagi? Cepat keluar atau suamimu ini yang akan datang ke sana.

Bibir Kevia otomatis melengkung pada senyum masam, tapi matanya menyala penuh jengkel menatap layar, seolah sedang menatap orangnya langsung. Jemarinya mengetik cepat.

Kevia 💬

Kau bukan suamiku!

Balasan datang secepat kilat.

Sinting 💬

Lalu aku apamu? Sugar Daddy-mu? Atau gigolomu?

Kevia ternganga, matanya melebar. Senyumnya kali ini campuran antara ingin tertawa, malu, dan gemas. Ia menggertakkan gigi sambil mengetik kasar di layar, tapi belum sempat mengirim—

Ting!

Sebuah pesan gambar masuk. Kevia membukanya… dan langsung menutup mulut dengan tangan.

“ASTAGA!” serunya refleks, hingga kepala orang-orang di kafe menoleh.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Siti Jumiati
jangan diam aja kevia kalau kamu benar2 cinta dan engak mau kehilangan pria misterius itu,
ayo semangat kejar cintamu sebelum ia diambil orang lain ntar nyesel Lo...
walaupun kamu belum tau wajahnya tapi kamu kan tau ketulusan cintanya itu benar2 nyata,
dia rela memberikan apapun yang ia miliki kalau kamu mau menikah dengannya,tunggu apalagi kevia...
selama kamu bersama ia terasa nyaman dan terlindungi itu sudah cukup.
semangat lanjut kak Nana sehat selalu 🤲
Cicih Sophiana
karena kamu sdh merasa nyaman dengan dia... maka kamu sekarang sdh mencintai nya Kevia tanpa sadar kamu takut kehilangan dia..
abimasta
begitulah disaat dekat di tolak setelah pergi baru mikir,semangat kevia..yoga pasti datang lagi
Cicih Sophiana
SINTING tunjukan wajah ganteng mu yg paripurna nya dong... biar Kevia meleleh seperti coklat kena panas
Hanipah Fitri
Kevia ternyata cinta nya sama sinting bukan yoga, walaupun dgn org yg sama
love_me🧡
kalau kamu dipecat lamar aja di bos Yoga kalian itu sebenarnya orang baik cuma salah tempat kerja aja
Endang Sulistiyowati
pahamilah perasaan dan mantabkan hatimu dulu Via. setelah yakin kejarlah. kamu memang masih muda, tp ga ada salahnya kalo kamu kejar impian kamu setelah menikah. Toh kamu nikahnya sama orang kaya, ga perlu masak,cuci baju, beresin rmh, wkwkwkkk 😂
anonim
Belum ada dua puluh empat jam setelah ketemu Sinting hari ini kamu gelisah sendiri Kevia.
Takut kehilangan - salah kamu sendiri selalu bicara tidak mengenakkan Sinting. Sinting cinta sama kamu - sepertinya kamupun sudah ada rasa terhadap Sinting. Kamu masih bocah jadi belum bisa berfikir jernih - marah-marah mulu bawaanmu.
Siti Jumiati
kalian itu sebenarnya sama2 cinta dan juga sama2 bucin...
knapa kamu gk rela kehilangan pria misterius karena dia sebenarnya yoga orang yang selama ini kamu sukai
kalau cinta yang bilang aja cinta jangan kamu bohongi dirimu sendiri.
anonim
Posesif banget nih Sinting - Kevia tak boleh bersama pria lain.
Menyuruh Kevia keluar dari Kafe dengan mengirimi foto intim Kevia bersamanya - bikin emosi saja nih orang 😁.

Akhirnya Kevia masuk ke mobil Sinting - terjadi pembicaraan yang bikin Kevia marah. Benar nih Kevia tidak mau menikah sama Sinting - ntar kecewa lho kalau sudah melihat wajahnya.
Kevia menolak menikah - disuruh keluar dari mobil.
Apa benar Sinting mulai hari ini tidak akan menghubungi atau menemui Kevia lagi. Bagaiman Kevia ??? Menyesal tidak ? Hatimu sakit ya...sepertinya kamu sudah ada rasa sama Sinting - nyatanya kamu tidak rela kehilangan dia kan ??
Dek Sri
semoga Rima tidak menemukan kevia
Anitha Ramto
Yoga anak buah si Rima ajak kerja sama saja sama kamu...untuk menjebak si Rima
Anitha Ramto
sekarang kamu baru tahu rasanya kehilangan kan Via...,kamu jangan egois jadi orang,di ajak hidup bersamanya kamu selalu meolak,,,

biarkan Yoga menjauhi Kevia dulu biar Kevia sadar bahwa Pria misterius itulah yang selalu melindunginya dan menginginkannya dengan sepenuh hati,,dengan tulus
Hanima
ya rugi lah kalau di lepas Viaaa 🤭
Felycia R. Fernandez
naaah kan,makanya tahan emosi,kontrol omongan...
klo sekarang jadi serba salah kan...
sabar aja dulu,Selami hati mu.ntar juga ayank mu balik lagi kok Via...
setelah itu jangan sering marah marah lagi ya,hati dan tubuh mu butuh dia.
Felycia R. Fernandez
ingat dulu mau makan aja mereka sulit...
sekarang udah bisa pesan...
hidup seperti roda,dulu dibawah, sekarang diatas...🥰🥰🥰🥰
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana... 🙏🙏🙏😁
Felycia R. Fernandez
😆😆😆😆😆😆
abimasta
hatimu sudah terpaut dalam di hati yoga jadi sakit jika ditinggalkan
Puji Hastuti
Kevia kenapa kamu membohongi diri sendiri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!