"Rachel dijodohkan demi mahar, lalu dibuang karena dianggap mandul. Tapi pelariannya justru membawanya pada Andrean Alexander—seorang CEO dingin yang tanpa sadar menanam benih cinta… dan anak dalam rahimnya. Saat rahasia masa lalu terbongkar, Rachel menyadari bahwa dirinya bukan anak kandung dari keluarga yang telah membesarkan nya.
Bagaimana kelanjutan kisah nya.
Mari baca!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I.U Toon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengetahui Identitas Andrean
BAB. 8
Satu jam kemudian, dengan langkah berat dan pikiran berantakan, Rachel berdiri di depan pintu ruang CEO. Tangannya sudah tiga kali terangkat untuk mengetuk tapi selalu ragu. Akhirnya, ia menarik napas panjang dan memberanikan diri.
Tok tok tok.
“Masuk,” terdengar suara berat dari dalam.
Dengan hati-hati Rachel membuka pintu dan melangkah masuk. Andrean duduk di balik meja besar dari kayu jati. Jendela di belakangnya memperlihatkan pemandangan kota Jakarta dari lantai atas gedung.
“Silakan duduk,” ucap Andrean tanpa senyum.
Rachel duduk perlahan di kursi depan meja. Ia bisa merasakan tatapan pria itu menusuk langsung ke dalam pikirannya.
“Jadi…” Andrean membuka suara. “Kamu bekerja di sini rupanya.”
Rachel mencoba tetap tenang. “Iya, Pak. Sudah hampir dua tahun.”
Hening. Suasana tegang.
“Kamu tahu siapa aku sekarang,” ujar Andrean, tangannya menyilang di depan dada.
Rachel mengangguk pelan. “Baru tahu… hari ini.”
Andrean mencondongkan tubuh ke depan. Tatapannya menukik tajam. “Apa yang terjadi malam itu... tidak seharusnya terjadi. Aku juga tidak menyangka akan melihat kamu lagi. Tapi sekarang, kamu bekerja di bawahku.”
Rachel menggigit bibirnya. “Saya... saya mengerti, Pak. Dan saya janji, saya tidak akan mencampuradukkan urusan pribadi dan pekerjaan.”
Andrean diam sebentar, lalu mengangguk kecil. “Bagus. Aku harap pun begitu.”
Rachel mengangguk cepat. “Tentu, Pak.”
Andrean menatapnya satu kali lagi, lalu berkata pelan, “Tapi kalau kamu pikir kejadian itu bisa begitu saja dilupakan... kamu salah.”
Rachel menegang.
“Aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya, Rachel. Tapi sekarang kamu ada di dalam perusahaan. Dan aku akan pastikan... semua pertanyaan dalam pikiranku malam itu, akan terjawab.”
Rachel menelan ludah. Dunia kerjanya tak akan pernah sama lagi.
Rachel menunduk dalam, mencoba mengatur napas yang tiba-tiba memburu. Jantungnya berdetak tak karuan, apalagi saat Andrean bangkit dari kursinya dan berjalan mengelilingi meja besar itu, lalu berdiri hanya beberapa langkah di hadapannya.
"Aku tidak suka ketidakpastian," ucap Andrean pelan tapi tegas. "Dan kamu... membawa banyak pertanyaan yang belum terjawab."
Rachel berusaha tetap tegar. Ia menatap mata Andrean, mencoba menghilangkan getaran takut dari suaranya. “Kalau Anda ingin jawaban, silakan tanyakan. Tapi saya mohon... jangan campur adukkan pekerjaan dengan masa lalu yang hanya terjadi satu malam.”
Andrean menyipitkan mata. “Satu malam yang kamu sendiri tak tahu artinya apa bagiku.”
Rachel membeku.
Apa maksudnya? Bukankah itu hanya kecelakaan emosional antara dua orang asing yang sama-sama terluka malam itu?
Sebelum Rachel sempat menjawab, pintu ruangan diketuk.
Tok tok.
“Pak Andrean, maaf mengganggu, ini dokumen rapat penting dari tim keuangan,” suara sekretaris luar terdengar.
Andrean menoleh. “Masuk.”
Seketika aura profesional kembali memenuhi ruangan. Rachel langsung berdiri, merasa saatnya untuk keluar.
“Saya pamit dulu, Pak,” ucapnya cepat sambil membungkuk.
Andrean hanya meliriknya sekilas. “Baik. Tapi jangan lari dari saya, Rachel. Kita akan bicara lagi. Segera.”
Rachel nyaris tersandung saat berjalan ke luar ruangan, tapi ia cepat-cepat memperbaiki langkahnya. Begitu keluar dan menutup pintu, ia bersandar pada dinding koridor.
“Gila…” bisiknya lirih. “Kenapa harus dia?”
Rika yang sedari tadi menunggunya di ujung lorong langsung menghampiri begitu melihat Rachel keluar.
"Eh! Gimana?! Kamu kenapa?! Dia ngomong apa?!" desaknya panik.
Rachel hanya bisa menarik Rika menjauh. "Jangan ngomong di sini. Nanti aja pas jam makan siang."
Sebelumnya Rachel sempat menceritakan masalah nya dengan Rika sahabatnya di kantor. Saat ini hanya Rika lah yang mau mendengarkan semua keluh kesahnya.