Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : LOFY
"Raka kenalkan, dia Tiara, anaknya teman Papa yang ingin Papa kenalkan sama kamu," ucap Arman tersenyum, menoleh ke arah Tiara yang masih berdiri mematung di depan sofa. "Tiara, ini Raka, anak Om."
Keduanya berjalan saling mendekat, berjabatan tangan sebentar dan saling menyebutkan nama masing-masing.
"Karena Tiara sudah disini, aku langsung pamit ya, Pa? Masih ada urusan soalnya," ujar Raka, geraknya tertahan saat Arman menepuk pundaknya.
"Raka, jangan buru-buru. Kamu mau ketemu sama teman-teman lama kamu kan?" tanya Arman. Paham betul apa yang akan dilakukan oleh putranya setiap kali pulang dari London, yaitu bertemu dengan teman-teman SMA nya dulu. "Kamu ajak Tiara sekalian, dia ini sangat pemalu dan tidak memiliki banyak teman. Mau kan?"
Raka melirik ke arah Tiara sebentar, menyadari jika Papanya seperti sedang ingin mendekatkan dirinya dengan gadis itu. "Bukankah Tiara ini ingin belajar tentang bisnis? Kenapa tidak tetap disini saja dengan Papa? Bukankah tadi pagi Papa yang bilang kalau dia ingin belajar bisnis sama Papa?"
Arman menggaruk tengkuknya, memikirkan jawaban yang pas untuk diberikan, "Memang. Tapi belajarnya kan bisa kapan-kapan, lagipula sebentar lagi Papa harus pergi keluar untuk bertemu dengan klien. Masa Tiara ditinggal sendirian disini sih, kan kasihan."
Raka tak langsung mengiyakan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika akan mengajak Tiara ikut dengannya. Dan yang terpenting adalah bagaimana perasaan Viola, dia tidak ingin gadisnya merasa cemburu apalagi sampai sakit hati.
"Tiara, boleh kamu keluar dulu sebentar? Ada yang mau aku obrolin dulu sama Papaku," ucap Raka. Gadis itu langsung mengangguk, tidak merasa keberatan sama sekali.
"Oh, baiklah." ucapnya lalu berjalan ke arah pintu dan meninggalkan mereka berdua dengan pintu ruangan yang kembali tertutup dengan rapat.
Arman tetap memasang wajah tenang. Menyadari tatapan berbeda dari putranya, bukan tatapan seperti saat pertama dia datang tadi.
"Soal perjodohan yang kemarin aku dengar... Apa ini maksudnya?"
Arman mengangguk, tidak ingin membantah tebakan putranya, "Kalian bisa tunangan dulu, nanti dua atau tiga tahun lagi baru menikah."
Raka mengerutkan kening dalam, menatap Papanya heran. "Papa tahu aku sudah ada Viola? Dan sampai sekarang kami masih menjalin hubungan."
"Gadis itu tidak bisa diharapkan, Raka!" suaranya naik satu oktaf, "Papanya menggelapkan uang perusahaan. Mau ditaruh dimana muka kita kalau menjalin hubungan dengan keluarga seperti mereka!"
"Tapi aku mencintai Viola!" suaranya sarat akan emosi, menatap papanya penuh kekecewaan. "Papa tidak bisa memutuskan aku akan menjalin hubungan dengan siapa. Karena apapun yang terjadi aku tidak akan pernah putus dari Viola!"
Ruangan kantor yang tadinya tenang kini berubah menjadi tegang dan penuh dengan emosi. Arman masih teguh dengan pendiriannya yang tidak ingin putranya melanjutkan hubungannya dengan Viola.
"Coba kamu lihat baik-baik, Tiara juga cantik." ucap Arman dengan suara sedikit lebih lembut. "Papa yakin, seiring berjalannya waktu cinta akan tumbuh diantara kalian kalau kalian sering menghabiskan waktu bersama."
"Apa Papa sadar dengan apa yang sedang Papa katakan?" tanyanya dengan kedua tangan terkepal. "Sekarang ini Papa sedang membuat benteng yang sangat tinggi pada hubungan kita sebagai ayah dan anak. Karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakhiri hubunganku dengan Viola seperti apa yang Papa harapkan!"
Raka melangkahkan kakinya mundur dua langkah sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan ke arah pintu. Namun tangannya urung membuka pintu ruangan itu saat dia teringat akan sesuatu.
Raka membalikkan tubuhnya. Tatapannya kembali bertemu dengan mata papanya yang sedang menatapnya dengan tatapan yang jauh lebih tajam. "Apa Papa juga menemui Viola dan mengatakan tentang perjodohan ini padanya?"
Arman tidak bergeming. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam kantong celana. "Ya, Papa menemui dan bicara dengannya. Biar dia sadar diri juga kalau dia sudah tidak pantas untuk kamu."
Rahangnya mengeras saat merasakan emosinya kian naik setelah mengetahui fakta tentang perubahan sikap Viola akhir-akhir ini. Ternyata Papanya yang sudah membuat Viola menjaga jarak dengan mengabaikan panggilan-panggilan telefon darinya saat dia masih ada di London.
Pintu ruangan itu dibuka dan ditutup kembali dengan kasar. Bahkan Raka mengabaikan Tiara yang berjalan mendekatinya begitu dia keluar dari ruangan kerja papanya. Memilih untuk pergi dari sana tanpa berniat untuk menyapa gadis itu lagi.
*
*
*
Siang ini, Beni, Zaki, Ezar dan Roy sedang berkumpul di rumah sederhana yang sudah mereka jadikan sebagai markas sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dulu. Kebetulan hari ini mereka sudah membuat janji dengan Raka sehingga mereka sengaja mengosongkan jadwal kerja mereka demi bertemu dengan sahabat lama mereka itu setelah hampir dua tahun lebih ini tidak saling bertemu.
Selama beberapa tahun ini mereka tidak pernah benar-benar sampai mengosongkan rumah itu. Sesekali mereka menyempatkan waktu untuk berkumpul disana meskipun tanpa kehadiran Raka. Tempat itu bahkan sudah direnovasi dan disulap menjadi lebih indah. Tembok kecil mengelilingi sekitar rumah dengan pintu gerbang yang tidak terlalu tinggi.
"Wuih, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," seru Ezar saat melihat Raka turun dari dalam mobil yang sudah terparkir di halaman rumah tersebut.
Mereka saling memberikan pelukan singkat begitu Raka menghampiri mereka yang sedang duduk-duduk santai di teras rumah.
"Gimana kabar Lo, Ka?" Beni melepaskan pelukannya, menepuk pundak Raka.
"Gue baik. Kalian sendiri?" tanya Raka balik.
"Kita juga baik kok." jawab Beni. "Gimana Vio? Kalian masih pacaran kan?"
"Masih." Raka duduk di bangku panjang disamping Ezar yang sedang memegang gitar.
"Terus kenapa muka Lo ditekuk gitu? Lagi berantem sama Viola?" tanya Beni lagi, ikut duduk di bangku yang berbeda.
"Nggak..." jawabnya pelan. "Oya, ada berita apa? Gimana dengan kerjaan kalian?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
"Gue sengaja bolos demi kita bisa ngumpul sama kalian tau nggak," ujar Ezar yang disambut tawa ringan oleh yang lainnya. "Untung bos tempat gue kerja di cafe percaya kalau gue sakit bohongan, kalau nggak bisa langsung dipecat gue,"
"Kan gue bilang juga apa, Lo tinggal masukin lamaran aja ke perusahaan bokap gue," sahut Roy. "Kalau ada yang berani mecat Lo ntar gue yang pasang badan buat Lo."
"Itu dia nggak enaknya Roy, gue tahu Lo pasti bakal belain gue ." Ezar kembali menjawab, "Kalau kerja di cafe kan gue jadi ada rasa tanggung jawab juga. Ya... walaupun dikit, ha-ha-ha..."
"Eh, kalian udah pada tahu belum?" Zaki mencondongkan tubuhnya kedepan, menatap teman-temannya satu persatu. "Malam ini Erik mau tanding balap. Tapi kali ini taruhannya nggak main-main, ada uang dan ada cewek cantik juga,"
"Seriusan Lo?" tanya Beni. "Masih aja ya tuh anak, masih suka balap-balapan kayak dulu. Kirain udah tobat dan bantu-bantu di perusahaan bokapnya." Beni menggeleng-geleng kepala.
"Ya namanya juga masih jiwa-jiwa muda, nanti kalau kita udah pada nikah pasti nggak bisa menikmati masa-masa seperti ini lagi." sahut Zaki, mengambil kaleng soda miliknya dan meneguknya sedikit. "Minggu depan gue juga mau tanding. Kalian ikut nonton kan? He-he-he..."
"Njirrr..." seru Ezar, melemparkan gulungan kertas yang ada di atas meja dan langsung ditangkap oleh Zaki dengan kedua tangan. "Sama aja Lo kayak si Erik."
"Habis gue bosen sama kerjaan kantor yang gitu-gitu aja... Sesekali boleh lah fresh-in pikiran." ujar Zaki, menyenderkan tubuhnya pada punggung kursi. "Belum lagi cewek gue bawel banget, segala minta ini itu maunya harus dituruti... Haduhhh... Pusing kepala gue." kepalanya sedikit menengadah ke atas sambil memegangi keningnya yang terasa pusing.
"Zak." panggil Raka setelah keheningan yang terjadi beberapa saat. "Malam ini gue pinjem motor Lo ya? Gue mau ikut tanding balap sama Erik."
"Heuh..."
Mereka saling menatap. Merasa bingung sekaligus tidak percaya dengan apa yang barusan mereka dengar. Setahu mereka Raka sudah tidak pernah mau terlibat tanding balap lagi setelah kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun lalu. Kecelakaan yang membawa Viola hadir di kehidupan sahabat mereka itu. Lalu apa yang membuat Raka sekarang berubah pikiran?
...🍁🍁🍁...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio