NovelToon NovelToon
Ketika Takdir Memilihku

Ketika Takdir Memilihku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: MauraKim

Aditya Kalandra wiratmaja tidak pernah menyangka bahwa kekasihnya, Nathasya Aurrelia pergi meninggalkannya tepat di hari pernikahannya. Dalam keadaan yang kalut ia dipaksa harus menerima pengantin pengganti yang tidak lain adalah adik dari sahabatnya.

Sementara itu, Nayra Anindhira Aditama juga terpaksa harus menuruti permintaan sang kakak, Nathan Wisnu Aditama untuk menjadi pengantin pengganti bagi Aditya atas dasar balas budi.

Apakah Nayra sanggup menjalani kehidupan barunya, dan mampukah dia menakhlukkan hati Aditya.

Ataukah sebaliknya, apa Nayra akan menyerah dan pergi meninggalkan Aditya saat masalalu pria itu kembali dan mengusik kehidupan rumah tangga mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MauraKim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Pertama yang Dingin

Nayra akhirnya berjalan menuju ranjang, Ia duduk di tepinya dengan punggung yang menegang. Tanganya perlahan melepas aksesoris pernikahan yang masih melekat di tubuhnya. Tanpa sadar, air mata menetes di pipinya. Bagaimana bisa takdir berubah dengan cepat dan membawanya pada keadaan yang menyakitkan seperti ini?

Aditya mengabaikan keadaan Nayra dan melangkah menuju meja di sudut ruangan. Ia baru saja melepas jam tangannya ketika ponselnya bergetar. Dengan alis berkerut, ia mengangkat panggilan itu.

"Iya?" jawabnya dengan suara dalam dan tegas.

Nayra memperhatikan dari tempatnya duduk. Meski ia tidak bisa mendengar isi pembicaraan dengan jelas, ia dengan jelas bisa melihat ekspresi Aditya berubah. Sorot matanya yang tajam kini di penuhi fokus dan ketegangan.

"Baik, aku akan segera kesana."

Setelah menutup telefon, Aditya langsung mengambil jaketnya dan berjalan menuju pintu.

"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Nayra dengan spontan, seakan tak ingat dengan perdebatan mereka beberapa saat lalu.

Aditya berhenti sejenak, menatap Nayra tanpa ekspresi. "Aku ada urusan."

"Sekarang? Ini sudah larut malam, Mas."

"Aku tidak perlu menjelaskan semuanya padamu, Ra. Ini bukanlah urusanmu. Jadi kamu tidak perlu peduli."

Tanpa berkata lebih banyak, Aditya membuka pintu dan keluar begitu saja. Nayra hanya bisa menatap kepergian Aditya dalam diam, Ia merasakan hatinya nyeri karena perlakuan Aditya padanya.

Tapi satu hal yang akan Nayra ingat, Ia tidak perlu lagi peduli dengan semua urusan yang berkaitan dengan Aditya.

Nayra menatap pintu kamar yang masih sedikit bergoyang setelah kepergian Aditya yang tergesa-gesa. Ia melangkah pelan menuju kamar mandi, dan memutuskan untuk menganti bajunya .

Nayra mengelar sajadah di sudut kamar tempatnya menginap bersama Aditya malam ini, untuk melaksanakan shalat Isya yang belum ia lakukan.

Dalam keheningan malam, Nayra berdoa semoga semua urusannya di mudahkan dan pernikahannya dengan Aditya bisa berakhir Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Meskipun dalam hati, Nayra tidak yakin akan hal itu.

Malam semakin larut, namun bayangan Aditya tidak juga muncul. Nayra berusaha menenangkan pikirannya dan mengabaikan semua hal tentang Aditya. Tetapi kegelisahan tetap menyelimutinya.

Akhirnya, tanpa sadar matanya mulai terasa berat. Ia memutuskan untuk berbaring drngan punggung menghadap sisi kosong di sampingnya. Membiarkan kantuk perlahan-lahan menyeretnya ke dalam tidur yang tidak benar-benar nyenyak.

Nayra terbangun dengan perasaan aneh di dadanya. Ia menoleh ke sisi ranjang, dan mendapati tempat tidur di sampingnya masih kosong dan rapi. Setelahnya, ia menoleh ke arah sofa yang terletak di ujung kamar. Berharap menemukan Aditya ada di sana. Namun Nihil, itu artinya Aditya tidak kembali ke kamar sampai menjelang pagi.

Nayra melipat mukena dan sajadah yang baru saja ia pakai untuk melaksanakan shalat shubuh, Ia bermaksud akan membereskan tempat tidur. Namun, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Aditya masuk dengan ekspresi dingin. Pakaiannya masih sama seperti tadi malam, namun sedikit kusut.

Nayra memperhatikan pria itu dalam diam, ingin bertanya kemana saja ia pergi semalaman. Namun, melihat ekspresi dingin di wajah Aditya, membuat ia mengurungkan niatnya. Lagipula ia sudah bertekad untuk tidak mencampuri urusan yang berkaitan dengan Aditya.

Setelah mengambil pakaiannya, Aditya langsung menuju kamar mandi tanpa memberi Nayra satupun tatapan atau sapaan.

Nayra hanya bisa menarik napas dalam, ia menyadari batas di antara mereka masih ada dinding tinggi yang susah untuk di robohkan.

Dengan enggan ia melanjutkan niatnya untuk membereskan tempat tidurnya, hanya sisi tempatnya berbaring yang ia rapikan karena disisi lain masih rapi.

Sesaat setelah Nayra selesai merapikan tempat tidurnya, Aditya keluar dari kamar mandi. Pria itu berdiri di depan lemari, mengenakan kemeja putih dan dasi yang masih tergantung longgar di lehernya.

Suasana tetap sunyi di antara mereja. Tanpa berkata apa-apa Aditya keluar kamar terlebih dahulu.

Nayra memutuskan untuk ikut keluar kamar menuju Restoran di Hotel yang mereka tempati. Karena sebelumnya, ia mendapat pesan dari ibu mertuanya agar segera turun untuk sarapan. Ia yakin, Aditya pasti juga sedang ada di sana.

Saat ia tiba, ia melihat Aditya sudah duduk di meja makan, seperti dugaannya sebelumnya. Pria itu sedang menyesap kopi hitamnya tanpa ekspresi. Mama Hanum, Papa Indra dan Arsyila juga ada di sana.

"Nayra, duduklah." ujar Mama Hanum dengan lembut.

Nayra menurut, mengambil tempat duduk satu-satunya yang tersisa, yaitu di samping Aditya. Namun, pria itu tetap tidak mengangkat kepalanya.

"Bagaimana tidur kamu semalam, Nayra?" tanya Mama Hanum, berusaha mencairkan suasana.

Nayra tersenyum kecil, meski terasa hambar. "Baik, Ma."

Arsyila menatap kakaknya sekilas, lalu beralih ke Nayra. "Kakak, aku penasaran, kalau bukan karena keadaan mendesak, apakah kamu tetap akan memilih menikah dengan Kak Aditya?"

Aditya akhirnya mengangkat kepalanya, melirik sekilas ke arah Arsyila dengan tatapan peringatan.

"Arsyila," tegur Mama Hanum halus.

"Aku hanya penasaran, Ma." Arsyila mengangkat bahunya santai.

Nayra terdiam, tidak tahu harus memjawab apa. Namun jauh di lubuk hatinya, jika bisa memilih ia tidak akan pernah mau berada di posisi seperti ini.

Aditya tiba-tiba berdiri. "Aku harus pergi ke kantor." ujarnya singkat sembari mengambil jas yang tersampir di sandaran kursi.

Mama Hanum, Papa Indra dan Arsyila terkejut mendengar ucapan Aditya.

"Apa maksud ucapanmu akan pergi ke kantor, Aditya? Ini bahkan hari pertama setelah kamu menikah, dan kamu sudah ingin pergi ke kantor?" ujar Mama Hanum dengan heran.

Aditya menghentikan langkahnya sejenak, ia menoleh ke arah Mamanya dengan ekspresi yang sulit di tebak. "Banyak pekerjaan yang harus aku urus, Ma. Jadi aku harus berangkat ke kantor sekarang."

"Tapi, Aditya,,," Mama Hanum ingin menyangkal ucapan Aditya, tapi Papa Indra menyela ucapannya.

"Sudah, Ma. Biarkan saja dia pergi. Jangan berdebat di tempat umum." ucapnya dengan tetap fokus pada makanannya.

Sebelum benar-benar beranjak, Aditya melanjutkan ucapannya. "Nanti tolong minta pak Hilman bawa koperku, Ma. Aditya pergi dulu." Aditya akhirnya benar-benar beranjak pergi. Pria itu bahkan tidak mau repot-repot berpamitan kepada istrinya.

Nayra hanya bisa menghela napas. Sepertinya Aditya melakukan apa yang mereka debatkan tadi malam. Ia tidak perlu repot-repot berpura-pura di hadapan semua orang. Ini adalah permintaan Nayra, tetapi saat Aditya melakukannya kenapa hatinya terasa sakit.

Begitu presensi Aditya menghilang dari pandangan, Mama Hanum mengenggam tangan Nayra dengan lembut. "Nayra, maafkan sifat Aditya. Dia anak yang keras, tapi aku yakin hatinya tidak seburuk itu. Dia hanya sedang berada di posisi yang sulit, jadi tolong beri dia waktu."

Nayra mengangguk pelan.

Mama Hanum menatapnya lebuh dalam, seolah mencoba memastikan sesuatu.

"Sebagai seorang istri, ingatlah bahwa dalam rumah tangga, suami adalah pemimpin. Turuti lah permintaannya selama itu tidak menyimpang. Kalau ada apa-apa jangan sungkan bicara pada Mama, Nak."

Nayra menunduk, merasa Nasihat itu sebuah pengingat akan perannya saat ini. Namun, dalam hati ia bergumam.

"Apa aku juga harus menuruti kemauannya, jika dia memintaku untuk berpura-pura menjalani hubungan pernikahan ini dengan baik-baik saja di hadapan semua orang, Ma."

1
Hiang Ardiati
bagus saya suka
JAM
luar biasa
MauraKim: Terima kasih sudah mau membaca novel saya🙏
total 1 replies
November
lanjut
MauraKim: terima kasih sudah mau membaca novel saya🙏
total 1 replies
Farldetenc
Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!