NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:26.4k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bunga dan Benang Merah itu

Bandung pagi itu disambut semilir angin yang lembut. Rendi turun dari mobil dinas dengan langkah ringan, matanya langsung tertuju ke bangunan kaca minimalis dua lantai yang akan menjadi restoran baru proyek milik keluarga besar mereka.

Di depan pintu kaca, seorang perempuan berdiri dengan clipboard di tangan, wajahnya serius tapi terlihat segar meski belum lewat pukul delapan. Rambutnya terurai rapi, blazer warna soft beige membingkai tubuhnya yang profesional.

“Selamat pagi, Pak Rendi,” sapa Bunga sambil tersenyum sopan.

Rendi sedikit terkejut melihatnya sudah berada di lokasi. “Pagi, Bunga. Kamu udah dari tadi?”

“Dari jam setengah tujuh, Pak. Saya lanjutkan administrasi yang belum selesai semalam, dan Alhamdulillah tinggal tanda tangan untuk kontrak supplier sama izin teknis dapur,” jawabnya cekatan.

Rendi mengangguk, kagum. Ia belum sempat mengucapkan pujian saat matanya menyapu meja kerja yang penuh berkas—tertata, rapi, dengan post-it warna-warni sebagai penanda.

“Saya pikir ini baru bisa kelar tiga atau empat hari ke depan,” gumamnya.

Bunga tersenyum kecil. “Kemarin saya lembur, Pak. Beberapa data saya minta lebih awal ke bagian keuangan dan legal, jadi tinggal proses finalisasi. Saya pikir kalau bisa dipercepat, kenapa harus ditunda?”

Jawaban itu membuat Rendi menatapnya lebih lama, bukan karena rupa, tapi karena profesionalisme dan inisiatif yang jarang ia temukan di usia kerja muda seperti Bunga.

“Kamu luar biasa,” ucapnya tanpa basa-basi.

Bunga tertawa kecil, tidak malu-malu, hanya menyambut pujian dengan santai. “Terima kasih, Pak. Saya hanya bantu sebaik mungkin.”

Mereka lalu duduk bersama di ruang meeting kecil di lantai dua. Dokumen demi dokumen dibuka, ditandatangani, diperiksa ulang. Semuanya berlangsung cepat dan efektif. Rendi beberapa kali menatap jam tangannya, tak percaya semua bisa rampung sebelum makan siang.

Sesekali mereka berbincang ringan, tentang kuliner khas Bandung yang rencananya akan disajikan di restoran, tentang interior yang sudah hampir selesai, dan tentang peresmian yang kini bisa dimajukan dua hari lebih awal.

“Kalau semua kerja secepat dan serapi ini, saya bisa pulang lebih cepat hari ini,” ujarnya sambil tersenyum.

Bunga membalas dengan anggukan. “Itu kabar baik, Pak. Istri dan anak pasti senang.”

Rendi mengangguk pelan, memikirkan Alisya dan Rasya di rumah. “Iya… Mereka yang paling saya rindukan kalau kerja di luar kota.”

Belum sempat Rendi membereskan berkas-berkas di meja, ponselnya bergetar. Nama Ayah tertera di layar. Ia segera mengangkat.

“Halo, Yah.”

“Rendi, kamu masih di lokasi restoran?” suara berat Ayahnya terdengar jelas dan tegas, seperti biasa.

“Masih, Yah. Ini barusan selesai semua. Tinggal tanda tangan akhir.”

“Bagus. Kalau begitu langsung meluncur ke lapangan golf di Dago. Ayah ada janji ketemu Pak Hendra—kamu pasti belum terlalu kenal, dia itu sahabat Ayah waktu sama-sama mulai bisnis dua puluh tahun lalu.”

“Oh iya, yang punya jaringan kuliner itu?”

“Benar. Dan dia juga Ayahnya Bunga.”

Rendi sempat terdiam, menoleh sekilas ke arah Bunga yang masih membereskan dokumen dengan cekatan di sudut meja. Ia tak menyangka, di balik sosok muda dan pekerja keras itu, ada koneksi yang ternyata begitu dekat dengan keluarganya.

“Baik, Yah. Saya segera ke sana.”

“Bagus. Bawa Bunga sekalian. Dia sudah bantu banyak, dan Pak Hendra ingin kamu mengenalnya lebih dari sekadar sebagai staf. Ini juga soal kepercayaan.”

Telepon ditutup. Rendi meraih jaketnya dan menghampiri Bunga.

“Bunga,” panggilnya ringan.

Bunga mengangkat kepala. “Iya, Pak?”

“Kita harus ke lapangan golf di Dago sekarang. Ayah saya sedang bertemu dengan Pak Hendra… katanya Ayahmu.”

Mata Bunga sedikit membesar, tak menyangka kabar itu datang dari Rendi. “Oh... iya, Pak. Saya tahu beliau ada jadwal hari ini, tapi tidak menyangka saya diminta ikut.”

Rendi tersenyum. “Kamu sudah kerja keras, jadi ini juga bentuk penghargaan. Siapkan berkas yang perlu dibawa. Kita berangkat sekarang.”

Bunga segera mengangguk dan bergegas. Dalam hati, ia merasa ini bukan sekadar pertemuan profesional biasa—tapi mungkin awal dari kepercayaan yang lebih dalam antar dua keluarga besar.

Di dalam mobil menuju Dago, Rendi terdiam sesaat memandangi jalanan. Ia tahu, urusan bisnis kadang tidak sesederhana antara atasan dan bawahan. Dan hari ini, segalanya terasa mulai menyatu dalam satu benang merah: kepercayaan, keluarga, dan masa depan yang lebih besar dari dirinya sendiri.

...****************...

Lapangan golf di Dago pagi itu tampak hijau menyegarkan. Kabut tipis sudah mengangkat, menyisakan hawa sejuk yang membuat percakapan jadi lebih hangat.

Rendi dan Bunga melangkah menuju salah satu gazebo terbuka di pinggir lapangan. Di sana, dua pria paruh baya sudah duduk santai dengan cangkir teh di tangan. Ayah Rendi—(Pak Wiratma)—berpakaian golf rapi, sementara di sampingnya duduk Pak Hendra, lelaki dengan perawakan tenang dan sorot mata yang tajam, tapi ramah.

“Rendi, sini duduk,” sapa Pak Wiratma sambil tersenyum.

“Selamat pagi, Om Hendra,” ucap Rendi sambil menjabat tangan Pak Hendra.

“Pagi, Rendi. Sudah lama nggak lihat kamu. Terakhir waktu kamu masih kuliah, ya?”

Rendi mengangguk sopan, “Iya, Om. Senang bisa ketemu lagi.”

Pak Hendra tersenyum, lalu melirik ke arah Bunga. “Dan ini tentu saja anak saya yang sekarang lebih sering ketemu kamu di lapangan daripada sama saya sendiri.”

Bunga tertawa kecil. “Maaf, Ayah. Fokus kerja dulu.”

Obrolan pun mulai mengalir santai. Pak Wiratma mulai membuka pembicaraan tentang proyek yang tengah dikerjakan perusahaan miliknya.

“Kamu tahu, Hen, restoran di Bandung ini jadi bagian kecil dari tiga proyek besar yang kami bangun tahun ini. Dua gedung kantor di Jakarta, satu lagi resor di Yogyakarta. Tapi restoran ini yang paling bikin saya pribadi semangat… karena buat keluarga,” ujar Pak Wiratma (Ayah Rendi) sambil menatap Rendi sekilas.

Pak Hendra mengangguk. “Dan hasilnya bagus. Saya lihat progresnya rapi, cepat. Kombinasi bagus—tim dari kamu, sama tim anak saya.”

Pak Wiratma tertawa ringan. “Iya, itu saya juga nggak nyangka. Ternyata anak kita bisa saling dorong kerja cepat.”

Setelah beberapa gurauan ringan, obrolan mulai menyentuh sisi personal. Pak Hendra meletakkan cangkir tehnya dan memandang Bunga.

“Bunga ini… kadang bikin saya khawatir juga. Anak perempuan, kerja keras banget, kadang lupa istirahat.”

“Dia bantu banyak, Om, baru kemarin saya setujui jadi sekretaris pribadi" sahut Rendi cepat. “Saya sendiri takjub, padahal saya pikir administrasi itu baru kelar empat hari ke depan, tapi dia bikin rampung dalam dua hari , "

Pak Hendra tersenyum bangga, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. “Bunga memang keras kepala… sejak kecil. Apalagi setelah ibunya pergi.”

Suasana mendadak hening sejenak. Bunga hanya menunduk, tetap tersenyum tenang.

“Ibunya nggak meninggal,” lanjut Pak Hendra pelan, seolah menjawab pertanyaan tak terucap. “Dia memilih hidup lain. Pergi saat Bunga masih SD. Sejak itu dia nggak pernah minta dimanja. Selalu bilang: ‘Aku mau jadi orang yang Ayah banggakan.’”

Pak Wiratma menepuk pelan pundak sahabatnya. “Dan sekarang kamu bisa bangga, Hen.”

“Bisa. Tapi saya juga tahu, dia butuh lingkungan yang sehat dan orang-orang yang bisa lihat dia bukan cuma dari nama keluarga. Tapi dari dirinya sendiri.”

Rendi menatap Bunga sekilas, lalu kembali memandang kedua ayah itu. Dalam hatinya, ia bisa merasakan ada nilai yang sama tumbuh dalam dirinya—tentang kerja keras, kesetiaan pada keluarga, dan menghargai orang lewat tindakan, bukan label.

Obrolan pun berlanjut, sesekali diselingi tawa dan cerita masa muda. Dan hari itu, Rendi tak hanya pulang dengan rasa lega karena proyek berjalan baik, tapi juga membawa pulang satu pelajaran penting: bahwa setiap orang membawa cerita—dan menghargai cerita itu adalah bagian dari menjadi manusia yang utuh.

1
Adinda
pelakornya rendi ini kapan dapat karmanya
j4v4n3s w0m3n
wah aku.curiga jangan jangan bagas klien dr bali tu hahahhahahahaa(ketawa joker)
Retno Harningsih
lanjut
Lulu-ai
kliennya bagas😂
Lee Mbaa Young
semoga ini awal kehancuran perusahaan rendi, dah muak bnget mereka blm dpt karma.
pokok nya bunga hrs smp hidup mnderita lbih dr alisha. semoga hbis ini viral bunga pelakor.
rasha sdh di cuci otaknya biar dekat dng rendi dan bunga. kasian bnget alisha suami di rampas Sekarang rasha pun akn di rampas.
Retno Harningsih
lanjut
Lulu-ai
seringin up ya thor
ARSLAMET: siap makasih ya, terus setia ya
total 1 replies
Iis Dawina
knp sih othor karma buat mereka blm ada..bagus rasya jgn mau .sebut ibu..cuekin aja tuh iistri ayahmuu yg sekarang..
sutiasih kasih
sdh g sabar nungu para pnghianat ini hncur hidupnya....
dan g sabar melihat hidup lisya bersinar & bahagia di tangan laki" yg tepat... setia..
ARSLAMET: siap tunggu ya ,
total 1 replies
j4v4n3s w0m3n
hadeuhhb capek.sama.situasi.yg di alami.alisya tapi.memeng hidup juga kudu aya alurnya gak.ujuk.ujuk.ya.hehehheeh.tapi.stau.kak kudu.aya.pembalasa .untuk.yg namanya.pelakor.ya aku.gak mua tah.titik.hahahhahahahaha
j4v4n3s w0m3n: siappp.kak
ARSLAMET: hehehehe iya nanti ya biar sealur cerita nya , kan antagonjs tersiksa nya biasa nya terakhir, terus setia membaca ya
total 2 replies
Lee Mbaa Young
lagian ngapain sih bunga Bangkai di ajak. oh pasti Bunga yg ingin ikut sambil pamer kl dia sdh menang trus ndeketi rasha.
dasar valakor sok baik semoga karma mu cpt sampai bunga Bangkai.
ARSLAMET: makasih sudah sangat setia membaca ya jangan bosan bosan ..
total 1 replies
Retno Harningsih
up
sutiasih kasih
knapa bunga harus sll ngintil mlu sih...
keknya emang sengaja mnegaskn klo dia satu"nya istri rendi....
pelakor di mn" tetaplah jiwanya serakah....
selamat bunga... km brhasil merampas suami orang... kelak tak mnutup kmungkinan... km jga akn khilangan hasil curianmu...
Iis Dawina
knp sih jmput tasya pake bawa bunga mau pamer klo km ga sendiri gitu..bunga jg ga tau malu ga punya hati pamer ya km yg menang..bukan menang tp alisya membuang sampah ..dn sampah ketemu sampah cocok itu
Tini Uje
udh males baca nya g sih wee...cerita nya stuck disitu2 ajaa
ARSLAMET: jangan malas dong , baca terus yaaaa
total 1 replies
Lee Mbaa Young
Penderitaan rendi dan bunga blm mulai.
trus rendi bawa bunga jemput rasha.

penulisnya bner bner berpihak ma pelakor.
Sekarang alisha saja di bikin hamil kan.

sungguh penulis pemuja pelakor. penderitaan alisha terus di tambah tp gk Ada balesan untuk rendi dan bunga.

gedek banget.
ARSLAMET: hehehehe kalo misalnya dari author di sini lebih ke bagaimana alisya itu berproses dari semua luka luka nya ,
Machmudah: bener kak....mgkn maksud Dr othor....Luka hati Alisya dinentokin dl kak, stlh itu gantian rendi bunga yg nangis mentok
total 2 replies
Lulu-ai
jangan" alisha hamil lagi
Lulu-ai
up yg banyak thor, utk penyesalannya rendi sama bunga belum ada
Tunjiah
dah bab yg kesekian cerita nya masih jalan di tempat.
lebih semangat Thor.
lebih gereget biar pembaca nya ngk bosan.
ARSLAMET: aku mau cerita nya di bikin alisya itu kuat,
Lee Mbaa Young: tp kl gini gini saja ya Bosen lama lama. pa lagi kayaknya alisha di bikin hamil.
total 2 replies
Teh Euis Tea
hadir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!